Chereads / Sekretarisku Pengawalku / Chapter 3 - Kehilangannya

Chapter 3 - Kehilangannya

Jangan lupa power stonenya!

Happy reading!

๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ

Langit begitu mendung, awan hitam menggantung seakan tak lama lagi menumpahkan tangisnya.

Ribuan orang memenuhi pemakaman umum mengantarkan Alif Pramana ke peristirahatan terakhirnya. Semua jajaran direksi dan pimpinan perusahaan di bawah naungan Pramana Corporation hadir untuk memberikan penghormatan terakhir bagi sang direktur utama. Sebagian besar karyawan juga hadir.

Di salah satu sudut dekat liang lahat, Aisha duduk termenung dalam balutan gaun berkabungnya di temani oleh putra dan sekretarisnya Dikta. Semua pelayat yang hadir mengucapkan belasungkawa pada Nyonya Pramana.

Sebagian besar pelayat tidak percaya jika Nyonya Pramana masih sangat muda. Sebagian dari mereka sangat mengenal Alif Pramana, seorang pria yang telah berumur setengah abad. Walaupun mereka tahu bahwa sang direktur telah menikah kedua kalinya tetapi mereka tak menyangka jika sosok Nyonya Pramana adalah wanita muda yang sangat cantik.

Di tengah prosesi pemakaman tersebut, tiba-tiba muncul seorang pria paruh baya dengan setelan jas hitam mahal dan kaca mata hitam. Rambutnya yang panjang sebahu diikat rapi. Umurnya tidak jauh berbeda dengan Almarhum Alif. Pria itu menyaksikan prosesi pemakaman sedikit menjauh dari kerumunan. Pandangannya jatuh pada wajah Aisha yang terus berderai air mata.

Doa khusyuk dilantunkan untuk mengiringi perjalanan Almarhum Alif ketika dimasukkan ke liang lahat. Raut kesedihan dari keluarga, sahabat-sahabat dan kolega bisnis Almarhum begitu kentara. Setiap orang yang mengenal Alif, merasakan kemuliaan perilakunya, dan kedermawanan hatinya pasti akan sangat terpukul dan bersedih mendengar berita kematiannya yang tiba-tiba.

Satu persatu pelayat meninggalkan area pemakaman saat prosesi telah berakhir. Yang tertinggal hanya keluarga inti Alif dan keluarga Aisha. Wanita itu masih setia memeluk nisan suaminya. Sementara Dikta harus membujuk Alfa agar tenang. Anak lelaki mungil itu belum paham apa yang terjadi di sekitarnya. Dia hanya terus menanyakan keberadaan ayahnya sehingga Dikta serta orang tua Aisha secara bergantian harus menenangkan bocah malang itu.

Pria paruh baya berambut terikat tadi menghampiri Aisha. Semua orang menoleh ke arahnya. Aisha langsung berdiri dari duduknya. Dia tahu siapa pria itu. Dia adalah Bambang, kakak ipar Almarhum suaminya dari istri pertamanya.

"Aisha, saya turut berbela sungkawa atas kematian Alif," kata Bambang dengan tatapan yang sulit diartikan di balik kacamata hitamnya.

"Panggil saya Nyonya Pramana," tegas Aisha.

"Maaf, Nyonya Pramana. Saya benar-benar terkejut mendengar kabar ini. Saya langsung mengambil penerbangan awal dari kota S. Namun sayang ternyata saya tidak menghadiri keseluruhan prosesi pemakamannya," pungkas Bambang.

"Terima kasih atas ucapan bela sungkawa Anda Pak Bambang," Aisha langsung bersiap meninggalkan area pemakaman. Tetapi Bambang kembali menahan Aisha.

"Tunggu Nyonya Pramana! Ada hal-hal yang harus diselesaikan terkait kematian Alif," ujar Bambang dengan nada arogan.

Aisha langsung geram dengan ketidak sopanan pria itu. Dia paham apa yang dimaksud oleh mantan kakak ipar suaminya. Suaminya baru saja dimasukkan dalam liang lahat tetapi pria itu sudah berbicara hal-hal yang menyangkut perusahaan.

"Tuan Bambang dimana sopan santun Anda. Kami masih masa berkabung dan Anda datang membawa persoalan yang berada di luar wewenang Anda ke hadapan saya," geram Aisha.

Bambang menggaruk keningnya yang tidak gatal lalu membetulkan letak kacamata hitamnya.

"Baik Nyonya Pramana. Kita akan bertemu lagi pada rapat direksi seminggu kemudian," cetus Bambang lalu melangkah keluar area pemakaman. Aisha menatap kepergian pria itu dengan mata membara menahan emosi.

