Sinar mentari pagi menyorot ke dalam kamar Maureen, membangunkan gadis itu dari tidur lelapnya. Perlahan Maureen membuka matanya, suara pintu diketuk seakan memaksa kesadarannya kembali lebih cepat dari yang diinginkannya.
Semalam Maureen lumayan sulit untuk tidur, karena hari yang lumayan bersejarah bagi hidupnya akan segera ia jalani. Hari di mana akhirnya Maureen kembali bersekolah.
Setelah pembicaraan panjang dengan Heri dan Aldy, akhirnya Maureen memutuskan untuk masuk ke sekolah yang sama dengan Aldy, yaitu SMAS Caius Ballad. Meski harus mengulang kelas satu lagi.
"Reen?" panggil Aldy yang baru selesai mandi dan sudah lengkap dengan seragam sekolahnya.
Aldy memang selalu bangun lebih awal, tepatnya ketika ia mendengar adzan Subuh dari masjid yang berada di sekitar rumahnya. Rutinitasnya yang selama ini ia lakukan adalah jogging mengitari wilayah komplek rumahnya.
"Hmmm ... " Maureen bergumam, masih berbaring di atas kasurnya yang super nyaman dan berbalik.
Aldy membuka pintu Maureen yang memang tak pernah dikunci itu. Aldy melihat Maureen masih berbaring dalam kondisi tengkurap dan menenggelamkan wajahnya pada bantal.
Aldy mendekati Maureen dan mengelus lembut kepala adik yang sangat disayanginya itu. "Bangun, siap-siap buat hari pertama sekolah."
"Sepuluh menit lagiii ... " rengek Maureen, belum membuka matanya.
Aldy menarik selimut yang membungkus tubuh Maureen, namun Maureen menarik kembali selimutnya sebagai bentuk perlawanan.
Walau begitu, Aldy tak pernah gagal untuk memaksa Maureen meninggalkan kasurnya selama ini. Aldy pun menyerang titik lemah Maureen tanpa ragu, mulai menggelitik pinggangnya yang membuat Maureen menggeliat penuh perlawanan.
"Kak Aldy, geli!" ronta Maureen berusaha menahan serangan demi serangan yang Aldy berikan padanya.
"Bangun ga?! Cepet!"
"Iya iya! Iya Maureen bangun sekarang!" teriak Maureen sambil terkekeh. Ia memang tak pernah tahan jika tubuhnya dikelitik oleh Aldy.
Maureen dan Aldy saling bertatapan, dengan tubuh Aldy tepat berada di atas Maureen. Wajah mereka sejajar, namun Maureen menjulurkan lidahnya dengan aksen mengejek.
"Weeeek!" ejeknya pada Aldy lalu menarik selimutnya ke atas hingga menutupi seluruh wajahnya.
Aldy menyibakkan selimut yang menutupi wajah Maureen, membuat wajah mereka berdua kembali bertemu. "Cepetan Reen, lo ga mau telat di hari pertama kan?"
"Biarin. Paling cuman dihukum."
Aldy bangkit dari atas tubuh Maureen, menyelipkan kedua tangannya di antara tubuh Maureen dan kasur dari samping dan menggendong Maureen beserta selimut yang membungkus tubuhnya dengan gaya bridal.
"Kak Aldy!"
Aldy tak menggubrisnya. Ia terus menggendong Maureen dan menurunkannya di dalam kamar mandi. Aldy langsung keluar dan menutup pintu kamar Maureen dan menahannya.
"Kak Aldy, buka!"
"Mandi cepet!"
"Tapi selimutnya ... "
Aldy membuka pintu kamar mandi, berniat untuk menerima selimut namun yang terjadi Maureen langsung berlari ke arah kasur. Lebih tepatnya, gadis itu mencoba berlari kembali ke kasurnya, namun Aldy dengan refleks yang cukup cepat menangkap tubuh Maureen.
Dengan kedua tangan Aldy yang melingkar di pinggangnya, Maureen tak memiliki kesempatan untuk kabur.
