'DING DING DING'
Bunyi jam digital Nicolas berbunyi. Di layar jam digital terdapat panggilan dari 'Dr Quan'. Nicolas terus klik untuk menjawab panggilan itu. Sejurus itu, hologram Dokter Quan terus muncul dari jam digitalnya memapar Dokter Quan sedang bercakap berhadapan tabletnya.
"Nic! Lo harus ke rumah sakit sekarang! Situasi disini lagi kacau!" Dokter Quan memberitahu. Suasana di belakang Dokter Quan lagi sibuk, para perawat di rumah sakit berlari ke sana dan ke mari. Mereka kelihatan cemas. Peluh di dahi Dokter Quan membasahi mukanya.
"Apa sebenarnya yang terjadi Quan?" Nicolas bertanya, dia tidak berpuas hati.
Tiba-tiba aja Dokter Quan menelefon dan dia menjadi cemas. Dokter Quan memandang kawasan sekitarnya seolah mencari sesuatu. Keadaan menjadi semakin kacau di latar belakang Dokter Quan. Suster mulai menjerit dan meminta tolong. Dokter Quan berkata sesuatu kepada mereka. Tabletnya jatuh ke lantai. Talian tersekat.
"Quan? Lo kenapa? Jawab gue Quan!" Nicolas coba menarik perhatian Dokter Quan.
Kelibat Dokter Quan muncul lagi di layar. Kali ini baju dokternya yang putih bertukar menjadi merah. Tompokan warna darah membasahi bajunya. Dokter Quan coba untuk berlari dan membawa tabletnya bersama.
"….kepala dokter…..mati….diserang…makhluk!" Dokter Quan kelihatan sukar untuk berlari karena kakinya terlihat tempang. Dia sedaya upaya untuk memberitahu Nicolas sesuatu namun talian seperti tersekat dan Nicolas tidak dapat memahami apa yang dikatakan Dokter Quan. Selepas beberapa kali panggilan tersekat, hologram Dokter Quan terus terpadam.
"Quan! Quan! Hello?" Nicolas mulai panik. Belum sempat dia mendengar apa yang ingin dikatakan Dokter Quan, panggilan mati dan talian terus tidak bisa dihubungi lagi.
"Coba lo hubungi teman lo yang lainnya di sana." Austin mengarah Nicolas selepas melihat Nicolas coba berkali-kali menghubungi Dokter Quan dan talian tidak dapat menembusinya.
"Kak..aku takut." Ana memeluk Austin.
"Enggak papa kok. Tenang aja." Austin mengusap kepala adiknya untuk menenangkannya.
Selepas cobaannya berkali-kali, akhirnya Nicolas dapat memanggil salah satu temannya yang sedang bekerja di rumah sakit itu. Hologram dari pemanggil tidak bernyala tetapi kedengaran suaranya merintih sakit.
"Sophia.. kamu kenapa?" Nicolas khawatir.
"Nic…Ada sesuatu yang menyerang kita di rumah sakit. Aku lihat..aku lihat ada makhluk keluar dari perut mayat penduduk luar kota yang sudah mati. Mereka banyak Nic! Makhluk itu menyerang semua yang ada di rumah sakit ini. Aku juga diserang.." Suara Sophia lemah di hujung talian.
"Okay Soph, kamu tenang ya. Kamu sekarang lagi ada dimana? Aku ke sana sekarang!" Nicolas menjawab cemas. Austin menepuk bahu Nicolas untuk menenangkan temannya itu.
"Kamu..jangan kesini. Aku enggak bisa diselamatkan lagi. Kamu harus pergi dari sini. Jangan pernah kembali. Aku sayang sama kamu." Sophia mematikan talian.
"Soph! Soph! Jawab panggilan aku Soph!" Nicolas tidak dapat mengawal perasaannya. Panggilannya terus mati. Nicolas mencoba lagi untuk menghubungi. Tetapi ternyata, semua panggilannya tidak dijawab sesiapapun.
Austin memandang Ana yang masih mendakap di sampingnya dan kemudian dia memandang Nicolas yang masih sibuk memanggil temannya di jam digitalnya tidak henti. Dia tahu hal yang harus dia lakukan selepas ini adalah lari. Lari dari makhluk yang diberitahu oleh Dokter Quan dan Sophia. Tetapi makhluk itu seperti apa, bentuknya, asalnya, dia tidak tahu. Televisi berita memapar siaran mati dan tidak mempunyai signal. Masanya sudah dekat. Mereka pasti sedang mendekati penduduk kota. Austin coba menenangkan dirinya. Coba berfikiran waras.
