Mereka meneruskan perbincangan anak muda seusianya. Suara yang ditimbulkan kencang sekali seperti satu RT dapat mendengarnya. Para sahabat-sahabat itu jika sudah berkumpul memang begitu, seakan dunia hanya milik mereka dan yang lain hanya kontrak saja.
Tak berselang lama, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, itu tandanya perbincangan mereka harus segera diakhiri dan Aulia harus segera bersiap untuk pergi.
"Aul, sudah jam lima nih." Kalimat Kak Zelfan itu menyadarkan Aulia yang harus segera pergi dari kota A.
"Eh temen-temen, udah dulu ya buat hari ini. Aku harus pergi." Aulia tak sanggup melanjutkan kalimatnya lagi, air matanya mulai menetes perlahan dari ujung matanya. Seketika itu Gita mendekat dan memeluk Aulia dengan erat, seakan tidak rela jika sahabatnya harus pergi jauh.
"Aul, jangan nangis dong, aku jadi ikutan nih." Seketika suasana sedih itu berubah menjadi lawakan absurd. Lagi-lagi Yudi datang untuk merusak suasana.
"Woi Yudi, lu diem bisa ape kagak sih? Ngerusak suasana mulu dah ah." Teguran Aldi untuk Yudi. Kemudian mereka semua tertawa. Setelah itu mereka satu persatu memberikan kalimat terakhir untuk Aulia sebelum meninggalkan kota A.
"Aulia, pokoknya lu nggak boleh pacaran sembarang kalau udah di sekolah baru, inget ada gue ya." Pesan Gita mengingatkan.
"Aul, kalau kamu rindu aku, langsung telepon aja, nggak usah ragu-ragu pokoknya ya." Yudi percaya diri sekali sepertinya. "Yang ada malah lu kan yang rindu sama gue Yud." Kali ini Aulia membalas sedikit ketus.
"Aulia, kalau mau curhat sama gue, nggak usah sungkan ya. Gue santai kok orangnya." Aldi memang tempatnya curhat hampir semua umat di kelas, jadi bukan hanya Aulia yang sering curhat ke Aldi, namun hampir semua teman di kelas begitu. Ya karena Aldi ini sering mengeluarkan kalimat-kalimat yang tak terduga setiap ada yang curhat padanya.
"Aulia, jangan lupa belajar ya meskipun kamu udah pinter. Oiya jangan lupa ibadahnya." Sejauh ini hanya kalimat dari Kak Rei yang membuat tertegun, bukan cuma Aulia namun semua sahabat-sahabat nya juga. Mereka semua memang belum mengenal Kak Rei lebih dalam lagi, jadi ya wajar saja.
"Semuanya terimakasih ya, aku bangga punya kalian yang selalu ada buat Aul." Aulia merasa terharu melihat sahabat-sahabatnya.
"Oiya Aul, ini ada sesuatu dari kita." Gita menyodorkan paper bag bergambar bintang itu pada Aulia. "Eh ini apa, nggak usah repot-repot. Aul udah seneng kok bisa ketemu kalian semua." Aulia menolak karena persahabatan mereka memang tulus dari awal, jadi barang seperti itu yang ada di dalam paper bag mungkin tidak bisa menggambarkan hubungan yang telah mereka jalin selama dua tahun ini.
"Udah deh Aul, terima aja. Anggap itu sebagai kenang-kenangan dari kami untuk persahabatan kita." Aldi menjelaskan esensi dari barang yang ada di dalam paper bag itu. Kemudian Aulia menerima dan mereka semua berpelukan. Ini adalah kali pertama mereka berpelukan.
Setelah beberapa saat, Kak Zelfan datang lagi dan mengingatkan. Para sahabat itu membantu memasukkan barang yang masih tertinggal.
"Aul, bisa bicara sebentar?" Kak Rei mulai mengambil kesempatan berbicara dengan Aulia. Kemudian Kak Rei memberikan paper bag bergambar singa lucu berwana biru muda untuk Aulia yang saat itu sedang bingung harus merasa senang atau sedih. "Ah ini apa Kak? Tidak usah repot-repot." Jawaban Aulia yang masih kebingungan. "Ini adalah tanda sebagai kenang-kenangan dariku untukmu, kau boleh membuka nya setelah sampai di rumah barumu." Kak Rei tiba-tiba mengatakan hal yang tidak pernah disangka oleh Aulia sembari mengacak-acak rambut Aulia dan kemudian berlalu.