"Hahaha iya iya, Maureen mandi!"
Aldy yang baru saja menyadari sesuatu langsung melepaskan pelukannya pada pinggang Maureen dan berbalik.
Maureen mengerutkan keningnya menatap punggung Aldy.
Keduanya tak menyadari hal yang lumayan fatal.
Saat ini, setelah selimut sudah tak lagi menyelimuti tubuh Maureen, sesuatu yang sepertinya kurang pantas dilihat oleh Aldy pun terekspos dari tubuh bagian bawah Maureen.
Tepatnya, celana dalam berwarna biru muda yang dikenakan oleh Maureen terlihat. Dan gadis itupun baru sadar kalau semalam ia hanya tidur mengenakan kaus dan celana dalam.
Maureen baru menyadarinya saat ia melihat ke arah bawah.
"Aaaaaa!" teriak gadis itu yang lalu terburu-buru masuk ke dalam kamar mandi dan langsung menutupnya dengan keras. Suara pintu kamar mandi dibanting di belakangnya membuat Aldy menyadari bahwa Maureen sudah masuk ke sana.
Aldy menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan gusar.
Namun Aldy juga merasakan sesuatu yang aneh.
Tepatnya, ia merasakan 'adik kecil'-nya juga menunjukkan reaksi yang wajar bagi seorang remaja lelaki yang tumbuh dengan sehat setelah melihat hal yang dapat merangsang libidonya.
Aldy menggelengkan kepalanya dan berjalan keluar kamar Maureen.
Ia tak ingin menghabiskan waktu di kamar mandi lagi hanya untuk menenangkan 'adik kecil'-nya yang terbangun berkat kecerobohan Maureen.
Pagi itu benar-benar kacau.
***
Deru kendaraan dari engine mesin motor sport hadil modifikasi yang telah di bor-up menggema di pintu gerbang depan SMAS Caius Ballad.
Tak perlu lagi menerka siapa lelaki yang mengendarai motor tersebut. Dengan belutan jaket bomber berwarna hitam yang membungkus seragam sekolahnya, sepatu kets Vans hitam bertali putih dengan aksen garis Old-Skool, dilengkapi helm full-face yang menutupi selutuh wajahnya.
Dia adalah Rizaldy Pradipta, lelaki yang kini duduk di bangku kelas tiga. Murid paling disegani, sekaligus paling dipuja di seluruh sekolah. Bad-boy nomer satu yang cukup dengan namanya saja bisa membuat rasa takut merajalela di benak siswa-siswa nakal lainnya.
Namun yang membuat seluruh murid yang kebetulan berada di sana penasaran adalah orang yang dibonceng di belakangnya.
Dari seragam yang ia kenakan, ia terlihat seperti seseorang yang akan mengikuti masa orientasi.
Aldy memarkir motornya di tempat ia biasa memarkirnya. Maureen turun lebih dulu sedangkan Aldy masih duduk di atas motor.
Yap, gadis yang datang bersama Aldy adalah Maureen.
Gadis itu melepaskan helmnya dan memberikannya pada Aldy.
"Gimana penampilanku?" tanya Maureen yang berkaca pada kaca spion di motor Aldy. Maureen pun mengenakan papan nama yang ia siapkan guna kegiatan orientasi, papan nama dari kardus yang dikaitkan dengan tali yang kini melingkar di lehernya. Papan nama bertuliskan MAUREEN, dan (RABBIT) di bagian bawah namanya.
Peserta masa orientasi memang diharuskan menuliskan nama hewan, tumbuhan maupun apapun di bawah nama asli mereka sesukanya.
Aldy juga melepas helmnya dan menatap Maureen.
"Jelek, kayak biasa." jawab Aldy yang mendapati wajah cemberut Maureen. Bagi Aldy, ekspresi apapun yang ditunjukkan oleh Maureen terlihat menggemaskan, kecuali saat gadis itu sedang menangis.
"Ih, jahat banget."
Aldy terkekeh dan turun dari motornya. Mereka berdua berjalan memasuki bangunan sekolah.
