Chereads / Mawar Biru / Chapter 3 - Masa Lalu

Chapter 3 - Masa Lalu

Perasan memang bisa berubah tapi di suatu waktu aku masih tetap merindukanmu.

🍀🍀🍀

Aku terus saja kepikiran perkataan Aidan beberapa hari yang lalu. Meski aku menjawab akan datang ke toko buku lagi tapi sebenarnya aku tidak yakin. Sekarang yang aku yakini perasaan itu mudah berubah, tetapi saat ada bagian dari kenangan itu muncul kembali ke permukaan, maka dia menarik kenangan-kenangan yang lain untuk ikut bersamanya juga. Aku merasa dia telah banyak berubah, tapi aku tidak yakin itu perubahan yang baik atau bukan. Kenangan bersama Aidan di masa lalu memang bukan kenangan yang selalu menyenangkan tetapi kenangan itu seperti memiliki tempat tersendiri yang tak bisa terhapuskan. Aku membuka lagi buku harianku, mencari kenangan yang paling penting saat itu dan bahkan juga masih penting sampai saat ini.

Selasa, 17 Februari 2015

Aku harap esok hari tak pernah datang.

Serpertinya ada sesuatu dalam dadaku yang tersimpan sebuah pertanyaan.

Semilir angin di perjalanan pulang berjalan kaki dari sekolah tiba-tiba saja dia muncul di sebelahku.

Tak terasa sudah enam bulan kita saling mengenal.

Dia mengulurkan satu tangkai bunga berkelopak putih, dengan mahkota kuning.

Entah apa nama bunga ini, tetapi dia bilang "Ternyata di pinggir jalanpun masih ada bunga".

Tiba-tiba banyak kenangan muncul di ingatanku.

Kenangan tentang kebun belakang sekolah yang penuh dengan dedaunan.

Kenangan tetang jalan pulang.

Entah dari mana aku dapat keberanian, mulutku seperti bergerak sendiri untuk megatakan...

"AKU SUKA"

Dia yang sudah berada di depan berbalik ke belakang memandangku dengan wajah bingungnya

Keheningan ini seperti membuat waktu berhenti.

"AKU SUKA KAMU...AIDAN" .

Aku mengatakannya sekali lagi, berharap dia mengerti perasaanku.

Tetapi dia hanya tersenyum tipis, hingga aku sebenarnya tidak yakin apakah benar dia tersenyum.

"Sampai ketemu lagi, besok." itulah perkataan terakhir dan yang bisa aku lihat hanyalah punggungnya yang semakin menjauh pergi.

Rasanya aku tak punya kekuatan unutk melangkahkan kaki, dan entah bagaimana aku bisa sampai dirumah.

Menulis sesuatu yang membingungkan.

Kenangan yang ingin ku lupakan tapi disaat yang sama ingin ku ingat...

Saat ku buka halaman itu masih terdapat bunga yang dulu Aidan berikan padaku. Meskipun warnanya sudah tak seindah dulu karna layu. Tetapi bentuknya tetap sama seperti dulu. Apakah ini seperti perasanku saat ini?. Sudah lama berlalu dan layu namun tak pernah berubah.

Rasanya aku takut degan perasaan ini. Aku takut kecewa dengan kesalahan yang sama lagi. Memang perasaan itu bukanlah semacam give and take, tapi harapan yang ada mungkin akan membawaku pada kekecewaan. Aku memutuskan untuk menyimpan buku harian itu ke dalam laci dan ku putuskan untuk tidak pernah membaca buku itu lagi. Tapi, seperti yang kita tau kadang sebuah janji sangat sulit untuk bisa ditepati.

🍀🍀🍀

Pagi-pagi aku pergi ke pasar untuk membeli cumi-cumi dan kerang. Hari ini aku ingin pesta makanan laut dan tumis sayuran. Aku berencana untuk mengundang Aidan dan bibinya. Mungkin bisa dibilang ini langkah awal untuk mendapat tetangga. Sebenarnya aku tidak mau mengakui ini, tetapi aku berharap bertemu Aidan lagi. Aku benar-benar merasa kesal terus kepikiran tentang Aidan. Sudah sekitar enam hari ini dia tidak kelihatan. Meski aku datang ke toko buku milik bibinya, dia tak ada disana. Jadi hari ini aku berencana mampir ke toko buku untuk mengundang bibinya makan bersama di rumahku.

