"Ceritakan apa yang terjadi. Aku tidak akan apa-apa, aku tidak bisa melihatmu bersedih seperti ini Nin." bisik Hasta sambil mengusap punggung tangan Hanin dengan penuh perasaan.
Hanin menatap Hasta dengan tatapan berkabut.
"Apakah aku harus menceritakan tentang Rafka yang kecelakaan karena diriku para Mas Hasta?" tanya Hanin dalam hati merasa ragu untuk menceritakan keadaan Rafka yang kecelakaan hanya karena dirinya.
"Apa kamu ragu Hanin? untuk menceritakan semuanya padaku? kalau kamu merasa ragu aku tidak apa-apa, yang penting aku tidak melihat ingin melihatmu bersedih." ucap Hasta berusaha tersenyum walau hatinya merasa kecewa.
"Tidak ada apa-apa kok Mas, Mas Hasta tenang saja ya.. aku hanya sedikit berfikir kapan Mas Hasta bisa pulang itu saja." jawab Hanin akhirnya memberikan sebuah alasan yang tidak sebenarnya.
"Bukannya kita memang pulang hari ini Nin?
Apa kamu sudah bilang sama Pak Rahmat menjemput kita?" tanya Hasta dengan tatapan matanya yang tak lepas wajah Hanin.
"Sudah Mas, aku sudah memberitahu Pak Rahmat untuk menjemput kita siang ini, Mas Hasta istirahat saja ya... aku mau berkemas dulu." ucap Hanin mengalihkan perhatiannya pada tas Hasta untuk tempat pakaian yang sudah kotor.
Hampir setengah jam menunggu, akhirnya Pak Rahmat datang juga.
Bergegas Pak Rahmat membantu Hasta untuk duduk di kursi roda yang sudah di siapkannya.
"Biar aku yang mendorong Mas Hasta Pak." ucap Hanin memberikan beberapa tas pada Pak Rahmat dan Hanin memegang pegangan kursi roda.
"Mobilnya ada di mana Pak Rahmat?" tanya Hanin setelah ada di luar rumah sakit.
"Sebentar Non Hanin biar saya bawa masuk dulu." ucap Pak Rahmat kemudian pergi ke tempat parkir.
"Hanin, apa kamu lapar?" tanya Hasta setelah melihat Hanin diam tanpa ada bersuara.
"Tidak Mas, kenapa? apa Mas Hasta lapar? kalau lapar kita bisa cari makan sebelum pulang." ucap Hanin seraya membetulkan syal yang tidak menutupi leher Hasta.
"Aku juga tidak lapar, aku ingin makan di rumah saja bisa menikmati masakan Bik Minah tanpa tergesa-gesa." jawab Hasta sambil menatap ke arah mobil Pak Rahmat yang sudah mendekat.
"Non Hanin masuk saja dulu, biar saya yang membantu Den Hasta." ucap Pak Rahmat setelah keluar dari mobil.
Setelah membantu Hasta masuk ke dalam mobil, Pak Rahmat menjalankan mobilnya dengan pelan.
Hasta beberapa kali melihat wajah Hanin yang terlihat sedih dan gelisah.
"Apa yang kamu sembunyikan dariku Nin? apa kamu seperti ini karena Rafka?" tanya Hasta dalam hati seraya menghela nafas panjang melepas rasa sesak di dadanya.
Dalam perjalanan Pak Rahmat berkali-kali melihat Hasta dan Hanin dari kaca spion depan.
"Ada apa dengan mereka berdua, kenapa saling diam tanpa ada pembicaraan?" tanya Rahmat dalam hati.
"Den Hasta, sore ini Minah masak banyak kesukaan Den Hasta." ucap Rahmat membuka suara agar antara Hasta dan Hanin ada pembicaraan.
"Terima kasih Pak Rahmat, aku sudah tidak sabar makan masakan Bik Minah." ucap Hasta sambil melirik Hanin yang masih bergeming.
"Non Hanin, apa tidak suka dengan sayur asem?" tanya Pak Rahmat pada Hanin yang masih terlihat melamun.
"Hanin, Pak Rahmat bertanya padamu." ucap Hasta membuyarkan lamunan Hanin.
"Ehhh...apa Mas, Pak Rahmat bertanya apa?" tanya Hanin sedikit terkejut.
"Pak Rahmat bertanya apa kamu suka sayur asem?" ucap Hasta mengulangi ucapan Rahmat.
"Suka sekali aku dengan sayur asem Pak." jawab Hanin dengan tersenyum.
