Chapter 4 - Bab 4

Panik dan tiada arah. Ada yang berkurung saja di rumah. Ada pula yang ingin keluar meninggalkan kota. Apa yang mereka tidak ketahui sekarang ini, maut bakal menimpa mereka. Kehadiran makhluk berwarna merah, yang memakan organ dalaman manusia. Belum sempat berita memancarkan tentang kewujudan cerita makhluk itu, signal tidak berfungsi. Zaman serba cangggih yang menggunakan teknologi hebat tetapi tidak dapat berfungsi apabila signal mendadak mati. Apa terjadi kepada satelit di bumi?

24 JAM YANG LALU. Lokasi Pusat Satelit Nasional.

Di sebuah bangunan besar yang berbentuk hemisfera jauh dari kesibukan kota. Kawasan sekeliling bangunan itu adalah lapang sasar yang tidak mempunyai pokok dan dikelilingi tembok besi yang dikawal oleh beberapa pengawal. Kawasan itu amat sulit dan tidak ada yang bisa keluar dan masuk tanpa perhatian pengawal bertugas.

Di dalamnya beberapa petugas sedang sibuk mengendara bacaan satelit yang dipancar oleh satelit di angkasa. Suasana di dalam ruangan kawalan satelit tidak sibuk. Malah ada yang bertugas sambil mendengar muzik di fon kepala. Tugas mereka disitu hanya mengawal trafik satelit dan melaporkan kepada pihak atasan jika terjadi sesuatu. Salah seorang pegawai atas adalah Ben Paddock. Beliau adalah orang yang bertanggungjawab jika berlaku sesuatu kecelakaan malam itu.

"Malam ini sunyi seperti selalu." Salah seorang petugas perempuan bersuara.

"Kalau malam ini malam terakhir aku hidup, aku mau ngopi bersama seleb kegemaranku." Teman sekerjanya menyambung.

"Kamu jangan macem-macem ya Robinson. Jangan ngomong yang enggak-enggak." Petugas perempuan itu membalas.

"Hahaha. Aku lagi bercanda kok, Wanda." Robinson ketawa. Dia menyambung kopinya di meja.

Ben Paddock lagi sibuk menaip sesuatu di komputernya sambil mengawasi pekerjanya di lantai atas. Sedang mereka melakukan kerja mereka, ada sesuatu yang terpapar di skrin besar. Skrin besar itu adalah skrin utama yang menunjukkan grid di muka bumi ini yang menerima signal dari satelit dari pusat mereka. Satelit ini menyokong hampir satu per tiga kota-kota yang ada di dunia ini. Tidak seperti malam sebelumnya, kali ini ada sesuatu yang tidak kena.

"Ben, ada hal yang kurang enak disini." Wanda orang pertama melihat perkara itu.

"Apa Wanda?" Ben menjawab walaupun dia masih sibuk dengan laporannya di komputer.

Wanda membesarkan satu sudut di skrin. Terlihat bintik-bintik merah yang banyak di sebuah kawasan di dalam hutan. Signal satelit terus mati disitu.

"Tiang signal satelit kita di P325 musnah." Wanda memberitahu. Ben terhenti dari kerjanya. Dia bergegas bangun dan turun ke lantai bawah.

Sejurus tiang signal di kawasan tersebut mati, signal yang berdekatan juga mati. Bintik-bintik merah yang dikesan oleh signal beralih ke tempat tiang signal yang lain.

"Tiang signal P mati semua. Tiang signal O mati. Tiang signal N mati juga." Robinson yang menambah.

"Stein, sambungkan panggilan saya kepada pemerintah-pemerintah kota." Ben mengarah kepada pekerjanya yang menjaga bagian komunikasi.

Sementara menunggu panggilannya bersambung kepada pemerintah kota, Ben menukar skrin yang memapar satelit menjadi viu gambaran bumi dari angkasa. Walaupun terlihat gelap kerana hari malam, Ben melihat bintik-bintik merah itu seperti sesuatu yang sedang berjalan. Ianya hidup. Jalannya laju menuju ke arah tiang signal yang ada berdekatan. Serakannya mendadak.

"Apa'an ini?" Ben menyoal dirinya yang tiada jawaban untuk soalan itu.

***

24 JAM SEKARANG. Lokasi Kota Grean. Jalan utama menuju ke luar kota.

Suasana sangat ribut dengan teriakan dan jumlah penduduk kota yang ramai membawa tas mereka berjalan ke jalan utama. Lampu jalan yang malap menambahkan rasa gawat dalam diri mereka. Lampu yang bertambah pudar menandakan listrik sokongan hampir habis. Kota Grean yang menggunakan listrik sokongan sejak 2 jam yang lalu, bakal gelap total pada jam berikutnya.

Arahan pihak otoritas mengarah penduduk kota supaya keluar dari rumah dan membawa barang keperluan dan berjalan ke jalan utama. Mereka hanya menggunakan pembesar suara untuk memberi informasi itu. Sebentar lagi, pesawat udara yang besar yang dimiliki tentara akan datang mengambil semua penduduk kota secara berperingkat. Mereka akan dibawa ke kawasan yang selamat.