"Ana, bisa bantu kakak?" Austin menanyakan soalan kepada Ana. Ana mengangguk.
"Bisa kamu terbangkan dron kamera kamu di luar. Kita harus mengetahui apa yang terjadi di luar." Kata Austin mengarah.
"Tapi kak…" Sebelum sempat Ana membalas, Nicolas membentak.
"Signal semua tidak berfungsi lagi. Gawat!" Nicolas memegang kepalanya yang sedang bingung.
Austin menghampiri Nicolas dan menenangkan temannya. Pasti dia tidak dapat menerima kenyataan bahwa Dokter Quan dan Sophia mungkin telah mati. Apa yang menyerang mereka saat panggilan tadi, semuanya tidak dapat dirungkai buat masa ini. Mereka membutuh sesuatu seperti informasi apa yang harus mereka lakukan di saat darurat seperti ini.
"Nic, lo harus bersabar. Apa pun yang terjadi, kita haru melewati ini semua bersama." Austin membujuk.
"Tin, kita enggak tahu apa yang menyerang mereka semua. Gimana caranya kita harus menghadapi makhluk itu?" Nicolas membahas. Austin tidak mahu berdebat dengan temannya di saat khawatir seperti ini. Dia harus bersikap tenang dan berfikir secara waras.
"Nic, sekarang ini lo punya gue sama Ana. Lo harus percaya kita bisa mengatasinya bersama." Austin memegang bahu temannya. Nicolas menarik nafasnya coba untuk bertenang. Dia tahu dia terlalu gusar memikirkan apa yang terjadi kepada temannya di rumah sakit.
Sementara Austin dan Nicolas berbahas sesama sendiri, Ana sudah menerbangkan lima dron yang mempunyai kamera setiap satu. Dron kameranya adalah hadiah hari ulang tahun Ana daripada Austin. Dari dulu, Ana suka bermain dengan perkakas canggih dan dia hebat dalam menterjemah kod perkomputeran di dalam sistem.
"Kakak, aku rasa mendingan kakak berdua lihat ini." Ana memberikan tabletnya kepada Austin. Ana menerbangkan dron-dron itu secara offline dan walaupun tanpa signal, dron itu dapat menangkap gambar di sekitar kota.
Layar di tablet Ana menunjuk lima paparan berbeda. Austin memindai jarinya ke dron 1. Gambar jalanan di atas tanah, suasana gelap dan tidak ada cahaya. Mobot yang berlanggar sesama sendiri. Beberapa orang sedang menyelamatkan diri dan keluar dari mobot. Gambar dari dron 2, suasana cahaya malap dari sebuah bangunan. Penduduk yang tinggal di dalam bangunan sedang mengemas barangan mereka. Gambar dari dron 3, beberapa orang sedang berjalan ke taman dan membawa tas mereka. Gambar dron 4, suasana di atas bangunan pemerintah, beberapa orang yang berpakaian sut kantor sedang masuk ke dalam pesawat. Apa yang mengejutkan Austin adalah gambar dron 5. Dia memandang Nicolas. Nicolas sedang fokus melihat gambar pada layar itu.
"Nic, di rumah sakit ada enggak dokter yang memakai sut merah?" Austin menanyakan Nicolas. Nicolas menggelengkan kepalanya.
Austin memberi tablet itu kepada Nicolas dan membesarkan pena pada gambar tersebut. Gambar itu adalah gambar kawasan rumah sakit. Lampu di rumah sakit sangat malap. Ada lampunya yang masih bernyala. Orang ramai keluar dari rumah sakit kelihatan gusar. Mereka sedang berlari dari sesuatu. Dan terlihat di belakang mereka, ada satu makhluk besar berwarna merah yang lagi sembunyi di sebalik tembok tiang.
"Tin, coba lo lihat. Ini kayaknya makhluk yang dikatakan Sophia." Jelas Nicolas.
"Iya. Awalnya gue pikir perawat. Tapi kok perawat besarnya dua kali ganda dari manusia… " Austin menambah lagi.
"Kak, ini gambar di pintu masuk kota. Ada kelompok tentara yang sedang berkawal disitu . " Ana menunjuk gambar lagi. Kali ini dia mengendara dronnya lebih jauh.
"Kita harus lakukan sesuatu, Tin." Nicolas bersuara. Austin dan Ana memandang Nicolas serentak. Mereka seperti sudah memahami hati masing-masing.
"Kita harus keluar dari kota ini. Sekarang juga." Austin memutuskan kata akhirnya.
***