"Hem... sudah sangat lama aku penasaran akan hal itu Mas. Setiap aku di rumah kamu selalu tidak ada di rumah. Pak Rahmat bilang kamu sedang sibuk bekerja. Di saat malam aku sudah tidur, kamu datang. Pagi-pagi di saat aku bangun kamu sudah berangkat kerja. Sudah berapa tahun hal itu terjadi Mas? dan aku tidak tahu kenapa hal itu bisa terjadi? Apa sekarang kamu bisa menjawabku Mas?" tanya Hanin dengan tatapan penuh.
"Karena aku ingin menghindari kamu Nin." ucap Hasta dengan tatapan dalam.
"Menghindari aku? kenapa Mas? bukankah dari kecil aku sudah tinggal bersamamu. Dan kamu sangat baik padaku. Apa alasannya Mas?" tanya Hanin tak mengerti sama apa yang dipikirkan Hasta.
"Aku tidak ingin semakin mencintaimu Nin. Aku mencintaimu sejak dulu, sejak saat kamu berusia remaja. Dan aku berpikir perasaanku padamu adalah perasaan yang salah. Karena itulah aku berusaha menghindar setiap ada kesempatan." ucap Hasta dengan suara lirih.
"Ya Tuhan Mas, sungguh bodohnya aku sampai aku tidak mengerti hal itu. Pasti hal itu sangat menyiksa hatimu Mas. Tolong maafkan aku, sungguh aku tak percaya kalau kamu mencintaiku sejak lama." ucap Hanin menggenggam tangan Hasta dengan perasaan bersalah.
"Tidak apa-apa Hanin, semua sudah berlalu yang terpenting sekarang aku tahu kamu mencintaiku. Dan kamu sudah menjadi istriku, aku sangat bahagia sekarang Nin." ucap Hasta membalas genggaman tangan Hanin.
Kedua mata Hanin berkaca-kaca tidak bisa membayangkan sudah berapa tahun dia telah menyakiti Hasta. Hasta pasti tahu hubungannya dengan Rafka, pasti hal itu sangat menyakiti dan menyiksa hati Hasta.
Membayangkan rasa sakitnya Hasta, membuat air mata Hanin mengalir di kedua pipinya. Dan itu membuat hati Hasta menjadi cemas.
"Hanin, kenapa kamu menjadi menangis? apa kamu merasa menyesal setelah kita menikah?" tanya Hasta dengan perasaan sakit.
Hanin menggelengkan kepalanya dengan cepat tidak ingin membuat Hasta cemas.
"Tidak Mas, sudah kukatakan, aku tidak menyesal dengan pernikahan kita ini. Aku yang menginginkan ingin menikah denganmu, karena aku mencintaimu. Aku menangis tadi, aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitmu dulu menahan rasa cemburu saat mengetahui aku berhubungan dengan Rafka. Saat ini aku merasakan rasa sakitmu itu Mas. Tolong maafkan aku." ucap Hanin memeluk Hasta dengan perasaan sedih dan merasa bersalah pada Hasta.
"Cukup Hanin, jangan menangis lagi. Aku sudah tidak merasakan sakit lagi. Semua itu sudah berlalu dan aku sudah melupakannya. Aku bahagia sekarang Nin." ucap Hasta mengusap punggung Hanin dengan hati di penuhi kebahagiaan.
"Aku mencintaimu Mas, walau aku terlambat menyadarinya. Tapi aku sangat mencintaimu." ucap Hanin menangis tersedu-sedu merasa menyesal baru menyadari perasaan cintanya setelah menyakiti Hasta bertahun-tahun lamanya.
"Aku juga mencintaimu Hanin, jangan menangis lagi. Jangan merasa bersalah lagi padaku. Aku ingin kita berdua melupakan masa lalu kita. Dan sekarang kita akan bahagia selamanya." ucap Hasta memeluk Hanin dengan segenap perasaannya.
****
Sudah hampir tiga bulan Hasta dan Hanin melewati pernikahannya dengan bahagia. Hanin kuliah dengan serius dan Hasta bekerja dengan penuh semangat hingga melupakan rasa sakit yang di deritanya.
Seharusnya Hasta menepati jadwalnya untuk menjalani terapi di kota di tempat praktek Husin namun Hasta mengabaikannya.
Hasta merasa sakitnya sedikit berkurang setelah menikah dengan Hanin. Hanin selalu memperhatikan pola makan dan pola hidupnya.
"Mas, apa kamu akan tetap bekerja hari ini?" tanya Hanin duduk di samping Hasta yang masih tidur dengan memeluk pinggangnya.
