Chereads / WITCH'S LOVE / Chapter 51 - Mewarisi Darah Kegilaan 3

Chapter 51 - Mewarisi Darah Kegilaan 3

Morgan membuka matanya, ia merasakan air-air merengsek masuk ke dalam paru-parunya, ia menyentakkan tangan dan kakinya di dalam air, berusaha dengan keras naik ke permukaan.

'Aku percaya Morgan akan menjadi Alpha di masa depan.'

Suara lembut wanita itu terngiang-ngiang di benaknya. Ibunya percaya dia akan menjadi Alpha, dia percaya!

Morgan memberontak di dalam air sungai yang masih berputar-putar, air sungai itu perlahan-lahan beriak, mengeluarkan gelembung-gelembung, suhunya menjadi naik dan mengeluarkan asap putih yang mengeluarkan hawa panas.

Tubuh Morgan perlahan-lahan berubah menjadi serigala abu-abu, tidak besar seperti perubahan pertama tapi berukuran normal. Morgan melompat keluar dari sungai, air menciprat kemana-mana, jatuh menetes ke tanah, ia melolong lagi.

Morgan merasa takjub dengan wujud serigalanya, ia berputar-putar dengan girang, ia akhirnya mampu mengendalikan bentuk serigalanya menjadi normal.

"Kau berhasil," ucap Tetua Zac sambil bersandar di puing-puing pepohonan yang patah. "Tapi kau masih harus mengendalikan hawa panasmu."

Morgan melihat ke arah sungai yang masih bergelembung-gelembung dan berasap, seolah-olah sungai itu sedang mendidih.

"Yang melakukan itu aku?" tanya Morgan wujudnya tiba-tiba berubah menjadi seorang manusia bertelanjang dada, keningnya berkerut keheranan.

"Aku memasang sihir untuk menarikmu ke dasar sungai tadinya," lanjut Tetua Zac sambil berdiri dan melangkah pelan menuju Morgan yang masih menatap sungai. "Tapi siapa sangka ketika kau berhasil mengendalikan wujud serigalamu hawa panas ini tidak bisa dikendalikan?"

"Hawa panas?"

Tetua Zac tersenyum, air yang beriak perlahan-lahan menjadi tenang dan sejumlah ikan mengambang di atas air.

"Lloyd adalah keluarga istimewa, selain memiliki bentuk serigala yang lebih besar mereka juga biasanya memiliki kekuatan lebih yang diberikan oleh dewi bulan. Hawa panas itu adalah salah satu kelebihanmu."

Morgan bersedekap, ada begitu banyak keistimewaan yang didapatnya tapi ia tidak merasa senang sama sekali, seolah-olah keistimewaan itu adalah sebuah kutukan.

"Apa ibuku juga?"

"Ya." Tetua Zac tidak merubah intonasi suaranya sejak tadi, tetap terdengar tenang dan lembut. "Sama sepertimu."

"Jika ibuku meninggal karena sakit, lalu apa yang terjadi pada ayahku?"

Tetua Zac menghela napas, ia melirik Morgan, matanya dipenuhi berbagai emosi yang berkecamuk, kemarahan, kesedihan dan kebencian, semuanya campur aduk menjadi satu.

"Aku tidak pernah tahu."

Morgan mendongak dan menatap bingung Tetua Zac. "Dia menghilang tiba-tiba tanpa menyisakan apa pun, tidak ada bau, tidak ada jejak, seolah ia ditelan bumi. Dia hidup atau mati, tidak ada yang tahu."

Morgan ikut menghela napas, dalam ingatannya di dalam sungai bahkan wajah ayahnya tidak terlihat dengan jelas.

Mata Morgan jatuh pada kumpulan ikan yang mengambang di atas air. "Well, setidaknya kita punya makanan malam ini, ikan rebus terdengar enak."

Tetua Zac tertawa, ia kemudian memerintahkan Morgan mengambil ikan tersebut dan mulai menyalakan api unggun, suasana hangat mulai terasa melawan selimut dinginnya kegelapan malam.

***

Morgan terus berlatih mengendalikan wujudnya dan hawa panas itu, ia mulai menyimpan dalam-dalam kerinduannya pada packnya, mencoba menyimpan rasa rindu pada sosok Giselle hingga bertahun-tahun lamanya.

Morgan tumbuh menjadi sosok tinggi dan tegap, badannya menjadi lebih berisi dan padat, sorot matanya tajam, ia terlihat menawan dan memiliki ketampanan yang tidak biasa.

Morgan menghela napas, akhirnya setelah sekian lama ia berkutat di bukit ini, kekuatannya terkendali, pepohonan yang hancur karenanya perlahan-lahan tumbuh dan menghijau menghiasi bukit ini.

