Chereads / Mawar Biru / Chapter 5 - Rahasia

Chapter 5 - Rahasia

Tidak akan ada rahasia yang abadi. Sepintar apapun kamu menyembunyikannya. Sesuatu yang terlalu lama disimpan akan menjadi tidak berguna. Apa ini juga akan berlaku pada perasaanku padamu?

🍀🍀🍀

Pagi-pagi sekali aku sudah berada di toko buku milik bibi Aidan. Aku harus memfokuskan pikiranku pada hal lain supaya tidak kepikiran tentang kejadian kemarin. Dan salah satu hal yang membantu aku untuk fokus adalah membaca buku. Aku yang pengangguran ini harus melakukan sesuatu supaya tidak stres karna bosan. Memang tabunganku lebih dari cukup untuk hidup sekitar enam bulan, tapi sepertinya aku juga harus mencari kerja disini supaya tidak stres.

"Bibi Aitria ada rekomendasi novel yang bagus nggak?" Aku memilah-milah kumpulan novel di rak buku, tapi belum ada novel yang menarik minatku.

"Ada banyak dong. Mau yang genre apa? Misteri? Romance? Fantasi? Novelnya, novel indonesia atau luar negeri? Atau kamu mau baca puisi aja?" Bibi mulai menjadi cerewet kalau sudah membahas buku.

Memang Bibi Aitria, bibinya Aidan ini berbeda dengan Aidan yang agak pendiam. Bibi Aitria merupakan orang yang supel, baik dan mudah bergaul. Setiap aku kesini pasti mood ku yang jelek langsung berubah jadi baik kembali. Bisa dibilang Bibi Aitria punya kemampuan Healing yang manjur. Meskipun dia cerewet menurutku dia orang yang bisa membaca situasi, jadi sulit sekali untuk tidak menyukai seseorang seperti Bibi Aitria. Dan lagi, Bibi Aitria adalah seorang pemilik toko buku. jadi dia pasti sangat mengetahui novel-novel yang berkualitas.

"Oh iya, kemarin Bibi sebenarnya ada urusan apa? Padahal aku sudah mempersiapkan makan malam dengan sepenuh hati tapi Bibi malah tidak datang," kataku sedikit kesal.

"Maaf kemarin ternyata aku sudah ada janji, tapi kelupaan." Bibi terlihat tidak berbohong, tetapi raut wajahnya seperti dia sedang malu-malu. Ada apa ini?

"Emangnya janji apa Bi?" tanyaku sedikit penasaran.

Butuh waktu lama untuk bibi menjawab pertanyaanku. Sepertinya dia ragu-ragu antar ingin bercerita atau tidak.

"Tapi kamu jangan cerita sama Aidan lho." Bibi mendekat padaku dan menatapku lekat.

"Iya iya oke."

"Kemarin sebernarnya aku... pergi kencan buta," kata Bibi Aitria malu-malu.

"APA?!" seruku. Aku benar-benar kaget.

Aku kira selama ini meskipun bibi belum menikah, setidaknya aku berpikir dia sudah mempuyai seorang kekasih. Tapi ternyata aku salah.

Bibi mengarahkan pandangan ke seluruh ruangan kemudian menatapku tajam, menyuruhku untuk menutup mulut. Aku segera menutup mulutku, mendengarkan bibi bercerita kembali.

"Dia lumanyan sih. Cakep terus manis. Besok kita mau ketemu lagi." Bibi menceritakan patner kencan butanya dengan mata berbinar.

Aku tersenyum melihat Bibi yang sedang malu. " Aku doakan semoga berjalan lancar ya Bi."

"Tenang saja, aku punya firasat positif kali ini," tegas Bibi Aitria semakin bersemangat.

"Tapi kenapa aku nggak boleh cerita ke Aidan?" tanyaku. Aku agak bingung kenapa Aidan tidak boleh tau kalau bibi kencan buta.

"Aidan itu udah kaya orang tua. Overprotective!. Padahal bibinya udah segede ini masih aja cerewet."

"Oh begitu, pantesan. Sepertinya sekarang dia memang sudah jadi dewasa"

"Pokoknya nanti kalau belum sukses perkembangan hubungannya, jangan kasih tau dia dulu."

"Iya rahasia bibi aman sama aku." Aku membuat gerakan mengunci mulutku dengan tangan.

Bibi Aitria menggelengkan kepala dan tersenyum padaku. Dia kemudian berjalan pergi menata buku-buku.

Aku membaca novel rekomendasi dari bibi. Dan sesuai dengan harapan, novelnya sangat bagus dan menarik untuk dibaca. Tidak terasa waktu berlalu dengan cepat, aku baru sadar ini sudah siang dan aku belum sarapan sama sekali. Semakin siang toko buku milik bibipun juga semakin ramai. Karna cacing-cacing di perutku sudah berontak meminta asupan makanan, jadi aku memutuskan untuk pergi sebentar membeli makanan.

"Bibi aku mau pergi dulu ya," kataku pamit kepada bibi.

"Mau kemana?"

"Aku mau beli makan dulu. Udah laper banget ini."

"Aduh maaf ya. Nggak peka banget aku ini, dari tadi ada tamu malah dianggurin."

"Aih, bibi ini kayak sama siapa aja."

"Yaudah hati-hati."

Aku sudah akan melangkahkan kaki untuk pergi dan tiba-tiba saja aku teringat akan sesuatu dan akhirnya mucul ide yang sangat bagus.