Aisha tidak akan lupa untuk berhati-hati pada pria paruh baya itu. Alif pernah memperingatkan Aisha betapa liciknya kakak dari almarhumah istri pertamanya tersebut.

Semasa hidup adiknya, Bambang selalu membujuk adiknya agar meminta izin pada Alif untuk memberikan saham milik adiknya agar dikelola olehnya. Karena rasa cinta Alif pada istrinya akhirnya dia mengalah dan mengizinkan Ratna istrinya menyerahkan perusahaan atas namanya di kota S agar dikelola oleh Bambang. Sebuah perusahaan iklan yang sedang berkembang pesat.

Ratna yang sakit-sakitan tidak menghiraukan lagi perusahaan itu hingga ajal menjemputnya karena penyakit kanker rahim yang dideritanya.

Dan tanpa sepengetahuan Alif, Bambang telah mengubah kepemilikan perusahaan adiknya tersebut atas namanya. Alif marah besar. Sejak saat itu Alif memutus akses Bambang ke perusahaan inti Pramana. Alif pun merelakan perusahaan di kota S jatuh ke tangan Bambang.

Kini pria itu seolah mencoba mengail di air keruh. Dia mencoba memanfaatkan kekosongan kursi pimpinan untuk meraih keuntungan bagi dirinya sendiri. Aisha harus benar-benar waspada dengan tipu muslihat pria itu.

***

Di kediaman keluarga Pramana.

Aisha berbaring termenung di atas tempat tidur dalam kamar tidurnya. Kedua tangannya memegang sebuah pigura gambar suaminya yang didekapkan di dadanya. Airmatanya tak berhenti berderai. Duka yang dirasakannya membuatnya lupa dengan segala hal. Bahkan dia mengabaikan putranya Alfa.

Hanya Dikta yang mengurus Alfa selama Aisha mengurung diri di kamarnya. Bocah itu sesekali rewel dan menangis mencari ayah dan ibunya. Dikta dengan sabar membujuk bocah lelaki itu dengan segala hal yang disukainya hingga dia berubah ceria lagi.

Ibu Fatimah, ibunda Aisha mengetuk pintu kamar anaknya. Ketika tak ada jawaban, Ibu Fatimah langsung membuka pintu. Dia tahu putrinya itu sedang bergelung dengan duka di kamarnya. Sudah dua hari Aisha terus menerus mengurung diri tanpa peduli apa pun.

Ibu Fatimah mendekati tempat tidur anaknya dan duduk di sana.

"Ais. Ayo makan dulu, Nak," ucap Ibu Fatimah pada putrinya yang berbaring membelakanginya. Tak ada jawaban. Ada deru napas tersengal yang menandakan bahwa Aisha sedang menahan tangisnya.

"Ais. Jangan seperti ini. Kamu harus bisa merelakan suamimu agar dimudahkan perjalanannya. Lihatlah kamu semakin kurus dan tidak terawat. Kamu harus makan, Nak!" pinta Ibu Fatimah sembari mengelus surai hitam putrinya.

"Ais tidak nafsu makan, Bu. Ais tidak pengen ngapa-ngapain," keluh Aisha. Suaranya terdengar serak karena menangis terus menerus.

"Tidak boleh seperti ini. Kamu harus kuat. Suamimu pasti tidak ingin kamu terus-terusan bersedih seperti ini. Kamu ingat masih ada putramu yang harus kamu rawat baik-baik. Dia adalah harta berharga yang dititipkan suamimu. Kasihan Alfa, Nak. Dia terus mencarimu beberapa hari ini," bujuk Ibu Fatimah.

Seketika Aisha tersadar. Dia bangun dan menghadap ke ibunya. Ibu Fatimah dapat melihat mendung kesedihan begitu tebal menggelayut di wajah putrinya. Dia kemudian merengkuh tubuh lemah Aisha dan wanita itu langsung menangis sejadi-jadinya di pelukan ibunya.

Aisha menumpahkan semua tangis sedihnya. Mengeluarkan semua ganjalan duka di dadanya. Hingga beberapa saat lamanya tangis itu pun mereda menyisakan isakan kepedihan dari seorang istri yang ditinggalkan oleh suami yang sangat dicintainya.

"Maafkan Ais Bu. Ais sudah khilaf dan melupakan semuanya," ujar Aisha di sela isaknya.

