Aku menatap Aidan cukup lama untuk mengkonfirmasi apakah perkataan tadi benar-benar dia ucapkan dalam keadaan sadar.
Apa yang akan dia minta padaku?.
Karna sepertinya dia diam menunggu jawaban dariku. Akhirnya aku memutuskan untuk berbicara terlebih dahulu.
"Permintaan apa?"
"Nanti kalau aku ketiduran. Bangunkan aku saat bel masuk sekolah berbunyi." Dia berkata dengan santai, seakan-akan permintaannya itu bukan hal yang sulit.
Tentu saja membangunkan orang yang sedang tertidur bukan permintaaan yang sulit atau aneh. Tapi, apa dia harus tertidur di depanku seperti ini?. Rasanya aku semakin mengkhawatirkan keadaan jantungku ini. Dan aku tidak menyangka dia terlihat semakin tampan saat sedang tertidur. Aku berharap bel masuk kelas tidak akan pernah berbunyi. Tapi apa boleh buat. Semua keinginan kita tidak mungkin semuanya bisa terkabul. Saat bel masuk kelas berbunyi aku membangunkan Aidan dan kembali menuju ke kelas bersama. Aku berjalan mengekor di belakangnya.
"Aidan, kamu tadi kabur kemana sih?!" Ando langsung bertanya saat Aidan baru saja sampai di depan pintu masuk kelas. Sepertinya dari tadi dia sudah menunggu disana.
"Kenapa?" tanya Aidan cuek.
"Tadi karna kamu pergi jadi kamu nggak tau. Kita harus bolos sekarang, rencana yang kemarin kita lakukan hari ini."
Wajah Aidan dan Ando terlihat serius. Tetapi aku merasa suasana ini tidak baik.
Rencana apa sih yang mereka maksud? Aidan melanyangkan pandangan ke seisi kelas entah apa yang sedang dia cari.
"Dimana Risky dan Roy?" tanya Aidan pada Ando.
"Mereka sudah berangkat. Aku tadi masih menunggu kamu, kita berangkat sekarang." Ando dengan cepat melemparkan tas ke arah Aidan.
"Oke." Aidan berhasil meraih tas yang dilempar oleh Ando dan bergegas keluar kelas.
Aku yang masih berdiri di depan pintu masuk kelas menghentikan mereka berdua.
"Kalian mau pergi kemana sih?" tanyaku tidak bisa lagi menahan rasa keingintahuanku.
"Itu..." Ando ragu-ragu memberi tau aku.
"Nggak ada apa-apa. Kamu masuk kelas aja sana Len." Aidan memotong perkataan Ando dan berbegas keluar.
Ando segera mengikuti Aidan, meninggallkan aku sendirian menatap punggung mereka berdua yang perlahan menghilang.
Katherin yang aku kira mengetahui kemana perginya mereka ternyata juga tidak tau. Roy juga enggan menjawab saat Katherin bertanya. Ini bukan pertama kalinya mereka tiba-tiba menghilang dan bolos sekolah. Tetapi entah kenapa aku jadi khawatir dan tidak terbiasa dengan situasi ini. Bahkan sampai pulang sekolah mereka tidak ada kabar sama sekali.
"Elena." suara teriakan ibuku menyadarkan aku dari lamunan.
"Iya Bu?"
"Sini makan dulu, sudah Ibu siapkan."
Aku berjalan keluar dari kamarku menuju ke dapur yang langsung menjadi satu dengan tempat makan.
"Dimana ayah sama paman? Mereka nggak ikut makan?" tanyaku pada ibu karna tidak menemukan keberadaan mereka.
"Ayahmu belum pulang, terus pamanmu itu sepertinya masih ada di kamar." Ibu duduk di tempat duduk di depanku.
Aku yang sedari tadi berdiri terdiam akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi. Sedari tadi aku menyelesaikan gambar sketsaku jadi aku sudah melewatkan makan sejak siang tadi.
"Mbak, aku pergi sekarang ya." Tiba-tiba Paman muncul saat aku dan ibu sudah mulai untuk makan.
"Paman mau pergi kemana?" tanyaku, sepertinya akhir-akhir ini Paman sering sekali pergi keluar.
"Mau pergi kencan dong." Wajah paman langsung memerah dan dia tersenyum lebar memperlihatkan giginya.
"Apa?! Sejak kapan paman punya pacar?"
Aku terkejut dengan pernyataan paman yang mengatakan dia akan berkencan. Setauku paman itu seorang yang cuek dan selama aku mengenalnya dia tidak pernah punya pacar. Sekarang saat usianya sudah 25 tahun, baru pertama kali dia menjalin hubungan percintaan.