"Kenapa Hanin? apa kamu masih cemas dengan apa yang di katakan Husin?" tanya Hasta membuka matanya menatap wajah Hanin yang terlihat cemas.
"Bagaimana aku tidak cemas Mas, apa yang di katakan Dokter Husin dan Dokter yang di rumah sakit tidak jauh berbeda. Sakit kamu sangat parah dan secepatnya harus transplantasi paru-paru. Bagaimana kamu masih bisa tenang seperti ini Mas?" ucap Hanin dengan perasaan tak menentu setelah berbincang cukup lama dengan Dokter Husin, Dokter pribadi Hasta.
"Selama ada kamu di sisiku aku akan tenang Nin. Tidak akan terjadi sesuatu padaku." ucap Hasta dengan sebuah senyuman.
Hanin menatap wajah Hasta dengan perasaan gemas. Hasta tidak pernah memikirkan kesehatannya.
"Jangan cemas Nin, aku akan baik-baik saja percayalah." ucap Hasta sambil menggenggam tangan Hanin saat melihat Hanin hanya diam saja.
"Baiklah Mas, aku percaya padamu. Tapi kamu harus mengurangi pekerjaanmu ya Mas. Aku tidak ingin kamu sakit Mas." ucap Hanin dengan tatapan cemas.
Hasta menganggukkan kepalanya dengan menatap Hanin dengan tatapan teduh.
Hati Hanin sedikit tenang kemudian bangun dari duduknya berniat mengambil bunga mawar, namun tiba-tiba kepalanya terasa berputar-putar.
Hanin duduk kembali merasakan tubuhnya sangat lemas dan perutnya terasa mual.
"Huekkk... Huekkk... Huekkk"
Hanin memegang perut dan menutup mulutnya yang mau muntah.
"Hanin...Hanin kenapa kenapa denganmu Hanin?" tanya Hasta dengan wajah cemas melihat Hanin duduk dengan wajah pucat dan lemas.
"Aku tidak tahu Mas, aku merasa pusing dan lemas. Bisakah kamu membantuku ke kamar Mas?" ucap Hanin masih memegang perutnya yang masih terasa mual.
"Tidak Hanin, kita harus ke rumah sakit sekarang. Aku tidak mau kamu kenapa-kenapa." ucap Hasta dengan cemas segera memanggil Rahmat.
"Rahmat! Rahmat!!!" panggil Hasta sambil menggenggam tangan Hanin yang dingin.
Mendengar panggilan Hasta yang cukup keras, Rahmat yang sedang membersihkan taman disamping segera datang dengan tergopoh-gopoh.
"Ada apa Den? kenapa dengan Non Hanin?" Tanya Rahmat sambil menatap Hanin yang terlihat pucat.
"Cepat bantu aku membawa Hanin ke rumah sakit. Sepertinya Hanin sakit dia merasa mual dan muntah-muntah." ucap Hasta dengan panik.
"Apa mungkin Non Hanin hamil Den?" ucap Rahmat dengan tiba-tiba.
Hasta tercengang mendengar ucapan Rahmat kemudian menatap Hanin sekilas dan beralih lagi menatap Rahmat dengan tatapan tak percaya.
"Apa maksudmu dengan Hanin hamil Mat?" tanya Hasta dengan hati berdebar-debar.
"Yang saya tahu, istri saya hamil juga seperti Non Hanin. Setiap pagi dia selalu merasa mual dan ingin muntah Den." ucap Rahmat saat mendengar Hanin mual dan muntah.
"Kalau begitu kita harus cepat ke rumah sakit sekarang." ucap Hasta ingin tahu apa yang terjadi pada Hanin. Kalau apa yang di katakan Rahmat benar perasaannya sangat bahagia.
Di usianya yang sudah tua, Hasta ingin mempunyai anak secepatnya dari Hanin.
"Baik Den." ucap Rahmat segera mempersiapkan mobil dan Hasta mengangkat Hanin dan membawanya masuk ke dalam mobil.
"Ayo... sedikit cepat Rahmat." ucap Hasta merasa cemas dengan keadaan Hanin.
Rahmat menganggukkan kepalanya kemudian menjalankan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.
Sampai di rumah sakit Hasta berniat mengangkat Hanin lagi, tapi Hanin menolaknya.
"Tidak usah Mas, biar aku berjalan sendiri. Mungkin aku hanya masuk angin saja." ucap Hanin mengingat kesibukan praktek kuliahnya.