Chereads / Bukan Wonder Woman / Chapter 37 - BWW #37

Chapter 37 - BWW #37

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Elena sedang duduk sendirian di bangku ruang tunggu poli Obgyn atau Obstetri dan Ginekologi atau umumnya orang mengenal dengan istilah poli kandungan.

Rasa sakit pada bagian perutnya mendorong Elena untuk memeriksakan keluhan yang dialaminya ke rumah sakit. Namun alih-alih mengajak Danuar, Elena memutuskan pergi sendiri tanpa mau merepotkan suaminya yang terus-terusan sibuk urusan pekerjaan.

Sesampainya di rumah sakit, Elena bingung mau kemana. Dan entah bisikan dari mana akhirnya Elena memutuskan mengambil nomor antrian untuk pemeriksaan kandungan. Maka di sinilah dirinya bersama beberapa pasien perempuan dengan perut buncit. Elena mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mengamati wajah semringah dari perempuan-perempuan yang tampak begitu bahagia akan memeriksakan kandungan mereka. Beberapa ibu hamil itu datang bersama suaminya dan para suami mereka begitu protektif sambil sesekali mengelus perut istri mereka. Elena menatap iri dan berharap suatu saat dirinya kembali diberi kesempatan untuk merasakan hal yang sama.

Tanpa sadar Elena mengelus perutnya yang rata. Setitik bening menetes di sudut matanya. Ada rasa sesal menyesak di rongga dadanya. Elena segera menyusut airmatanya saat nomor antriannya disebut.

Elena masuk ke dalam ruang praktek sang dokter kandungan dan disambut oleh seorang dokter pria dengan kacamata berbingkai tipis serta wajah penuh karisma.

"Silahkan duduk Nyonya ... Elena?" Sang dokter menyapa sambil melihat kartu kunjungan pasien.

"Benar, Dok," jawab Elena sembari duduk di salah satu kursi kosong di depan meja kerja sang dokter.

"Ada yang bisa saya bantu Nyonya Elena?" tanya Dokter Dana sesuai dengan name tag di jas snelinya.

"Entah tepat keputusan saya untuk datang ke sini tetapi saya hanya mengikuti kata hati saya, Dok. Saya ... saya hanya ingin memeriksakan diri saya," tukas Elena lirih. Dia terlihat ragu. Sesaat Dokter Dana mengamati Elena lalu mengangguk-angguk dibarengi senyum hangatnya.

"Baik. Mari kita periksakan dulu. Silahkan Nyonya Elena berbaring di sana. Saya akan melakukan pemeriksaan USG," pinta Dokter Dana. Elena beranjak ke tempat tidur yang ditunjuk sang dokter.

Dokter Dana meminta izin untuk menyingkap kemeja Elena di bagian perut dan mengoleskan gel dingin di atas perut perempuan itu. Dokter Dana kemudian menempelkan probe ke atas perut Elena untuk pemindaian ultrasonography atau USG.

Dokter Dana memandang layar LCD yang terhubung dengan mesin USG dengan raut serius. Berulang kali dia memutar probe di atas permukaan kulit Elena lalu fokus pada satu titik. Dahi sang dokter berkerut dalam dan sesekali dia membetulkan letak kacamatanya yang sudah pada tempatnya.

Sekian menit kemudian Dokter Dana menyudahi pemeriksaannya dan menyerahkan beberapa lembar tisu kepada Elena untuk membersihkan gel. Dokter Dana kembali ke meja kerjanya dan menulis beberapa catatan di buku catatannya dengan ekspresi serius.

Elena kembali duduk di kursinya setelah membenahi kemejanya. Dia ikut diam mengamati sang dokter yang masih serius menulis. Entah apa yang ditulisnya karena tulisan sang dokter hanya tampak seperti tulisan abstrak dari prasasti zaman kuno.

Tak lama sang dokter mengangkat wajahnya dan memusatkan perhatiannya pada Elena.

"Apakah Nyonya hanya datang sendiri?" tanya Dokter Dana. Elena mengangguk.

"Suaminya?" tanya sang dokter lagi.