"Oh iya, besokkan bibi mau pergi kencan seharian. Gimana kalau besok toko bukunya dititipkan ke aku?" Aku mencoba untuk mengutarakan keinginanku pada bibi.

"Kamu beneran mau jaga toko?" Bibi mengerutkan dahi terlihat tidak yakin padaku.

Aku menganggukkan kepala. "Iya, daripada aku seharian nggak ada kerjaan di rumah."

"Oke,kalau kamu mau aku juga nggak keberatan." Bibi memberikan dua jempol dan senyum terlebarnya padaku.

Bibi terlihat malu-malu sekaligus bersemangat, aku ikut bahagia melihat bibi dilanda badai asmara seperti ini.

"Semoga besok bisa sukses ya bi," kataku memberikan semangat.

"Besok?! Ada apa?" Suara Aidan mengagetkan aku dan bibi.

Aidan tiba-tiba sudah berada di sampingku. Entah sudah sejak kapan, tapi sepertinya dia masih belum tau seluruh percakapan kita yang tadi.

Bibi langsung menjawab Aidan sebelum dia curiga. "Ah itu besok aku ada rapat penting."

"Kamu udah dari tadi ada di sini?" Aidan mengalihkan pandangan dari bibinya kepadaku.

"Eh!, iya. Ini aku baru aja mau pergi." Aku mulai berjalan menuju ke arah pintu.

"Pergi kemana?" tanya Aidan.

"Itu, aku mau beli makanan."

"Yaudah bareng aja sama aku. Sekalian mengantar pesanan buku ke sekolah tempat Katherin kerja."

"Ah iya bantu antar ya Elena. Soalnya buku pesanannya agak banyak." Bibi sekarang juga ikut-ikutan minta tolong padaku. Padahal aku masih sedikit canggung karna kejadian kemarin. Tapi bisa-bisanya Aidan ini masih santai. Dasar curang.

"Okelah. Kita berangkat sekarang saja," kataku pasrah. Aku setuju untuk membantu.

Setelah semua buku pesanan dipindahkan ke mobil Aidan, aku masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman bersiap untuk berangkat. Ya tidak ada ruginya juga, setidaknya aku bisa tau seperti apa Katherin saat bekerja. Apa dia tetap jadi makhluk limited seperti biasanya atau tidak?. Aku tersenyum kecil mengingat kekonyolan Katherin.

"Kamu mau makan atau antar buku dulu?" tanya Aidan padaku.

"Enaknya makan dulu aja kali ya. Aku udah laper banget."

"Oh oke. Mau makan apa?"

"Apa aja deh, kalau bisa yang berkuah."

Seletah mampir sebentar untuk makan. Aku dan Aidan melanjutkan perjalanan mengantar pesanan buku ke tempat kerja Katherin. Ternyata tempat kerja Katherin berada cukup jauh. Setelah sampai di Sekolah Dasar tempat kerja Katherin ini aku merasa takjub karna pemandangan di sekitar sekolah ini sangat indah. Di belakang sekolah terbetang hutan dengan warna-warni pohon terlihat teduh sekali. Lapangannya pun juga cukup luas, banyak anak yang sedang bermain di lapangan. Berbeda dengan anak-anak di kota yang bermain dengan ponsel, anak-anak di sini bermain dengan teman-temannya dengan wajah ceria. Aku jadi ingat anak-anak di kota yang sangat berbeda dengan anak-anak yang berada di sini. Katherin langsung berlari menuju ke arahku dan Aidan ketika kami baru saja sampai.

"Elena!, ternyata kamu juga ikut kesini." Katherin terlihat bersemangat seperti biasanya.

"Iya. Tiba-tiba jadi pengangguran yang nggak punya kegiatan," jawabku.

Setelah selesai memindahkan buku dari mobil Aidan ke ruang perpustakaan. Aidan dan Katherin sepertinya sedang membahas hal penting tetang pekerjaan. Karena aku tidak tau menahu tentang itu aku memutuskan untuk pergi ke hutan dibelakang sekolah. Semilir angin sejuk mengerakan rambutku. Udara segar yang selalu aku rindukan ini, bentangan pohon-pohon yang indah. Mengingatkan aku tentang kebun belakang sekolah yang penuh dengan dedaunan. Dulu aku banyak menghabiskan waktu istirahatku di kebun belakang sekolah untuk mencari inspirasi. Karna tempatnya yang indah banyak sekali hal-hal yang bisa dijadikan inspirasi.

"Kamu ngapain disini?" suara Aidan lagi-lagi membuyarkan lamunanku.

Aku menoleh ke belakang dan mendapati Aidan sudah berada dibelakangku.

"Engga...hanya saja, tempat ini mengingatkan aku tentang sesuatu." Aku berbalik, kembali melihat ke arah hutan.

"Kebun belakang sekolah?" tanya Aidan lirih.

Aku diam, dan tetap menatap ke arah hutan. Keheningan yang cukup panjang. Hanya suara semilir angin yang sedang menggerakkan dedaunan membawa jawaban bahwa itu benar. Kebun belakang sekolah, salah satu tempat terbaik yang pernah aku temukan.

"Mau kuberi tau suatu rahasia..." Aidan bersuara lirih, hingga aku saja hampir tidak bisa mendengar suaranya.

Rahasia?

Bukankah diantara kita memang ada banyak sekali rahasia? Yang akan terungkap suatu saat nanti. Lalu, apakah aku bisa menerimanya?