"Sama dengan Den Hasta Non, sangat suka dengan sayur asem." ucap Rahmat berusaha merubah suasana agar tidak sepi.
"Apa benar itu Mas?" tanya Hanin menatap penuh wajah Hasta.
Hasta tersenyum menganggukkan kepalanya.
Hanin menatap senyuman Hasta yang jarang-jarang di lihatnya.
Ada perasaan bersalah dalam hati Hanin yang masih saja memikirkan Rafka.
"Kita nanti makan bersama ya Mas?" ucap Hanin menggenggam tangan Hasta dengan hangat.
Kembali Hasta menganggukkan kepalanya mengiyakan apa yang di ucapkan Hanin.
Hati Hasta mulai menghangat melihat Hanin yang sudah mulai bicara tersenyum.
"Oh ya Non, sesuai dengan perintah Non Hanin...semua pakaian Non Hanin sudah di pindahkan Minah ke Almari Den Hasta." ucap Rahmat sengaja mengatakannya agar Hasta gembira padahal apa yang di perintahkan Hanin pada Minah adalah rahasia, karena Hanin malu pada Hasta.
"Benarkah itu Nin?" tanya Hasta semakin meleleh hatinya dengan apa yang di katakan Rahmat.
Wajah Hanin memerah, tidak bisa bicara apa-apa selain menganggukkan kepalanya.
"Bukankah kita sudah suami istri Mas? jadi aku pikir, mulai sekarang aku harus tidur di kamar Mas Hasta." ucap Hanin dengan jujur.
Hasta terdiam mengalihkan pandangannya menahan rasa di hatinya yang tiba-tiba berdebar tak menentu.
Tak terasa mobil Rahmat sudah memasuki halaman rumah besar Hasta.
"Ayo Mas...aku bantu." ucap Hanin setelah Rahmat membuka pintu mobil.
Di bantu Hanin dengan memeluk pinggangnya, Hasta masuk ke dalam rumah dan langsung masuk ke dalam kamar untuk istirahat.
" Non... pakaian kotor Den Hasta saya bawa ke dapur ya?" ucap Rahmat membawa dua tas yang berisi pakaian kotor Hasta.
Hanin menganggukkan kepalanya, kemudian masuk ke dalam kamar menyusul Hasta yang masuk lebih dulu.
"Ganti pakaian dulu ya Mas?" ucap Hanin setelah mengambil pakaian santai Hasta sambil membawa handuk yang basah.
Hasta hanya menganggukkan kepalanya menurut saja apa kata Hanin.
Dengan penuh perhatian Hanin melepas pakaian Hasta kemudian menyeka wajah, dan seluruh badan Hasta. Setelah selesai menyeka seluruh badan Hasta, Hanin memakaikan pakaian yang bersih dan santai.
"Hem... sudah lebih tampan sekarang apalagi kalau tersenyum." ucap Hanin tanpa sadar memuji Hasta.
Wajah Hasta memerah hanya bisa menenangkan hatinya agar tidak jantungan lagi tiap kali Hanin memujinya.
"Mas." panggil Hanin setelah terdiam beberapa saat.
"Ya Nin." sahut Hasta dengan hati berdebar-debar saat Hanin menatapnya begitu lembut.
"Maafkan sikapku tadi, yang mungkin telah membuat Mas Hasta jadi kepikiran." ucap Hanin masih merasa bersalah pada Hasta karena masih saja memikirkan keadaan Rafka.
"Tidak perlu minta maaf Nin, aku bertanya padamu tadi karena aku mencemaskanmu. Aku merasa ada sesuatu yang terjadi hingga kamu terlihat sedih. Apa terjadi sesuatu pada Rafka?" tanya Hasta menatap penuh wajah Hanin.
"Iya Mas, ada sesuatu yang terjadi pada Rafka. Yang meneleponku tadi teman Rafka namanya Candra, Candra memberitahuku kalau Rafka kecelakaan. Aku merasa bersalah Mas, karena Candra marah-marah padaku dan mengatakan kalau akulah penyebab Rafka kecelakaan." ucap Hanin dengan air mata yang mengalir di pipinya.
"Apa kamu sekarang mencemaskan keadaan Rafka?" tanya Hasta dengan perasaan yang tak menentu. Mungkinkah Hanin masih mencintai Rafka?
"Aku hanya ingin tahu keadaannya Mas, aku merasa bersalah kalau Rafka kenapa-kenapa dan semua itu karena aku." ucap Hanin di sela-sela isak tangisnya yang tidak bisa di tahannya lagi.
Kembali hati Hasta terluka melihat kesedihan Hanin yang begitu mencemaskan keadaan Rafka.