"Sedang kerja. Dan saya sengaja tidak mengajaknya. Kenapa Dok? Apakah saya baik-baik saja?" balas Elena.

"Apakah selama ini Nyonya mengalami gejala sakit atau sesuatu seperti nyeri pada bagian perut?" Dokter Dana memulai sesi tanya jawabnya.

"Iya Dok. Akhir-akhir ini saya sering mengalami nyeri mmm ... semacam sakit yang menggigit di perut," jawab Elena.

"Sudah berapa lama?"

"Sekitar sebulan ini."

"Sudah berapa lama menikah? Apakah suami tahu?" tanya sang dokter lagi.

"Kami menikah sudah dua bulan dan suami saya tahu," jawab Elena gugup. " Sebenarnya apa yang terjadi Dok? Saya baik-baik saja kan?"

Dokter Dana menghela napas sejenak.

"Setelah pemeriksaan USG tadi saya menemukan ada sesuatu yang tidak wajar pada kandungan Nyonya Elena?" ucap Dokter Danu perlahan.

"Maksudnya Dok?" Elena kian gugup.

"Saya harap Nyonya menjawab jujur demi keakuratan pemeriksaan dan juga agar kami bisa memberikan penanganan yang tepat. Apakah Nyonya pernah melakukan aborsi?"

Elena menelan ludahnya yang terasa pahit mendengar pertanyaan sang dokter. Mungkin dokter itu sudah tahu tapi dia hanya ingin memastikan dan Elena tidak punya pilihan selain menjawab jujur.

"Iya, Dok," lirih Elena. Dokter Dana manggut-manggut sejenak.

Dokter Dana meletakkan foto sonogram hasil pemeriksaan USG di atas meja.

"Ada robekan pada dinding rahim Nyonya Elena di titik ini. Dan robekan itu mulai mengalami infeksi. Saya menduga robekan itu terjadi saat proses aborsi sebelumnya. Dan yang mengkhawatirkan adalah luka infeksi pada robekan ini mempengaruhi kinerja otot rahim dalam melakukan pembuahan. Otot rahim melemah dan tidak bisa melakukan kinerjanya dengan baik. Jadi secara medis rahim Nyonya Elena tidak siap untuk melakukan pembuahan bahkan sangat riskan dan bisa membahayakan diri Nyonya," ungkap Dokter Dana.

Elena menutup mulutnya karena terkejut mendengar penjelasan sang dokter. Seketika wajahnya putih seputih kertas di atas meja di depannya.

"Kondisi Nyonya Elena semakin mengkhawatirkan. Bisa jadi ini adalah efek samping dari tindakan aborsi yang tidak mendapatkan tindakan perawatan yang intensif setelahnya. Apapun alasan Nyonya Elena di masa lalu tetapi tindakan aborsi itu telah memberikan efek berbahaya bagi rahim Anda. Saya akan memberikan rujukan untuk Nyonya Elena kepada salah satu dokter spesialis Ginekologi di rumah sakit ini yaitu Dokter Wirajaya. Beliau menangani kasus seperti ini dengan sangat baik. Saya harap Nyonya mau melakukan pemeriksaan menyeluruh hari ini," cetus Dokter Dana. Dia memanggil perawat yang menjadi asistennya. Sang dokter lalu memberikan beberapa instruksi pada perawat tersebut.

"Nyonya Elena akan diantar oleh Suster Ida menemui Dokter Wirajaya. Silahkan Nyonya!"

Elena masih termenung di tempat duduknya. Airmatanya mulai mengalir setetes demi setetes ke pangkuannya.

"Dokter, bolehkan saya meminta tolong sesuatu pada Anda?" lirih Elena menatap Dokter Dana dengan airmata berderai. "Tolong rahasiakan hal ini dari suami saya."

"Tetapi suami Anda patut mengetahui sakit yang Nyonya alami agar memudahkan proses pengobatan. Nyonya perlu dukungan dari suami Nyonya," pungkas Dokter Dana.

"Saya mohon Dok. Hanya sementara sampai saya siap mengatakan kepada suami saya. Saya mohon." Elena berusaha memelas. Dokter Dana akhirnya mengalah dan menyanggupi.

