Chereads / RION / Chapter 4 - Bab 2

Chapter 4 - Bab 2

Sabtu, 21 Maret

"....Kali ini Anna, reporter utama majalah Amanah diberikan kesempatan untuk mengulik kehidupan pribadi seorang taipan muda berbakat, Frans Herlambang. Di dunia bisnis, siapa yang tak kenal dengan CEO baru dari Herlambang Coorporation? Disamping anak dari pendiri perusahaan, Frans telah membuktikan dirinya mampu menjadi CEO yang mumpuni diusianya yang terbilang cukup muda.

Ada pepatah yang mengatakan bahwa di balik kesuksesan seorang laki-laki pasti ada wanita hebat di belakangnya. Dia adalah Diana Herlambang. Istri cantik dari keluarga terpandang---Mahendra---yang dulunya adalah musuh perusahaan Herlambang Coorporation.

Pernikahan kedua anak paling berpengaruh di dunia bisnis itu merupakan sebuah kejutan yang luar biasa. Bak dongeng Romeo and Juliet. Tapi dalam kisah ini, mereka berakhir bahagia dengan sebuah pernikahan.

Saat Anna, reporter kami menanyakan bagaimana bisa Frans menikah dengan anak dari musuh Ayahnya?

Frans berkata, 'aku telah jatuh cinta pada pandangan pertama padanya. Saat itu juga aku ingin menikahinya. Aku mencoba berbagai cara untuk melunakkan hati Diana dan Ayahnya, tapi semuanya tak mempan. Akhirnya aku menggunakan upaya terakhirku. Dan itu satu-satunya yang ku punya. Itu adalah ketulusanku. Aku berusaha meyakinkan Ayahnya dengan ketulusan atas cintaku.'

Sungguh luar biasa jawaban taipan muda kita ini. Kita semua dibuat meneteskan air mata atas jawabannya.

Frans Herlambang juga dikenal sebagai laki-laki tampan dan kaya. Pastinya banyak wanita yang menggodanya. Mereka pasti mau menuruti keinginan pangeran dunia bisnis kita ini. Namun nyatanya, setelah kami mengorek lebih dalam, kehidupan Frans Herlambang bersih. Tak ada scandal apapun.

'Frans sangat setia. Dan aku percaya padanya. Frans sangat mencintaiku,' komentar Diana Herlambang saat kami bertanya.

Frans Herlambang juga merupakan Ayah yang baik bagi kedua anaknya, Daveen dan Divana Herlambang. Pada ulang tahun ke empat anaknya Daveen, Frans rela pulang dari ...."

Seorang laki-laki menutup artikel yang memuat tentang dirinya. Ia tersenyum dan meletakkan majalah itu ke meja di depannya. Apa yang dikatakan artikel itu semua omong kosong. Kenyataannya adalah Frans menikah dengan Diana karena bisnis.

Pandangan pertama, kesetiaan, cinta, Frans ingin muntah membaca artikel itu.

Diana bukanlah istri yang baik. Cantik memang, tapi hidupnya hanya seputar perawatan wajah, tubuh, rambut dan yang lainnya. Dia tak peduli Frans bermain mata dengan wanita lain yang penting kulitnya mulus dan awet muda.

Tapi tentang anaknya, itu benar. Frans sangat mencintai anak-anaknya. Frans tidak menceraikan Diana hanya karena anak-anaknya.

Frans kini tengah duduk di kursi dengan kaki yang diangkat ke atas meja. Ia menyeruput kopinya dengan nikmat sambil menikmati pemandangan sore dari balkon hotelnya di lantai 12.

"Sayang," panggil seorang wanita bertubuh tinggi semampai dengan kulit mulus sewarna madu dari balik pintu kaca yang setengah terbuka. Frans menoleh padanya. Sisca, sekretarisnya yang aduhai hanya mengenakan lingeri hadiah darinya.

"Pinjam mobil, dong?" kata Sisca dengan manja.

"Mau kemana?" tanya Frans.

"Belanja," Sisca tersenyum manja. "Aku kan belum pernah ke Solo, jadi aku mau jalan-jalan."

"Biar nanti diantar Pak Warno saja," kata Frans. Pak Warno adalah supir kantor.

Mereka selalu menggunakan alasan kerja untuk pergi ke hotel saat keduanya ingin bermesraan. Kamar hotel yang dipesan pun selalu dua dan berbeda kelas agar orang-orang tidak curiga. Tapi orang-orang tidak memperhatikan bahwa baju yang dikenakan Sisca saat masuk ke kamar Frans berbeda dengan saat Sisca keluar dua jam setelahnya.

Sisca berjalan menghampiri Frans. Dengan manja, dia duduk di pangkuan Frans. Tangannya melingkar di belakang leher Frans.

"Ehm, Sayang. Kartu kreditnya sudah limit," kata Sisca menyandarkan kepalanya ke pundak Frans.

"Iya, nanti aku transfer. Tapi..." kata Frans mencium bibir Sisca yang sensual. Tangannya meraba paha Sisca, menimbulkan gejolak yang panas.

Mereka masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya rapat.

***

Pukul tujuh malam tepat, ponsel Frans berbunyi. Layarnya menunjukan notif acara reuni. Ia keluar dari selimutnya yang hangat. Sisca sudah pergi tiga puluh menit yang lalu.

Frans melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi. Ia menyalakan shower dan membiarkan air hangat mengguyur tubuhnya yang gagah. Mandi adalah caranya untuk bermeditasi. Ia menenangkan syarafnya yang lelah. Dengan mandi, pikiran Frans lebih santai.

Frans sangat menikmati air hangat yang mengalir dari rambut ke seluruh tubuhnya. Seperti ingatannya saat ini yang mengalir ke masa-masa SMA. Masa ketika ia mengenal cinta dan penghianatan. Masa ketika dia mengenal Eli. Eli yang cantik. Eli yang mempesona. Eli yang ceria. Eli yang lari darinya.

Dia seorang bajingan sejak SMA. Dia punya segalanya. Uang, akal, rupa yang tampan, segalanya. Tak ada wanita yang menolaknya. Tak satupun. Jika sudah menjadi keinginan Frans, maka semua harus menjadi miliknya. Dia adalah Raja. Raja yang tiran hingga Eli menyadarkannya. Eli adalah Dewinya. Eli segalanya bagi Frans yang moralnya tengah terombang-ambing.

Baginya, semua wanita itu sama. Mereka hanya menginginkan uang. Mereka mau menukar tubuhnya dengan uang seperti Diana dan Sisca. Eli satu-satunya wanita dalam hidup Frans yang berbeda.

Tapi Eli telah pergi. Eli meninggalkannya. Eli, seandainya kau masih di sisiku, aku akan tahu apa itu yang namanya kesetiaan, pikir Frans pilu.

Air mata Frans turun bersama aliran air panas yang mengguyurnya.

Pukul tujuh lebih tiga puluh malam Frans mengendarai mobil menuju sekolah lamanya. Ia akan menemui Eli. Eli berjanji akan menemuinya di kelas mereka bersama sahabat-sahabatnya yang lain. Ya, Eli. Aku akan segera datang menemuimu. Aku sangat merindukanmu.

***

Bersambung.