Pesawat udara itu boleh membawa total berat 800,000 kilogram dan mempunyai keluasan lebar sayap 280 meter. Satu pesawat udara cuman bisa membawa kurang lebih 10,000 orang dalam satu masa. Bilangan pesawat udara yang bisa diterbangkan ada 5 yang dimiliki kerajaan Kota Grean.

"Semuanya tenang. Jangan buru-buru. Sila berkumpul di hadapan tembok laluan menuju kota." Petugas-petugas tentara melaungkan arahan dari pembesar suara tangan.

Austin, Ana dan Nicolas juga turut sama berjalan di dalam kelompok menuju ke tempat yang diarahkan. Petugas tentara mengawal kelompok yang berjalan agar bisa mematuhi arahan dan tidak menukar laluan ke arah lain.

Austin memerhati segelintir penduduk di sampingnya yang berwajah resah, khawatir dan lelah. Mereka tidak pernah melalui kejadian seperti ini. Perang terakhir yang tamat pada tahun 2050 tidak pernah berulang kerana musuh menjadi kawan yang bersama membanteras penyakit yang melanda umat pada zaman itu. Ternyata, umat zaman sekarang tidak pernah merasakan susah waktu dahulu. Mereka sudah terlebih selesa dengan apa yang mereka ada di waktu sekarang.

"Tin, lo kenapa?" Nicolas menanyakan Austin yang mula ketinggalan di belakangnya.

"Err.. Enggak kok. Gue cuman lagi kepikiran sesuatu aja." Austin menjawab.

"Jangan khawatir kak, kita pasti bisa melaluinya bersama." Ana bersuara. Wajahnya terlihat pucat. Austin hanya bisa tersenyum tawar.

Perjalanan mereka semakin hampir dengan laluan keluar dari kota. Tembok besar membagi kawasan kota dan kawasan luar kota. Tentara berjaga di sekitar kawasan itu. Austin, Ana dan Nicolas tidak jauh dari jarak tembok besar. Dibelakang mereka masih ramai lagi penduduk yang berjalan menuju ke arah mereka. Di satu saat, langkah mereka terhenti dan mereka berdiri dan menunggu seperti yang lain.

"Lalu sekarang apa?" Ada seorang penduduk bersuara.

"Kita nunggu pesawat tentara. Mereka akan bawa kita ke tempat yang lebih selamat." Jawab penduduk yang lain.

"Apa sebenarnya yang terjadi?" Laung suara yang lainnya.

"Kota kita dilanda musibah. Ada makhluk jahat yang memakan manusia!" Soalan itu dijawab. Mendengar perkataan 'makhluk' penduduk semua menjadi takut dan ada yang mula meracau.

"Kak, mendingan kita jauh dari mereka. Kepalaku pusing ni." Ana menarik tangan Austin.

Nicolas mengikut mereka dari belakang. Austin membawa mereka ke kawasan jauh dari penduduk yang sedang berteriakan sesama sendiri. Mereka mulai menjauh dari cahaya kota. Sampai di hujung keluar dari kelompok penduduk, Ana mencari batu untuk duduk. Kepalanya pusing kerana keadaan yang amat berisik.

"Kamu okay Ana?" Nicolas menanya.

"Okay, disini aku rasa lebih nyaman." Jawab Ana.

"Bentar, aku kasi kamu obat sakit kepala supaya kamu lebih tenang." Nicolas membuka tas besar yang digendongnya dari tadi di belakang badannya. Dia menyimpan kebutuhan seperti obat dan makanan.

Austin menarik nafas dan menghembusnya berkali-kali kerana terlalu lelah. Dia melihat jam pada pergelangan tangannya. Jam menunjuk jam 1 lebih pagi. Dia coba membuka tabletnya namun tiada apa yang bisa dicari secara online. Signal mati. Bateri tabletnya tidak tinggal banyak. Austin mengeluh.

"Tin, bisa buka lampu dari tablet enggak, gue ingin mencari obat di dalam tas tetapi disini terlalu gelap." Nicolas memberitahu Austin.

Austin menyalakan lampu dari tabletnya dan menyuluh ke arah Nicolas. Sementara dia membantu temannya mencari obat di dalam tasnya, mata Austin melihat sesuatu di atas tanah.

"Kaki lo berdarah ya Nic?"

"Eh? Enggak ah. Kakiku baik-baik aja kok." Nicolas membalas.

"Habis, ini tompokan darah siapa?" Austin menyuluh ke atas tanah.

Tompokan darah terlalu banyak di atas jalan. Tanpa sinaran cahaya, tompokan di atas tanah itu terlihat seperti air atau basah. Nicolas mengangkat tasnya ke dada. Austin mengekori tompokan darah itu dan menyalakan di satu kawasan dimana tumpahnya darah itu. Di sebalik mobot yang diparkir di tepi jalan, ada seorang mayat yang telah dirobek mukanya dan memperlihat isi mukanya. Darahnya masih baru tertumpah.

***