Adel memasuki area kampus seperti biasa hanya saja sekarang yang berkurang adalah suara para pria yang menyapa Adel dengan beragam pujian.
Kecantikan yang nampak di wajah Adel kini semakin terlihat mempesona dan menggoda tetapi tidak ada yang menyapanya saat ini seperti dulu.
Menjadi tunangan dari putra salah satu dosen senior membuat para pria tidak ada yang berani bersaing. Ketampanan Yusuf sudah terdengar sampai seantero kampus sehingga para pria yang awalnya ingin mendekati Adel menjadi tau diri dan mundur perlahan.
Adel tidak melihat Risa sama sekali semenjak dia menginjakkan kaki di kampus padahal biasanya suara Rosa yang paling terdengar karena kebiasaannya berteriak.
"Kemana anak itu?" gumam Adel. Matanya melihat sekelilingnya yang tidak menunjukkan tanda - tanda adanya Rosa.
Adel mengambil ponselnya untuk menghubungi ponsel Risa. Deringan pertama sudah berdering tapi sampai deringan kelima Rosa tetap tidak menjawab panggilannya.
Adel kembali menghubungi Risa dan kali ini akhirnya mendapat jawaban.
"Halo?" jawab Risa. Suaranya terdengar serak dan sudah bisa Adel tebak kalau sahabatnya ini baru saja bangun.
"Halo, Ris! Kamu tidak masuk? Ini sudah jam berapa?" tegur Adel. Risa hanya menguap saat Adel selesai bertanya, bukannya menjawab Risa malah meletakkan ponselnya tanpa mau mendengarkan suara Adel yang mengganggu tidurnya.
"Ris? Risa!" teriak Adel. Suara Adel sampai menarik perhatian beberapa temannya yang juga sudah berada di dalam kelas.
Adel merasa kesal dengan sahabatnya ini, kebiasaan Risa adalah dia yang tidak pernah bisa bangun pagi. Risa adalah seorang gadis yang cukup malas jika harus bangun pagi, karena waktu Risa di malam hari terlalu banyak dia habiskan untuk bermain game online.
"Lihat saja nanti kalau ada kuis atau tes dadakan, aku tidak akan mau mendengarkan suara panggilan kamu." gumam Adel. Mata Adel masih melihat layar ponselnya yang memperlihatkan foto profil Risa, mata Adel menatap tajam dan mengancam. Kesal, marah, benci, kecewa tapi Adel tetap sayang dengan gadis seceroboh Adel.
Profesor Burhan memasuki kelas, semua mahasiswa yang mengikuti mata kuliah profesor Burhan sudah berada di dalam kelas dan bersiap untuk memulai perkuliahan, termasuk dengan Adel.
Adel sudah siap dengan buku - buku miliknya agar dia bisa mengikuti perkuliahan yang diberikan oleh profesor Burhan meski hati Adel selalu terasa perih saat melihat profesor Burhan atau bunda Anisa.
"Adel, nanti selesai perkuliahan ada yang ingin saya bicarakan kepada kamu," ucap profesor Burhan. Adel terkejut saat pria yang berstatus sebagai calon mertuanya itu meminta dia datang ke ruangannya.
"Baik, Prof."
Perkuliahan akhirnya berlangsung seperti biasanya, perkuliahan profesor Burhan selalu menjadi yang terfavorit. Cara profesor Burhan dalam memberikan perkuliahan cukup membuat Mahasiswanya senang.
Profesor Burhan tidak pernah memiliki tampang galak setiap memberi perkuliahan, wajahnya yang terlihat sabar membuat semua mahasiswanya senang mendengarkan penjelasannya.
Dua jam berlalu, materi perkuliahan dari Profesor Burhan sudah usai tapi satupun tidak ada yang masuk ke dalam kepala Adel.
Pikiran Adel yang melayang kemana - mana membuatnya tidak bisa konsentrasi dengan perkuliahannya. Adel memang duduk dan diam tapi itu hanya tubuhnya, tapi pikirannya sudah tidak bersama dengan Adel. Melayang tanpa Adel sadari.
"Adel, bisa ikut ke ruangan saya?" Tanya Prof. Burhan. Adel tergagap saat melihat dosen sekaligus calon mertuanya itu sudah berada di dekatnya.
"Ba... baik, Pak."
