Fatma sedang sibuk berkutat di dapur dengan masakannya, tak lama kemudian Annisa datang menghampiri Fatma. Dengan nada malas, Annisa meminta Fatma untuk membuatkan secangkir teh hangat untuknya.
"Lagi masak?". Ujar Annisa.
"Iya mbak". Sahut Fatma tanpa menoleh kearah Annisa.
"Bikinin saya teh dong, nanti bawain ke kamar saya ya". Gumam Annisa dan langsung berlalu dari hadapan Fatma.
Namun Fatma tidak menghiraukan ucapan Annisa, Fatma tetap fokus melanjutkan masakan yang sedang dibuatnya.
Memangnya kamu siapa? Seenaknya nyuruh orang. Gerutu Fatma.
Setelah sepuluh menit berselang, Fatma sudah mulai menata masakannya di meja makan. Tak lama kemudian Annisa kembali datang dan mulai memaki Fatma.
"Fatma, mana teh yang saya minta? Kenapa kamu belum anterin juga ke kamar saya?". Gerutu Annisa.
"Maaf ya mbak, saya ini bukan pembantu. Mbak liat sendirikan tadi saya lagi sibuk masak, lagian kalau mbak buat teh sendiri juga bisakan?". Gumam Fatma.
"Kurangajar ya kamu Fatma, kamu memang tidak tahu diri, dasar pelakor". Seru Annisa.
Karena kesal Fatma langsung menggebrak meja makan dengan kedua tangannya. "Cukup mbak, jaga omongan Mbak Annisa. Dan saya tegaskan sekali lagi sama mbak, kalau saya ini bukan pelakor". Gumam Fatma kesal.
Tak lama kemudian Hendra datang untuk menenangkan mereka berdua.
"Ada apa ini? Kenapa kalian bertengkar?". Gumam Hendra.
"Mas Hendra, kamu kasih tau sama perempuan itu kalau aku ini bukan pelakor seperti yang ia ucapkan". Seru Fatma menangis sambil menunjuk kearah Annisa.
"Loh memang kenyataannya begitu kan, kamu itu ngerebut suami saya. Apa itu namanya bukan pelakor?". Ujar Annisa.
"Cukup Annisa, kamu sudah keterlaluan. Fatma gak salah apa-apa, jadi kamu jangan sembarangan bicara". Seru Hendra.
"Terus aja mas, kamu belain pelakor kamu ini". Gumam Annisa.
"Nisa, cukup!! Apa kamu gak paham sama kata-kata ku?". Ujar Hendra kesal.
Karena kesal mendengar ucapan Hendra, Annisa segera pergi dari hadapan Fatma dan juga Hendra. Sementara Hendra langsung menenangkan hati Fatma.
"Sayang, kamu gak usah dengerin omongannya Annisa ya. Dia bersikap seperti itu karena ia iri denganmu". Ujar Hendra.
"Sampai kapan aku harus seperti ini mas? Aku bukan pelakor mas, aku sama sekali gak pernah merebut kamu dari dia. Justru kamu yang sudah menipu aku dan juga kedua orangtuaku". Tegas Fatma sambil menitikan airmata.
Hendra menghela nafas. "Sayang, aku benar-benar minta maaf sama kamu. Aku sama sekali gak ada niat untuk menipu kamu dan juga kedua orangtuamu, aku menikahimu karena aku benar-benar mencintai kamu Fatma". Gumam Hendra.
"Cinta? Cinta yang seperti apa mas? Kalau kamu benar-benar mencintai aku, harusnya kamu jujur sama aku dari awal kalau kamu sudah pernah menikah sebelumnya". Seru Fatma dan langsung bergegas pergi dari hadapan Hendra.
"Fatma, Fatma tunggu Fatma, Sayang buka pintunya. Fatma dengerin penjelasan aku dulu sayang". Ujar Hendra sambil mengetuk pintu kamarnya, namun Fatma tak menghiraukan ucapan Hendra sama sekali.
Kali ini kesabarannya benar-benar sudah habis, ia seperti sudah tak sanggup lagi menghadapi masalah ini. Baru saja kemarin ia bisa bernafas lega ketika Kinar sudah tidak ada lagi di kehidupan rumah tangganya, namun kini muncul Annisa yang datang dan mengaku sebagai istri sah suaminya.
Cobaannya dalam pernikahan langsung datang bertubi-tubi, Ta'aruf yang ia idamkan ternyata menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Ingin menyesal pun rasanya percuma, karena semuanya sudah terjadi dan tidak akan mungkin kembali seperti semula.
"Astagfirullahaladzim, kenapa semuanya bisa terjadi seperti ini" gumam Fatma terisak, Fatma mencoba menguatkan diri dengan cara berdzikir sampai pada akhirnya ia tertidur pulas sambil memegang tasbih.
Sementara Hendra yang merasa frustrasi langsung menyerah untuk mengetuk pintu dan memutuskan untuk duduk di sofa yang berada di ruang tengah. Hendra bingung harus melakukan apa, ia takut jika sampai harus kehilangan Fatma.
"Berilah petunjukmu, Tuhan. Aku sangat bingung dalam menghadapi masalah ini, aku tidak ingin jika sampai kehilangan Fatma" ujar Hendra dalam hati.