Hari ini ia sedang menunggu tetua Zac untuk menjemputnya kembali ke pack, Tetua itu cukup puas dengan pengendalian dirinya yang berkembang pesat selama beberapa tahun ini. Ia kembali ke pack dan meminta izin pada Alpha untuk Morgan.

Morgan telah sepenuhnya berdamai dengan semuanya, ia tidak lagi memiliki perasaan marah pada Luke yang mengatainya, sebaliknya perasaannya pada Giselle semakin menguat.

Morgan membayangkan seperti apa sosok Giselle sekarang, wanita itu mungkin bertambah tinggi dan wajahnya sekarang mungkin semakin cantik dan dewasa.

Morgan benar-benar merindukan Giselle, seandainya saja bisa, ia ingin melanggar perintah dari Alpha dan berlari sekarang juga ke pack menemukan kekasih tercintanya.

Morgan hanya bisa menunggu hingga matahari mulai terbenam, ia berdiri dan berjalan mondar-mandir, mulai gelisah karena Tetua Zac tidak kunjung kembali. Laki-laki tua itu tidak pernah mengingkari janjinya, ia selalu tiba tepat waktu, tapi hari ini ia terlambat satu jam.

Morgan mulai merasakan firasat buruk, semakin lama semakin gelap, detak jantungnya semakin cepat dan keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.

"Sesuatu telah terjadi," gumam Morgan, ia mengepalkan kedua tangannya dan menatap jalan keluar dari hutan.

Morgan memejamkan matanya, perasaannya semakin gelisah seiring dengan gelap yang pekat. "Maafkan aku, Alpha."

Morgan berubah ke bentuk serigala normalnya, ia berlari menuruni bukit dengan membawa sejuta perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya, ia melolong dengan kerasa dan memaksa semua anggota tubuhnya berlari dengan cepat kembali ke pack Blue Moon.

Morgan kembali dengan cepat, samar-samar ia melihat api yang membara dari arah packnya, merah pekat dan berkobar di langit malam, itu sama sekali bukan api unggun dalam perayaan, itu adalah api yang melalap habis rumah.

Morgan terus berlari seperti kesetanan, Tetua Zac tidak kembali padanya, pasti sesuatu yang salah telah terjadi pada packnya, samar-samar ia mencium aroma darah yang pekat.

Jantungnya serasa berhenti, aroma darah itu semakin kuat, seolah-olah tanah pack mereka sekarang sedang dibanjiri darah dimana-mana.

Morgan melolong, berharap ada serigala lain yang mendengarnya dan menyahut lolongannya. Namun, yang didapatnya hanya keheningan.

Gerbang pack berada di depan matanya, Morgan menghentikan larinya, ia melihat tubuh seseorang terkapar di depan sana dengan perut yang terburai keluar, darahnya bersimbah mengalir di tanah.

"Apa yang terjadi?!" Morgan berubah menjadi manusia dan berlari masuk ke dalam pack Blue Moon, ia melihat pemandangan yang sama bergelimpangan di sana.

Rumah-rumah yang terbakar, mayat-mayat yang bergelimpangan di sana-sini, Morgan terhenyak ketika kakinya menginjak tangan seseorang, ia menunduk ketika tangan itu adalah tangan dari Luke yang terbujur kaku.

"Siapa yang melakukan ini?!" Morgan gemetar, ia memeriksa semua mayat yang bergelimpangan itu, air matanya menetes ketika mendapati Tetua Zac yang bersamanya beberapa tahun ini telah terbujur kaku di depan pintu rumahnya sendiri.

"Akh!" teriakan seseorang bergema, Morgan menegakkan tubuhnya ketika tahu suara itu sangat familiar di telinganya, ia berdiri dan berlari ke sumber suara.

"Giselle!" teriak Morgan kesetanan, ia melangkah ke ujung pack Blue Moon dan melihat seorang wanita meronta-ronta di tangan beberapa orang laki-laki yang beraroma darah pekat.

"Oh, masih ada yang hidup?" tanya seseorang sambil melirik Morgan yang datang dengan napas memburu.

"Morgan!" Giselle berteriak keras, ia memberontak dengan sepenuh tenaga, rambutnya di tarik ke belakang dengan ganas.

"Lepaskan Giselle!" Morgan berteriak, ia berlari ke arah orang itu dengan penuh kemarahan.

Orang itu menyeringai, ia mengisyaratkan beberapa orang melawan Morgan, sementara dia mengurus wanita tercantik di pack Blue Moon.

Giselle berteriak, ia memberontak hingga membuatnya kesal, pada akhirnya ia terlalu marah dan membantingnya ke tanah.

BUKH!

"Giselle!"

Teriakan Morgan merupakan teriakan yang paling menyakitkan yang pernah terjadi di pack Blue Moon malam itu, sejak hari itu dunia dan segala mimpi-mimpi Morgan menjadi hancur berkeping-keping.