Chereads / Bukan Salah Ta'aruf / Chapter 26 - Perjuangan Hendra

Chapter 26 - Perjuangan Hendra

9 Bulan Kemudian.

Fatma sedang terduduk sambil merenungi semua yang telah ia lalui selama sembilan bulan ini, ingatannya kembali membawa pada waktu ia menikah dulu. Ucapan lantang yang terdengar sangat tegas dari bibir Hendra seakan menambah kesan sakral di acara tersebut. Tanpa terasa airmata Fatma telah jatuh membasahi kedua pipinya, ia masih tidak menyangka jika suami yang begitu ia hormati bisa dengan tega memperlakukan dirinya seperti itu.

Kenapa semuanya harus terjadi sama aku. Gumam Fatma sambil mengelus perutnya yang sudah membesar dan tinggal menunggu waktu melahirkan.

Tak lama kemudian sang ibu datang menghampiri dirinya. "Fatma, ngapain sore-sore ngelamun? kamu lagi kepikiran sama Hendra ya?". Tanya sang ibu.

Fatma menghela nafas panjang. "Aku masih gak habis pikir bu, kenapa semuanya terjadi seperti ini. Padahal dulu yang aku tau, Mas Hendra itu baik dan bertanggung jawab".

"Kamu yang sabar ya, nak. Semoga Allah memberikan gantinya untuk kamu yang lebih baik dari Hendra". Ujar sang ibu sambil mengelus bahu kanan Fatma.

"Belum kepikiran bu untuk cari lagi, aku mau fokus urus masa depan aku dan Isyana". Gumam Fatma.

"Isyana? siapa?". Tanya sang ibu.

Fatma tersenyum. "Aku mau kasih nama cucu ibu dengan nama Isyana Kamila".

"Masya Allah, nama yang bagus. Ibu jadi gak sabar nunggu Isyana lahir". Gumam sang ibu.

"Ibu aja gak sabar, apalagi aku bu". Seru Fatma.

"Pokoknya kamu harus fokus sama kesehatan kamu dan calon anak kamu, Insya Allah kamu bisa melalui ini semua. Karena kamu gak sendirian, ada ibu sama ayah yang akan selalu support kamu". Ujar sang ibu.

Mendengar ucapan sang ibu, Fatma langsung memeluk sang ibu. Fatma bersyukur masih punya orang tua yang begitu sangat menyayangi dirinya, Fatma tidak tau lagi akan jadi apa dirinya tanpa orang tuanya. Tak lama kemudian suara ketukan pintu terdengar di ruang tamu, Fatma langsung bergegas menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.

Fatma sedikit malas ketika melihat seseorang yang kini telah berdiri tepat dihadapan dirinya. "Mau apa kamu kesini mas? kalau hanya untuk membicarakan hal yang sama, maaf aku tidak ada waktu untuk membahasnya". Gerutu Fatma.

"Tunggu Fatma, kasih aku waktu untuk bicara sebentar sama kamu". Paksa Hendra.

Fatma menghela nafas. "Yaudah, silahkan masuk mas". Sahut Fatma malas.

Hendra pun senang karena di berikan waktu sebentar untuk mengutarakan permintaan maafnya. "Fatma, aku tau kesalahanku sangat fatal. Tapi aku mohon kasih aku kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya, aku gak mau kehilangan kamu, aku mau hidup bahagia bersama kamu dan anak kita nantinya. Aku mohon Fatma, kasih aku kesempatan". Gumam Hendra.

"Mas, kamu gak bosen apa selama sembilan bulan yang diucapkan itu terus? lagian emang kamu gak di marahin apa sama bos kamu? kalau tiap bulan kamu absen hanya untuk ke Malang dan untuk membicarakan hal yang sama? sampai kapanpun jawabanku tidak akan pernah berubah mas, tekad ku sudah bulat. Aku tidak bisa memberikan kesempatan untuk kamu, Insya Allah aku bisa jalani hidup aku sendiri". Cetus Fatma.

Hendra menghela nafas dengan frustasi, ia tidak tau lagi harus memelas seperti apa kepada Fatma. Tapi jauh dalam lubuk hatinya, Hendra sangat mencintai Fatma dan tidak ingin kehilangan Fatma dalam hidupnya.

"Sudahlah nak, Hendra. Kamu jangan paksa terus anak ibu, biarkan Fatma bahagia dengan jalan yang ia tentukan sendiri arahnya. Lagi pula kalau kamu sering bolos kerja juga gak bagus, ibu takut kalau kamu akan di pecat nantinya". Ujar sang ibu mertua tiba-tiba yang keluar dari dalam.

"Tapi bu, saya benar-benar masih mencintai Fatma". Rengek Hendra.