"ELENAAAA!"

Aku tersadar dari lamunanku karna sepertinya ada yang meneriakkan namaku. Kepalaku secara reflek mencari ke sekitar untuk menemukan sumber suara itu. Dan ternyata disalah dia dengan wajah gembira berlari dengan melambaikan tangan ke arahku.

"Ah, Katherin?...benerkan ya?...lama nggak ketemu," kataku. Aku mencoba untuk bersikap ramah meski sebenarnya sedikit malu dengan perilaku Katherin tadi.

"Aih, kamu ini ya nggak berubah ternyata. Tetep aja pelupa," kata Katherin tetap dengan sikap cerianya yang nggak pernah lepas.

"Aku nggak lupa tuh. Mana bisa aku lupa sama makhluk limited seperti kamu ini." Aku menimpalinya dengan sedikit bercanda.

"Ya appaan sih, kapan kamu datang? Kenapa nggak kabarin aku sih?"

"Aku baru aja datang."

"Terus sekarang kamu tinggal dimana? Bukanya paman sama bibimu pindah?"

"Aku tetep dirumah yang dulu."

"Berarti kamu sendirian," sahut Katherin. Dia menatapku dan mengerutkan dahinya.

"Iya Katherin."

"Wah, tapi kok ini belanjaanmu banyak sekali." Katherin memindahkan beberapa barang belanjaanku ke tanganya.

Aku berpikir untuk mengundang Katherin ikut makan besama juga. Mungkin ini bisa jadi keputusan bagus, karena sikapnya yang luwes dapat meramaikan suasana nanti.

"Aku mau bikin acara makan. Mau ikut?" tanyaku.

"Oke oke! Jam berapa?" Katherin tersenyum lebar memperlihatkan semua gigi putihnya.

"Bantuin dulu aku belanja."

Katherin teman paling ajaib si manusia limited. Temanku satu-satunya dulu saat aku kecil. Meskipun kepribadian kami sangat berbeda tapi bisa dibilang kami ini cocok. Semenjak aku pindah aku memang tetap berhubungan dengan katherin tapi berhubung beberapa bulan ini aku membatasi komunikasi dengan orang lain aku jadi tidak mengetahui kabarnya lagi. Kejadian beberapa bulan yang lalu semakin membuat kehidupanku menjadi benar-benar memuakkan. Manusia memang ternyata bisa lebih menakutkan daripada hantu. Aku tak mau untuk mengingat kejadian itu lagi, penghianatan itu sudah membuatku merasa menjadi manusia paling bodoh yang pernah ada.

Persiapan makan malam sudah hampir selesai, tadi aku juga mampir ke toko buku untuk mengundang bibi dan Aidan makan bersama. Kata bibi hari ini Aidan bisa datang jadi aku memastikan untuk yang kesekian kali persiapan makan malamnya. Aku tidak mau ada kesalahan yang membuat aku malu. Untung saja kemampuan memasakku bisa dibilang lumayan.

"Wah ternyata udah siap semua ya makanannya, kayaknya enak ni."

Aku kaget karna tiba-tiba saja Katherin ada didepanku, tanpa permisi menghamburkan pikiranku yang sedang fokus menata meja makan.

"Tentu saja kamu tidak berpikir untuk mengetok pintu," celaku.

"Salah sendiri kenapa pintunya nggak dikunci."

"Tapi pintunya aku tutup kan, gimana coba kalau aku sedang melakukan sesuatu yang pribadi. Itu nggak sopan namanya langsung masuk tapa izin."

"Melakukan sesuatu yang pribadi seperti apa? Adegan dewasa begitukah? Ohhh tenyata kamu nakal ya," ucap Katherin dengan nada bicara Katherin membuatku merinding.

"Memang bicara sama kamu pake bahasa manusia itu sulit dilakukan. Kamu baru bisa nyambung kalo pake kekerasan. Sini kau sini masih ada kelebihan sambal buat tutup mulutmu itu." Aku mendekat ke arah Katherin dengan tanganku yang membawa sendok penuh sambal.

"IHH...memang ya sifat kejammu itu sudah mendarah daging. Aku mau kabur aja dulu." Katherin langsung melarikan diri menuju ke ruang tamu.