"Ya! Sebenarnya aku itu punya banyak pengalaman pacaran. Kamu saja yang tidak tau," celetuk paman.
"Jangan bohong deh," sangkalku.
"Itu benar. Hazan itu punya banyak pacar tapi nggak ada yang serius," kata ibu dengan santai sambil terus melajutkan kegiatan makannya.
"Beneran Bu?!!" Aku masih tidak percaya. Karna Paman yang aku kenal selama ini tidak pernah membawa satupun teman perempuan yang dikenalkan sebagai pacarnya.
"Makanya dia nggak pernah bawa pulang cewek, karna memang dari awal sudah tidak serius."
"Ah! Ternyata selama ini aku dibodohi." Aku menggerutu sendiri.
"Kamu kan masih anak kecil. Jadi nggak perlu tau," kata Paman dengan nada mengejek.
"Terus kenapa sekarang Paman berubah pikiran? Kenapa baru sekarang aku diberi tau?"
"Karna sekarang sepertinya kamu sudah bukan anak kecil lagi? Tapi sepertinya dimataku kamu tetap menjadi anak kecil selamanya. Hahaha," tawa Paman mengelegar di seluruh ruangan.
"Sepertinya dia mau menikah tu. Pamanmu bilang sama Ibu." Ibu melemparkan senyuman pada paman yang raut wajahnya sudah berwana merah karna malu.
Aku sedikit tidak mempercayai kebenaran ini.
"GILA!!! Paman appain anak orang sampai mau sama paman?"
"Aish anak ini. Begini-begini Pamanmu ini lumayan lho."
"Sudah sana berangkat. Jangan buat anak orang menunggu." Ibu buka suara untuk mencegah keributan yang biasanya terjadi antara aku dengan paman.
"Ibu pokoknya aku mau ibu cerita sekarang." Aku memasang muka memelas supaya ibu mau bercerita tentang Paman.
Pamanku dan satu-satunya adik kandung Ibuku bernama Hazan. Sedari kecil aku sudah dekat dengan Paman karena Paman tinggal dengan ibu semenjak kakek dan nenek sudah meninggal saat mereka masih muda. Umurku dan paman hanya terpaut sekitar 10 tahun. Oleh karena itu, dia sudah seperti kakak daripada seorang paman. Paman yang selalu merawat dan memperhatikan aku saat ayah dan ibu tdak ada, tiba-tiba sekarang dia akan menikah. Memikirkan tentang hal itu membuatku merasa kehilangan. Kita pasti tidak akan bisa terus bersama seperti dulu.
Apakah ini seperti perasan orang tua yang melepaskan anaknya utuk menikah? Aku merasa bahagia sekaligus sedih.
🍀🍀🍀
"Arrghh!! sial" Aku langsung panik saat melihat jam di handphone yang sudah menunjukkan jam setengah tujuh.
Aku bangun kesiangan!!. Dan kenapa tidak ada yang membangunkan aku? Kemana perginya semua orang?. Aku langsung bergegas keluar dari kamar dan menuju ke kamar mandi. Karna aku tidak memperhatikan sekitar akhirnya aku malah menabrak sesuatu.
"Aduh!!! Kamu kenapa sih? Kaya dikejar setan." Paman langsung memegang tanganku supaya aku tidak jatuh.
"Aku terlambat tau! Kenapa nggak bangunin aku?" tanyaku sedikit berteriak karena sangat jengkel.
"Kakak sama kakak ipar sudah berangkat bekerja dari pagi. Aku juga baru bangun, jadi mana sempat aku bangunin kamu."
"Yaudah sekarang minggir!" Aku langsung menepis tangan paman dan berlari ke kamar mandi.
"Dasar anak cewek galak banget," gerutu paman di belakangku tapi aku sudah tidak punya waktu untuk meladeni dia.
Aku harus cepat bersiap dan berangkat sekolah sebelum terlambat. Setelah sekitar dua puluh menit besiap dengan tergesa-gesa aku segera menuju ke depan sambil memanggil paman untuk meminta tolong mengantarkan aku ke sekolah. Tapi, saat aku sampai di ruang tamu aku langsung membuka mataku lebar-lebar tak percaya dengan apa yang baru saja aku lihat.
"Aidan!! Tangan kamu kenapa?" tanyaku kahwatir.
Kadang firasat merupakan tanda peritiwa yang benar-benar akan terjadi. Karna itulah ada yang pernah bilang "Jangan pernah mencurigai apapun. Karna bisa jadi itu menjadi kenyataan". Saat ini aku berharap firasatku salah tapi di masa depan aku malah mengharapkan firasatku benar.