Suster Ida lalu menemani Elena bertemu Dokter Wirajaya. Seorang dokter berusia kira-kira setengah abad dengan kepala separuh kehilangan rambut. Dokter itu ramah dan menyambut Elena dengan senyum simpatik. Dokter Dana telah meneleponnya dan secara singkat telah menceritakan kondisi yang dialami Elena.

Sepanjang siang dijalani Elena dengan berbagai pemeriksaan untuk memindai masalah dalam rahimnya. Elena kembali mendengarkan penjelasan dari Dokter Wirajaya yang sebagian besar sama dengan yang dijelaskan oleh Dokter Dana.

Elena hanya bisa menggigit bibirnya sedih mendapati kenyataan yang menyakitkan di depan mata. Baru dua bulan dia menikmati manisnya madu pernikahan bersama Danuar, kini dia dihadapkan oleh kenyataan pahit bahwa dia akan sulit untuk mengandung. Kondisi rahimnya parah dengan luka infeksi yang bisa mengancam jiwanya.

Dokter Wirajaya menyarankan perawatan intensif segera untuk mencegah penyebaran infeksi lebih jauh. Bahkan Dokter Wirajaya berniat menahan Elena di rumah sakit untuk secepatnya memberi tindakan. Namun Elena menolak dengan alasan akan mendiskusikan dengan suaminya terlebih dahulu.

Dokter Wirajaya tidak bisa memaksa dan hanya meminta Elena agar segera kembali ke rumah sakit.

Sepulang dari rumah sakit Elena jadi lebih banyak diam dan murung. Hidupnya tampak tidak bersemangat. Seringkali Danuar memergoki istrinya termenung seolah ada banyak beban di pikirannya. Ketika Danuar menegurnya Elena berusaha memasang senyum semanis mungkin di wajahnya tanpa memberikan penjelasan apa pun. Dia bertekad akan merahasiakan hasil pemeriksaan rahimnya dari Danuar.

Dia belum siap untuk memberitahunya. Dengan menceritakan hasil pemeriksaannya maka otomatis dia harus memberitahu penyebabnya infeksi rahimnya. Dan Elena tidak siap memberitahu tentang masa lalunya pada Danuar. Suaminya memang tahu kalau dia putus dari kekasihnya. Tetapi Danuar tidak pernah tahu kalau Elena pernah mengorbankan benih cintanya dengan Handi untuk bersamanya.

Elena terus menangis setiap kali mengingat semua kemalangan yang dialaminya. Mungkin ini balasan atas perbuatan bejatnya. Mungkin Tuhan sedang menghukumnya.

Hal ini berdampak pada kondisi tubuh Elena. Elena jadi kehilangan selera makan. Sering kali dia harus sembunyi-sembunyi saat rasa sakit yang menyengat itu datang. Semua itu hanya untuk menghindari kecurigaan Danuar dan kedua mertuanya.

Tetapi rahasia hanyalah rahasia. Sesungguhnya tak ada yang abadi di dunia ini bahkan untuk sepotong rahasia.

Mungkin Elena masih bisa menyembunyikannya selama selama seminggu sampai tiba waktu rahasia itu terkuak dengan sendirinya.

Suatu pagi di awal pekan. Danuar sedang bersiap berangkat ke kantor. Dia telah selesai berpakaian sementara Elena sibuk menyiapkan sarapan di dapur.

Danuar meraih tas kerjanya tiba-tiba dia teringat sesuatu.

"Yang, buku nikah kita dimana?" teriak Danuar dari arah tangga.

"Untuk apa?" tanya balik Elena dari arah dapur.

"Mau fotocopy untuk bikin kartu keluarga baru, Yang," jawab Danuar.

"Ada di lemari pakaian aku di atas kotak warna biru," sahut Elena.

"Oke!" Danuar kembali berlari ke dalam kamar menuju lemari pakaian Elena. Setelah membuka pintu lemari yang penuh dengan pakaian mahal istrinya, Danuar mulai memindai perlahan isi lemari. Ada dua kotak di dalam lemari yang terletak di rak atas yaitu kotak biru dan cokelat.

