"Ini benar-benar nyata Mas, ini bukan mimpi," ucap Hanin dengan tatapan lembut segera mencium bibir Hasta yang basah.
Hasta membalas tatapan lembut Hanin dan membalas ciumannya tak kalah dalamnya dari ciuman Hanin.
Entah kebahagiaan apa yang Hasta rasakan, semua mengalir begitu saja dan menyatu dalam hasrat yang tak terelakkan.
Beberapa menit setelah menghabiskan waktu bercinta di dalam kamar mandi, Hasta bersandar di dinding kamar mandi dengan tatapan tak lepas dari wajah Hanin.
"Ada apa Mas? kenapa menatapku seperti itu?" tanya Hanin dengan tubuhnya yang terguyur air shower.
"Kamu selalu membuatku terkejut Hanin, kamu selalu membuatku bahagia," ucap Hasta dengan pikiran tak menentu. Mulai ragu dengan semua keputusan yang dia ambil untuk meminta bantuan Jonathan.
"Aku akan terus melakukan hal itu Mas, aku ingin memberikan kebahagiaan dan hal yang terbaik untukmu," ucap Hanin dengan tersenyum, kemudian mendekati Hasta dan mencium sekilas bibirnya.
Hasta hanya bisa menelan salivanya tidak mampu berkata-kata selain menerima perlakuan Hanin yang tidak biasanya.
"Ayo cepat Mas, ganti pakaianmu. Aku tidak mau kamu kedinginan," ucap Hanin sambil menutup badan Hasta dengan handuk kemudian mendorong punggung Hasta agar keluar dari kamar mandi.
"Tapi Hanin, kamu sendiri kenapa tidak keluar?" tanya Hasta di luar pintu.
Hanin tersenyum manis.
"Aku masih mau mencuci ini sebentar," ucap Hanin seraya mengambil celana dalamnya yang tergeletak di lantai.
Dengan wajah memerah, Hasta beranjak dari tempatnya, sedikit merasa malu dengan apa yang di perlihatkan Hanin.
Setelah Hasta tidak ada, Hanin menutup pintu kamar mandi dan bersandar di pintu.
Hanin menghela nafas dalam merasakan sesak dan kesedihan di dalam hatinya.
Masih teringat jelas dengan semua cerita Jonathan yang menghubunginya sebelum Hasta datang.
"Apa sebenarnya yang kamu inginkan Mas? kenapa kamu berpikir melakukan hal itu? kenapa kamu tidak memikirkan perasaanku?" tanya Hanin dengan mata berkaca-kaca mengingat keinginan Hasta yang menginginkan anak dari sperma milik Jonathan.
"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi Mas, aku hanya menginginkan anak darimu atau tidak samasekali. Aku akan berusaha membuatmu bahagia tanpa ada hal yang menyakitimu," ucap Hanin seraya menghapus airmatanya dengan kuat.
Hanin sangat bersyukur, di saat Hasta mempunyai keinginan seperti itu, Jonathan menceritakan semua padanya. Hal itu membuat Hanin sangat berterimakasih pada Jonathan.
Dengan nafas tertahan, Hanin membuka pintu dan keluar menuju kamarnya.
"Hanin," panggil Hasta saat melihat Hanin membuka pintu kamar.
Hanin tersenyum mendekati Hasta.
"Ada apa Mas? apa kamu sudah merindukanku? baru beberapa menit Mas," ucap Hanin memeluk pinggang Hasta masih dengan senyumannya.
"Hanin, jangan menggodaku, aku jadi malu," ucap Hasta kembali salah tingkah dengan sikap Hanin yang begitu lembut dan menggoda.
"Kenapa harus malu Mas, aku istrimu, kamu suamiku. Tidak ada salahnyakan, kalau kita sedikit mesra?" Ucap Hanin kemudian menarik tangan Hasta dan membawanya duduk di pinggir ranjang.
"Tidak ada yang salah Hanin, tapi aku jadi gugup dengan perhatianmu ini," ucap Hasta masih dengan kikuk dan wajah masih memerah.
"Mas," ucap Hanin dengan wajah serius seraya menggenggam tangan Hasta.
Hasta mengangkat wajahnya menatap kedua mata Hanin yang sedang menatapnya.
"Ada apa Nin?" tanya Hasta sedikit tegang dengan perubahan wajah Hanin serius.
"Eem, kamu sungguh-sungguh mencintaiku kan Mas?" tanya Hanin ingin meyakinkan Hasta akan perasaan cintanya yang tulus.
Hasta menganggukkan kepalanya dengan serius.