"Kalau kamu benar-benar mencintai Fatma, harusnya kamu jaga dia dan cintai dia. Bukannya malah bermain api dibelakangnya, ibu mana yang rela anaknya di sakitin? gak ada yang mau Hendra". Sahut sang mertua.

"Sudah mas, sebaiknya kamu pergi dari sini. Jangan bikin ibu jadi tambah beban pikiran, kamu boleh kesini lagi nanti ketika anakmu lahir. Karena aku ingin anakku mendengar suara ayahnya untuk pertama kalinya". Ujar Fatma.

"Benarkah Fatma? baiklah kalau begitu, aku tunggu kabar dari kamu Fatma. Kalau bisa aku akan berada di Malang sampai hari kamu melahirkan, aku akan usahakan untuk minta cuti lebih panjang dari kantor. Kalau begitu, aku pamit dulu ya bu, Fatma, assalamualaikum". Sahut Hendra senang.

Waalaikumsalam. Sahut Fatma dan sang ibu berbarengan.

"Kalau ibu lihat sepertinya Hendra sangat menyesali perbuatannya, apa kamu benar-benar ingin bercerai? apa kamu sudah memikirkan semuanya matang-matang?". Tanya sang ibu.

"Bu, kenapa ibu jadi khawatir kaya gini? aku sudah memikirkan semuanya bu dan aku tidak akan pernah kembali bersama Mas Hendra". Gumam Fatma menyakinkan sang ibu. Sang ibu hanya tersenyum pada Fatma dan mengusap pipi kiri Fatma dengan lembut.

Sementara itu di lain tempat, Hendra baru saja tiba di tempat tinggal Annisa di Surabaya, sementara Annisa langsung membuatkan secangkir teh hangat untuk Hendra.

"Di minum dulu sayang tehnya". Ujar Annisa.

"Makasih Nis". Sahut Hendra.

"Kamu pasti tadi ke Malang dulu kan? gimana apa Fatma sudah melahirkan?". Tanya Annisa antusias.

"Belum, untuk itu aku akan berada disini lebih lama sampai waktu Fatma melahirkan. Aku akan menemani Fatma ketika melahirkan nanti". Seru Hendra.

"Kamu gak ada niatan balik lagi sama dia kan mas?". Tanya Annisa penasaran.

Hendra menghela nafas. "Justru itu yang ingin aku katakan sama kamu, aku ingin kembali bersama Fatma dan anakku—Terus aku gimana?". Annisa langsung memotong ucapan Hendra.

"Lalu aku harus bagaimana, annisa? Fatma itu masih istri sah aku". Seru Hendra.

"Aku ini juga masih istri sah kamu mas, kamu gak bisa seenaknya gitu dong tanpa memikirkan perasaan aku". Protes Annisa. "Pokoknya aku gak mau tau, kamu harus ceraiin Fatma dan kamu harus nikah ulang sama aku". Sambung Annisa. Kini Hendra benar-benar berada dalam kondisi yang sangat sulit, dirinya tidak tau harus bersikap bagaimana.

"Kasih aku waktu untuk berpikir Nis, aku benar-benar bingung harus bagaimana. Kalau aku balik sama kamu, belum tentu keluarga besar kamu bisa nerima aku. Sedangkan dulu saja mereka sangat tidak menyukai ku". Ujar Hendra.

"Mas, kondisi dulu sama sekarang itu beda. Dulu mereka gak suka sama kamu karena mikirnya kamu belum bisa bahagiain aku, kalau sekarang kan keadaannya sudah beda. Kamu punya pekerjaan yang bagus, punya rumah, mobil dan bisa bolak-balik Jakarta Surabaya pakai pesawat lagi". Seru Annisa.

"Jadi kalau aku tidak memiliki itu semua, kamu tidak akan mau balik sama aku?". Dengus Hendra.

"Haduh mas, kamu ini bodoh banget sih jadi orang. Dulu waktu kita baru nikah kamu punya apa aku tanya? dan aku mau kan nerima kamu apa adanya, bahkan aku bela-belain jadi TKI untuk kerja di pabrik luar negeri. Semua karena apa? karena aku ingin hidup kita berubah, agar keluarga aku gak menghina kamu dan sekarang kamu sudah mapan harusnya kamu buktiin sama keluarga aku kalau kamu itu layak untuk bahagiain aku". Ketus Annisa.

Hendra terdiam mendengar ucapan Annisa, ia semakin bingung harus mengambil keputusan seperti apa karena dirinya kini benar-benar dalam keadaan yang sangat sulit. Sementara itu Annisa akan berusaha sekeras mungkin agar Hendra tidak kembali lagi dengan Fatma, karena bagaimana pun Annisa menganggap jika dirinya juga berhak akan Hendra sepenuhnya.