Dengan hati-hati Danuar meraba permukaan setiap kotak hingga menemukan apa yang dicari. Kotak cokelat sedikit berpindah karena terbentur tangan Danuar saat memeriksa permukaannya. Dia kembali membetulkan letaknya. Tetapi Danuar melihat ada sesuatu yang menyembul keluar di bawah kotak tersebut.

Di dukung rasa penasaran tinggi Danuar menarik benda berbentuk kertas tipis tersebut dari bawah kotak. Ternyata sebuah amplop berwarna cokelat. Seperti ada sesuatu di dalamnya.

Danuar mengamati amplop tersebut bolak balik tetapi tidak menemukan pengirim atau sesuatu tertulis di atasnya. Pria itu kemudian membuka dan menarik isinya. Terdapat dua lembar kertas di dalamnya, selembar kertas putih dengan berbagai tulisan dan satu buah foto USG seukuran kertas pertama.

Danuar sekilas membaca kertas pertama. Di sana tertulis nama Elena sebagai pasien dan nama Dr. Wirajaya, Sp.OG(K) sebagai dokter spesialis Ginekologi di sebuah rumah sakit swasta terbesar di kota P.

Danuar berdebar membaca kalimat-kalimat dalam lembar diagnosis tersebut. Meskipun tidak memahami secara rinci informasi di atas kertas tetapi secara garis besar Danuar menyimpulkan bahwa ada yang tidak beres dengan kesehatan reproduksi Elena.

Bertanya kepada istrinya? Mungkin dia tidak akan mendapatkan penjelasan yang memuaskan karena pastilah Elena akan mengelak. Dia hapal betul tabiat istrinya yang selalu menghindar saat ditanya suatu perkara. Satu-satunya cara adalah bertemu dan bertanya langsung kepada dokter yang menanganinya.

Danuar mengembalikan amplop cokelat itu pada posisi semula dan menutup pintu lemari.

"Sudah ketemu, Yang?" tanya Elena di belakang Danuar.

Danuar berbalik dan menatap lamat-lamat wajah istrinya. Danuar baru menyadari jika wajah istrinya tampak lebih tirus dan pucat serta tubuhnya terlihat lebih ramping atau masuk kategori kurus. Selama ini dia berpikir Elena sedang menjalani diet ketat seperti yang dilakukan kebanyakan teman sosialitanya.

"Kenapa, sayang?" tanya Elena lagi dengan perasaan heran karena suaminya tak berhenti menatapnya. Elena melingkarkan kedua lengannya di pinggang suaminya.

"Tidak ada apa-apa. Ayo sarapan! Aku mau segera berangkat," jawab Danuar. Dia kemudian mengurangi pelukan istrinya dan menarik tangan perempuan itu ke ruang makan. Mereka sarapan dalam diam.

Danuar berangkat ke kantor dengan pikiran kusut. Dia terus memikirkan hasil diagnosis istrinya. Rasanya tidak sabar ingin bertemu dengan Dokter Wirajaya namun ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan lebih dahulu.

Sepanjang pagi hingga siang dilalui Danuar dengan hati tidak tenang. Akhirnya setelah istrahat makan siang Danuar memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Rasa penasaran yang membucah dihatinya tidak dapat ditahan lagi.

Danuar bertanya pada respsionis di lobi depan.

"Selamat siang. Ada yang bisa dibantu?" tanya petugas jaga.

"Saya mau bertemu Dokter Wirajaya. Penting," jawab Danuar.

"Sudah buat janji?" tanya petugas jaga lagi.

"Belum."

"Tunggu sebentar saya tanyakan dulu," ucap sang petugas. Dia lalu mengangkat gagang telepon dan mulai berbicara di sambungan telepon selama beberapa saat.

"Siapa nama Anda?" Petugas jaga berbalik kepada Danuar.

"Danuar Raharja," jawab Danuar cepat.

Petugas itu kembali berbicara di telepon. Tak lama sang petugas mengembalikan gagang telepon pada tempatnya.