"Aku juga sungguh-sungguh mencintaimu Mas, aku ingin selamanya kita saling mencintai dan saling memberikan kebahagiaan. Aku ingin kita seperti ini terus, saling perhatian dan saling menjaga. Apa kamu mau Mas?" tanya Hanin dengan tatapan penuh cinta.
"Ya Nin, aku pasti mau. Aku ingin kamu bahagia...."
"Bukan hanya aku saja Mas, tapi kita. Kita berdua harus sama-sama bahagia," sela Hanin meyakinkan Hasta.
Hasta menganggukkan kepalanya dengan nafas tertahan.
"Ya Hanin," ucap Hasta tanpa bisa berkata apa-apa lagi.
Melihat Hasta tidak berkata apa-apa, Hanin meraih punggung Hasta dan memeluknya dengan pelan kemudian mengusapnya penuh kelembutan.
"Apa kamu tahu Mas, bagiku...bisa mencintaimu itu sangat indah. Aku bersyukur telah mendapatkan suami yang begitu baik padaku," ucap Hanin sambil memejamkan matanya merasakan kesedihan Hasta selama ini.
Hasta menahan nafas, kemudian meraih kepala Hanin dan menangkup wajahnya penuh cinta.
"Aku sangat mencintaimu Hanin, aku sangat bahagia kamu bisa mencintaiku seperti ini. Aku hanya ingin memberikan kebahagiaan padamu," ucap Hasta dengan sungguh-sungguh.
Hanin menganggukkan kepalanya, sangat percaya dengan semua ucapan Hasta. Apalagi dengan semua keinginan dan pengorbanan yang sudah Hasta lakukan.
"Terimakasih Mas," ucap Hanin dengan tersenyum kemudian menenggelamkan kepalanya dalam pelukan Hasta.
"Aku akan selalu berdoa pada Tuhan, Mas. Semoga kita segera mendapatkan momongan tanpa bantuan orang lain," ucap Hanin dalam hati dengan perasaan sedih.
*****
Pagi hari....
"Mas, aku nanti mau ke Dokter. Apa Mas mau ikut?" tanya Hanin saat Hasta setelah menyelesaikan sarapan paginya.
Hasta mengangkat wajahnya, sedikit terkejut dengan ucapan Hanin.
"Apakah jadwal kita untuk pergi kesana Nin?" tanya Hasta dengan kening berkerut.
"Tidak ada Mas, tapi aku ingin tanya-tanya tentang perkembangan terapi kita. Mungkin ada cara yang lebih baik lagi," ucap Hanin meyakinkan Hasta agar tidak curiga.
Sejujurnya Hanin tidak akan pergi ke Dokter Lely tapi akan pergi ke kota menemui Dokter Husin sahabatnya Hasta.
"Kalau begitu, apa sebaiknya saat makan siang saja kita kesana Nin," ucap Hasta berusaha menyisikan waktu buat menemani Hanin.
"Jangan Mas, aku tahu,hari ini kamu banyak pekerjaan. Biar aku sendiri saja, aku sudah bilang kalau datang pagi ini," ucap Hanin berusaha menyakinkan Hasta.
"Baiklah, tapi kabari aku setelah kamu sampai di sana ya," ucap Hasta berdiri dari duduknya tanpa ada perasaan curiga sedikitpun.
Hanin menganggukkan kepalanya dengan tersenyum kemudian mengikuti Hasta yang berjalan keluar rumah.
"Hanin, apa perlu Rahmat yang mengantarmu?" tanya Hasta tidak tega Hanin keluar sendirian.
"Tidak Mas, biar Pak Rahmat menemani kamu saja," ucap Hanin merasa lebih tenang kalau Rahmat bersama Hasta terus.
"Baiklah, aku berangkat dulu ya Nin, kamu hati-hati di jalan nanti," ucap Hasta seraya mengecup kening Hanin kemudian masuk ke dalam mobil.
Hanin melambaikan tangannya dengan senyuman, kemudian terburu-buru masuk ke dalam rumah untuk segera ganti pakaian.
Dengan memakai pakaian santai, Hanin keluar dari rumah sambil menghubungi Jonathan.
"Jo, apa kamu sudah siap berangkat? Kita akan bertemu di tempat Dokter Husin satu jam lagi. Aku mau menjemput Dokter Lely dulu," ucap Hanin seraya masuk kedalam mobil Hasta yang lain .
"Siap Nin," sahut Jonathan setelah mencari jalan keluar untuk Hanin, dan itu perlu bantuan Dokter Lely dan Dokter Husin.