Adel berdiri setelah dia mengemasi barang - barangnya masuk ke dalam tas yang selalu menemaninya belajar, dengan perasaan bercampur aduk Adel mengikuti langkah Prof. Burhan keluar dari kelasnya.
Tidak ada kata yang terdengar dari keduanya, mereka berjalan dalam diam dengan pikiran Adel yang melayang tidak tau arah.
"Masuk, Del!" Perintah Prof. Burhan. Adel mengikuti perintah itu dengan langkah pelan. Adel tetap berdiri menunggu Prof. Burhan berjalan ke tempat duduknya setelah menutup pintu.
"Duduk, Del!" Adel menuruti perintah tanpa mengatakan apapun. "Kamu marah dengan Yusuf?"
Adel langsung mendongak saat mendengar suara pria tua di depannya itu. Dia tidak pernah menyangka jika Prof. Burhan akan bertanya tentang hubungannya dengan Yusuf.
"Marah soal apa, Prof?" Tanya Adel. Keningnya berkerut saat mendengar pertanyaan yang tidak pernah Adel pikirkan dari seorang Prof. Burhan.
"Ck, tidak perlu memanggil prof. saat kita berdua seperti ini. Kamu cukup memanggil ayah, sama dengan Yusuf," decak Prof. Burhan. "Aku tau kamu sedang bingung kemana Yusuf saat ini, benar?"
Adel menganggukkan kepalanya pelan. "Saya memang sedang kebingungan, kenapa tiba - tiba bang Yusuf menghilang? Apa saya membuat kesalahan sehingga dia pergi tanpa kabar?"
Prof. Burhan menghembuskan nafas berat. "Tidak, semua tidak seperti dengan yang kamu pikirkan. Ada sesuatu yang tidak bisa ayah jelaskan, nanti Yusuf sendiri yang akan mengatakannya kepada kamu."
"Mengapa bisa begitu? Seharusnya Ayah juga tau alasan bang Yusuf pergi, ada apa sebenarnya?" Tanya Adel. Suaranya sudah terdengar meninggi, emosinya mempengaruhinya lebih cepat daripada biasanya.
"Ayah tidak mempunyai kewenangan untuk menjawab pertanyaan kamu ini, percayalah kalau Yusuf tidak marah atau selingkuh dari kamu. Ayah taruhannya."
Adel mulai menangis, air mata yang sejak tadi dia tahan luruh membasahi pipinya yang halus. Prof. Burhan merasakan apa yang saat ini dirasakan oleh Adel. Dari awal Prof. Burhan sudah memperingati anaknya, kalau Yusuf harus mengatakan semua sebelum Adel berpikiran macam - macam.
"Sebenarnya bang Yusuf ada dimana, Yah?" Tanya Adel. Suaranya terdengar serak setelah dia menangis, tanpa menatap ke arah Prof. Burhan karena Adel malu wajahnya terlihat buruk setelah menangis.
Prof. Burhan mendekati Adel yang masih menunduk, dia memeluknya penuh sayang. "Dia ada di suatu tempat yang tidak mengijinkan dia menghidupkan ponsel. Jangan khawatir, dia akan kembali sebentar lagi."
"Mampirlah ke rumah, bunda sangat merindukan kamu. Semenjak Yusuf tidak ada, kamu tidak pernah datang ke rumah." ucap Prof. Burhan. Adel mendongak, melihat ke arah pria tua yang sedang mengusap kepalanya dengan penuh sayang.
"Jangan hukum bunda yang sudah sangat menyayangimu dengan kesalahan yang Yusuf buat. Bunda juga berada di dalam posisi yang sama dengan ayah saat ini, tidak ada yang bisa kami katakan untuk menjelaskan dimana Yusuf saat ini."
"Adel hanya tidak tau mau melakukan apa jika main ke rumah. Adel selalu merasa kesal jika masuk ke dalam rumah karena bang Yusuf sudah pergi tanpa kabar pada Adel." ucap Adel. Tangannya menghapus sisa air mata yang masih ada di wajahnya.
Adel berusaha untuk tidak menangis pagi. Dia harus bisa menjadi Adel yang dulu, Adel yang belum mengenal Yusuf.
"Jangan terlalu memikirkan Yusuf, ayah tidak ingin melihat nilai kuliah kamu hancur hanya karena Yusuf."