"Dokter Wirajaya sedang melakukan operasi. Setengah jam lagi selesai. Anda diminta menunggu di depan ruangan beliau di lantai tiga," tutur petugas jaga tadi.

Setelah mendapatkan penjelasan rinci, Danuar segera menuju ke lantai tiga dan menunggu di sebuah bangku nyaman di depan ruang sang dokter.

Empat puluh lima menit kemudian, seorang pria paruh baya dengan jas snelinya menghampiri Danuar. Mereka berjabat tangan dan masuk ke dalam ruangan beriringan.

Danuar duduk nyaman di depan meja kerja sang dokter. Dia sudah tidak sabar melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang bercokol di pikirannya.

"Bagaimana kabar Pak Danuar?" sapa Dokter Wirajaya berbasa-basi.

"Alhamdulillah sehat, Dok," jawab Danuar dengan senyum ramah.

"Maaf saya tidak menghadiri resepsi pernikahanmu. Saya ada urusan mendadak ke luar negeri waktu itu." Dokter Wirajaya melanjutkan sesi basa-basinya.

"Tidak masalah, Dok. Saya paham kalau Anda orang sibuk." Dokter Wirajaya terkekeh mendengar ucapan Danuar.

"Jadi, apa yang bisa saya bantu?" tanya sang dokter akhirnya. Danuar mendehem sejenak berusaha mengatur emosinya.

"Beberapa hari yang lalu istri saya Elena menemui Anda. Saya tahu karena saya menemukan lembar hasil pemeriksaan dirinya yang ditanda-tangani oleh Anda sendiri." Danuar menjeda sesaat sambil menarik napas sebelum melanjutkan. "Saya tidak paham mengapa dia datang memeriksakan diri pada Anda? Dan ... apakah ada sesuatu yang terjadi pada istri saya?"

Dokter Wirajaya manggut-manggut dan tersenyum simpatik kepada Danuar. Dia lalu mengambil selembar kertas dari map file di lemari tepat di samping meja kerja dan meletakkan di atas meja. Danuar semakin berdebar menunggu penjelasan sang dokter.

"Sebelum bertemu dengan saya, Nyonya Elena terlebih dahulu berkonsultasi dengan salah satu dokter Obgyn kami karena keluhan nyeri di perut. Dari dokter tersebut Elena dibuatkan rekomendasi untuk konsultasi kepada saya. Karena dokter Obgyn menemukan ada yang tidak beres dengan rahim Nyonya Elena," ungkap Dokter Wirajaya.

"Maksud Dokter?"

"Ada robekan di rahim Nyonya Elena yang sudah mengalami infeksi hebat. Infeksi tersebut mengganggu kinerja rahim Nyonya Elena sehingga ... kami mendiagnosis kalau sangat kecil kemungkinan rahim Nyonya Elena bisa membuahi dan menampung bayi," tambah Dokter Wirajaya lagi.

Wajah Danuar langsung kaku. Pelipisnya berdenyut hebat. Bahkan dia sudah tidak fokus mendengarkan keseluruhan penuturan sang dokter ahli. Hanya beberapa hal yang bisa ditangkap indra pendengarannya dengan benar yang membuat jantungnya seperti dihantam dengan palu godam dengan keras.

Elena pernah melakukan aborsi?

Bersambung ....

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Fiuuuhhh 2200 lebih kata berhasil dirilis dan semuanya hanya berkisar tentang Elena. Warbiassaaa ๐Ÿค“

Di episode ini juga saya meminjam nama dokter Obgyn saya 5 tahun lalu sebagai salah satu cast yaitu Dokter Dana. Waktu nulis semalam tetiba keingat beliau yang sangat ramah dan baik waktu aku konsul kehamilan. Beliau juga tampan dan muda meski kepalanya sudah sedikit mengalami kebotakan ๐Ÿ˜†

Oke abaikan sesi curhat unfaedah ini.

Dukung terus Ayushita, Arjuna dan kawan-kawan dengan batu kuasa dan komen positif.

Mmuuuaaach sayonara babaii! ๐Ÿ˜˜