'Perasaan macam apa ini'
Pikir Aulia seperti itu.
Setelah semuanya masuk, akhirnya Aulia juga masuk ke dalam mobil dan mulai berpamitan dengan sahabat-sahabat nya. Berat sekali rasanya harus meninggalkan orang yang disayang. Terlebih lagi orang itu selalu ada untukmu.
Lambaian tangan Aulia itu mengakhiri pertemuan mereka, namun tidak dengan persahabatan mereka.
"Teman-teman, aku cabut duluan, masih ada tugas negara." Kak Rei pulang terlebih dahulu karena ada urusan yang harus dikerjakan. Setelah itu yang lain juga pergi, kembali lagi melakukan aktivitas mereka.
Sementara itu di dalam mobil Honda Civic hitam, keluarga kecil itu saling berbincang, namun Aulia sedikit merasa aneh.
"Aul, anak laki-laki yang tadi itu siapa? Kok Ibu jarang melihatnya datang ke rumah ya?" Tanya ibu yang kebingungan dengan adanya Kak Rei yang pertama kali datang ke rumah. "Ah itu Kak Rei Bu, dia kakak kelas ku dan juga satu bimbel dengan ku, dia memang baru pertama kali datang ke rumah. Ibu pernah melihatnya?" Aulia bertanya pada ibu yang sepertinya tidak asing begitu melihat wajah Kak Rei tadi.
"Ah itu wajahnya mirip dengan anaknya yang punya Toko Ada Aja, makannya Ibu bertanya padamu tadi." Ibu masih membandingkan wajah kedua orang itu. "Ah memang itu dia Bu. Ngomong-ngomong Ibu tau darimana?" Aulia sangat ingin tau bagaimana ibunya bisa bertemu dengan Kak Rei.
"Kan dia selalu membantu di toko ayahnya, tapi namanya Hanan, kalau temanmu itu kan Rei" Entah kenapa pembahasan nya menjadi berubah fokus kesana.
"Nama lengkapnya kan Rein Hananta Bu, pantas saja dipanggil Hanan. Oiya nama ayahnya itu kalau tidak salah Sodikin Lokananta ya Bu?." Aulia sedikit tersipu mengatakan itu. "Ngomong-ngomong Ibu kok bisa tau dia?"
"Halah Bu, Aulia pasti suka deh sama siapa itu tadi? Anaknya Sodikin Lokakarya?" Belum sempat menyelesaikan pertanyaan itu, Kak Zelfan tiba-tiba menyela. "Ih Kak Zelfan, namanya tu Sodikin Lokananta bukan Lokakarya. Nyebelin banget sih Kak jadi orang." Aulia tambah kesal dengan kakaknya itu, namun semua yang ada di mobil tertawa.
"Ibu sering belanja bahan kue disana, jadi ya sering ketemu. Dia juga pernah mengantar barang di rumah" Jawaban ibu kali ini membuat Aulia sangat senang, karena orang yang dia taksir ternyata sudah pernah datang ke rumahnya. "Beneran Bu? Kok aku nggak pernah lihat ya?" Aulia ingin tau lebih dalam lagi.
"Kamu kan kalau di rumah pasti tidur, jadinya ya nggak tau kalau Hanan datang." Ibu sedikit menyinggung kebiasaan tidur Aulia yang di atas rata-rata orang normal.
"Oiya dia itu juga hafiz Qur'an, setiap belanja kesana pasti banyak ibu-ibu yang menggodanya buat dijadiin menantu." Wajah Aulia memerah kali ini.
"Tapi Ibu tidak pernah mengatakan itu." Seketika wajah Aulia berubah jadi muram dan sedikit kesal setelah mendengar ibunya berkata demikian, sementara itu Kak Zelfan yang menguping terkekeh mendengar hal yang sama. Bagi Aulia, itu seperti membawanya terbang lalu dijatuhkan ke tanah dari ketinggian, sakitnya bukan main. Ternyata lebih sakit ya kalau orang tua yang bilang seperti itu daripada orang lain.
Setelah mengatakan hal itu, ibu Aulia tidur tanpa memikirkan kekesalan anak gadisnya, seperti tidak terjadi apa-apa diantara mereka semua. Sepertinya sikap ibu yang seperti inj menurun pada semua anaknya. Ngomong nya memang sedikit tapi membuat hati orang terluka.