Aku menyusul Katherin pergi ke ruang tamu, sepertinya sebentar lagi Bibi Aitria dan Aidan akan datang karna sudah mendekati jam janjian kita untuk makan bersama. Tak berapa lama kemudian terdengar suaru ketokan pintu, aku langsung berinisiatif untuk membuka pintu. Aidan sudah berdiri di depan pintu dengan membawa buket bunga aster putih, meskipun dia memakai sweter putih lengan panjang yang biasa saja tapi tetap terlihat tampan. Rambutnya tetap rapi dan juga senyumnya yang manisnya membuatku diam terpaku.

"Nih kamu suka bunga aster kan?" Dia menyodorkan langsung buket bunga ke tanganku karna aku diam saja.

"Oh makasih... Bibi mana kok nggak kelihatan?" Aku menengok ke kanan kiri mencari keberadaan Bibi Aitria.

"Dia tiba-tiba ada urusan penting. Sebenarnya tadi mau kasih kabar ke kamu tapi dia nggak tau nomor teleponmu."

"Yaudah masuk aja sama, udah ada Katherin juga." Aku bergeser untuk membuka jalan masuk untuk Aidan.

"Aih ngapain Katherin disini?" sindir Aidan.

"Eh, Aidan kamu kenapa sih sensi banget sama aku?" Katherin kesal karna sepertinya Aidan tidak suka dia datang.

"Itu pertanyaan yang nggak perlu aku jawab." Aidan nampak malas menghadapi Katherin yang cerewet.

"Dasar lo ya, emang bukan temen yang baik. Masak Elena balik kesini lo nggak bilang ke gue. Lo kan tau gue juga temennya Elena. Temen deketnya malah," murka Katherin.

Aidan menghadapi celotehan Katherin degan hanya berdiam diri. Dia langsung duduk di kursi sedangkan Katherin marah-marah di depannya.

"Udahlah Katherin. Marah-marah mulu cepet tua kamu," kataku. Aku mencoba untuk menghentikan Katherin sebelum dia semakin menggila.

Dia langsung diam dan mengahadap ke arahku. Wajah kesalnya langsung berubah saat dia melihat buket bunga di tanganku.

"Wah wah...Aidan romantis deh kasih bunga segala. Ada apa nih? Kalian pacaran ya?" Katherin terus senyum-senyum sambil menatap aku dan Aidan bergantian.

"Ya memang aku ini kamu kesini cuma bawa diri doang," jawab Aidan dengan santai.

"Terus kenapa harus bunga coba, kalau mau kasih hadiah?" Katherin tetap saja sibuk mengorek informasi.

"Emang kamu lupa! Aku ini pemilik toko bunga Katherin!" jawab Aidan mulai kesal.

Sekarang gantian aku yang kaget. Aidan dan bunga? Sungguh kombinasi yang sangat unik. Setauku dia buka tipe orang yang suka dengan hal-hal seperti tumbuhan, apalagi bunga.

"Kamu dan bunga. Sungguh itu nggak pernah terpikirkan olehku," candaku.

"Lalu apa yang kamu pikirkan?" Aidan bertanya seolah dia benar-bener ingin tau jawabanku.

"Ah...entahlah, sesuatu yang berhubungan dengan keramaian. Kau tau keonaran," kataku sedikit ragu.

Apakah dia akan marah karna perkataan ku tadi?.

Aidan terlihat sedikit kesal.

"Aih, tapikan kamu suka bunga," tegasnya. Dia menatapku lekat, membuatku sedikit merasa terintimidasi.

Aku mengangguk. "Aku perempuan, kebanyakan perempuan suka bunga kan. Bukan hal yang aneh."

"Tapi kamu juga suka pohon, bukankah itu aneh," balas Aidan sedikit tersenyum

Tetapi itu memang benar. Aku menyukai pohon-pohon karna keteduhan dan kekuatannya. Selain itu juga karna keindahannya. Mereka selalu terlihat kuat dan kokoh, selalu berusaha untuk menjulang tinggi, seakan ingin menuju ke tumpukan awan.

"Wah wah situasi macam apa ini!! Aku jadi teringat masa lalu..." Katherin tertawa kegirangan memandangi aku dengan senyum merekahnya.

Gawat! Jangan sampai dia buka mulut...