Tentu saja, Aldy sendiri saja sudah cukup untuk menjadi pusat perhatian saat berjalan di koridor sekolah. Tapi dengan adanya Maureen di sebelahnya, hal itu tambah menarik perhatian.
Bagaimana tidak?
Kecantikan Maureen bukanlah hal yang bisa dilewatkan oleh siapapun.
Dan rumor tentang Aldy yang datang bersama seorang murid kelas satu yang akan mengikuti masa orientasi pun langsung tersebar.
Siapa gadis yang berada di sebelah Aldy?
Apakah dia pacarnya?
Apakah hari patah hati sedunia akhirnya datang juga mengetahui Aldy, sang adam yang paling dipuja di sekolah akhirnya memiliki pasangan?
Layaknya virus di film-film tentang zombie apocalypse, rumor itu menyebar dengan kecepatan yang luar biasa gila.
Aldy dan Maureen berhenti di depan aula utama, di mana seluruh murid yang akan mengikuti masa orientasi peserta didik baru berkumpul, tentu saja dengan anggota organisasi siswa intra sekolah yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut.
"Ga perlu gue temenin kan?" tanya Aldy yang mendapati Maureen masih mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Menurut Maureen, sekolah tempat ia berada sekarang lumayan berbeda jauh dengan sekolahnya dulu. Tentu saja, dibandingkan dengan sekolahnya yang dulu, SMAS Caius Ballad terkesan lebih mewah.
Tak heran, biaya per-smesternya juga bukan hal yang bisa ditanggung oleh orang-orang dari pihak pendapatan menengah kebawah.
"Reen?"
Maureen menoleh. "Oh, iya gausah."
Aldy tersenyum, menaruh telapak tangannya di puncak kepala Maureen dan mengelusnya dengan lembut. "Kalo gitu, good luck ya."
Maureen membalas senyuman Aldy dengan anggukan pelan. Aldy pun melangkahkan kakinya meninggalkan Maureen. Di ujung koridor, Aldy sempat berbalik dan mendapatkan lambaian tangan dari Maureen.
Maureen mengarahkan kembali pandangannya pada pintu masuk aula utama sekolah. Setelah mengatur napasnya, ia pun memberanikan diri melangkahkan kakinya masuk.
Sepanjang jalan, Maureen tak tahu harus berbuat apa. Entah mengapa, ia mendapatkan tatapan yang berbeda-beda dari semua orang yang sudah ada di dalam sebelumnya.
Maureen tak menyadari, bahwa kebanyakan siswi yang mendaftar di sekolah ini adalah orang-orang yang ingin satu sekolah dengan Aldy. Entah bagaimana nama Aldy sudah terkenal bahkan di kalangan orang-orang yang bahkan belum masuk di SMAS Caius Ballad.
Faktanya, beberapa akun di berbagai media sosial sempat memposting foto Aldy, dengan tema 'Siswa Ganteng dari Jakarta Timur'.
Baik itu di Instagram, Twitter, Facebook dan lain-lain.
Terdengar cukup aneh karena Aldy sendiri tak menyadari popularitasnya selama ini. Namun begitulah faktanya.
Dan fakta bahwa Maureen sudah menjadi bahan perbincangan di hari pertamanya mengikuti masa orientasi karena ia adalah orang yang datang ke sekolah bersama Aldy.
"Semuanya, baris sesuai kelasnya masing-masing!" teriak seorang anggota OSIS menggunakan megaphone yang ia pegang.
Maureen mengikuti arahan anggota OSIS itu, begitu juga yang lainnya.
Seseorang menepuk pundak Maureen dari belakang, membuat Maureen berbalik.
Seorang perempuan yang terlihat familiar di mata Maureen tersenyum ke arahnya. Maureen yang sedikit tak percaya dengan apa yang ia lihat membulatkan kedua matanya karena terkejut.
"Loh, kamu kan ... "
Perempuan itu tersenyum.
Maureen tak menyangka akan bertemu seseorang sepertinya di sini.