"Sabar, Nak. Kamu harus bersabar. Ini adalah ujian untukmu. Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Jalanilah dengan ikhlas agar arwah suamimu tenang di alam sana," hibur Ibu Fatimah.

Aisha mengangguk kemudian menyeka airmatanya. Benar. Alif pasti tidak senang melihat kondisinya sekarang. Dia benar-benar melupakan Alfa buah cinta mereka. Dia telah menelantarkan anaknya hanya karena larut dalam kesedihan. Padahal ada amanat besar dari suaminya yang harus dia jaga baik-baik.

Aisha segera keluar dari kamar tidurnya dan mencari putranya. Dia menemukan Alfa sedang bermain bersama Dikta di halaman belakang. Aisha langsung menghambur memeluk putranya. Menciumnya bertubi-tubi sebagai permintaan maaf karena telah mengabaikannya selama dua hari.

Dikta memandang drama menyedihkan di depannya dalam diam. Ada gurat kesedihan yang dalam terpatri di wajahnya. Dia hanya tidak menyangka jika majikannya akan pergi secepat ini dengan cara yang tragis.

Malam harinya diadakan takziyah malam ketiga Almarhum Alif yang dihadiri oleh tetangga, rekan bisnis Alif dan anak-anak panti asuhan yang dikelola Aisha. Semuanya khusyuk melantunkan doa-doa untuk Almarhum Alif.

***

Keesokan harinya.

Suara ketukan terdengar di pintu rumah Aisha. Bi Suri salah satu ART senior sigap membuka pintu. Di depan pintu berdiri dua orang pria berseragam polisi.

"Selamat pagi. Apakah benar ini kediaman keluarga Pramana?" tanya pria yang berdiri paling depan.

"Benar, Pak?" jawab Bi Suri.

"Kami dari kepolisian kota S ingin bertemu Nyonya Pramana,"

"Mari masuk, Pak. Saya akan memanggilkan Nyonya," kata Bi Suri mempersilahkan tamunya masuk kemudian memanggil nyonya majikannya.

Tak lama Aisha keluar dari ruang kerjanya diikuti oleh Dikta. Mereka berjabat tangan dengan tamu mereka.

"Silahkan duduk Pak," Aisha mengajak kedua polisi tersebut duduk di sofa ruang tamu yang mewah. Dikta ikut duduk bersama mereka.

"Saya langsung saja, Bu. Kami dari divisi Reskrim kepolisian kota S. Kami datang untuk menyampaikan informasi hasil penyelidikan kami terkait kecelakaan Tuan Alif Pramana," tutur pimpinan polisi tersebut.

"Bukankah kecelakaan itu adalah kecelakaan biasa? Apakah ada hubungannya dengan tindak kriminal?" imbuh Aisha.

"Hasil penyelidikan awal dari divisi lalu lintas seperti itu, Bu. Namun kami melihat ada kejanggalan dalam kecelakaan tersebut sehingga kami melakukan penyelidikan ulang. Dan hasilnya adalah kecelakaan tersebut bukan hanya lakalantas biasa tapi telah diatur oleh seseorang sebelumnya," jawab sang polisi.

"Tunggu. Maksudnya suami saya sengaja dicelakai oleh seseorang?" Aisha syok.

"Iya, Bu. Secara garis besar kami menemukan bahwa tali rem telah putus dan kondisi salah satu ban dalam keadaan longgar. Sehingga saat berada di jalur bebas hambatan dengan kecepatan maksimum sopir tidak dapat mengendalikan kendaraan dan menabrak pembatas jalan," jelas sang polisi.

Aisha menutup mulutnya dengan kedua tangannya mendengar penjelasan dari pihak kepolisian.

"Kami turut berduka cinta atas musibah yang menimpa Tuan Pramana dan mengharapkan kedatangan Nyonya ke kantor untuk memberikan beberapa keterangan tambahan." Kedua polisi itu pamit. Setelah tamu mereka pergi Aisha langsung tersungkur di lantai menangisi nasib tragis yang menimpa suaminya.

Siapa yang tega melakukan hal mengerikan itu pada Alif. Dia sangat paham tabiat Alif yang sangat hati-hati dalam hal kendaraan yang akan digunakan sebelum melakukan perjalanan jauh. Akibat ulah orang tidak bertanggung jawab itu, bukan hanya Aisha yang harus kehilangan tetapi ada keluarga lain yang juga kehilangan suami dan ayah mereka yaitu sopir pribadi yang meninggalkan istri dan empat orang anaknya.

Aisha tersedu dalam rengkuhan Dikta yang lagi-lagi dengan sabar menghiburnya.

Bersambung ...

๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