Wahyu masuk ke dalam kamarnya setelah berpura-pura menolak Wira sebagai pilihan putrinya. Dia malah bersyukur dan tersenyum lebar. Karena akhirnya yang ia rencanakan akan segera terwujud. Tidak ada orangtua yang ingin anaknya menderita. Doanya selama berbulan-bulan akhirnya dikabulkan oleh Allah. Usianya kini semakin tua. Dia akan merasa tenang jika bisa melihat Mahira mendapatkan lelaki sholih untuk menjadi suaminya.
'Maafkan Abi, Nak. Mungkin saat ini kamu kecewa sama Abi. Tapi jika saatnya tiba nanti, kamu akan menjadi orang yang sangat bahagia. Bisa bersama dengan lelaki yang benar-benar kamu inginkan. Kalau Abi bicara sekarang sama kamu, abi takut kamu akan berfikir semua ini adalah rencana Abi. Padahal semua terjadi atas kehendak Allah.'
Tak lama kemudian, ada sosok Hanum yang masuk ke dalam kamar menemui suaminya. Ya sekarang Wahyu memang berada di dalam kamar Hanum. Wanita yang masih terlihat awet muda itu menghampiri sang suami dan duduk di pinggiran ranjang bersebelahan dengan Wahyu.
"Mas, maaf bukannya aku lancang. Apa Mas tidak keterlaluan mengerjai Mahira? nanti kalau dia tahu, apa dia tidak mengira kalau Abinya telah membohonginya?"
"Mas tahu, Dek. Mas minta maaf sudah membuat anakmu sedih. Tapi Mas melakukan semuanya untuk Mahira. Mahira itu mungkin membenci Mas saat ini. Tapi dia pasti akan bahagia kalau ternyata yang menikahinya adalah lelaki yang dicintainya.
"Jika menurut Mas itu yang terbaik, aku ikut saja, Mas."
"Kamu takut ya kalau Mahira akan membenci kita?"
"Lebih dari itu, Mas. Aku takut Mahira akan berbuat nekat seperti kabur dari rumah mungkin."
"InsyaAllah Mahira tidak akan berbuat seperti itu. Kita doakan saja semua akan berjalan sesuai rencana. Membuat kejutan untuknya. Mas hanya ingin dia nantinya menyadari bahwa apa yang dipilihkan orangtua tidak seburuk yang dia pikirkan. Seburuk buruknya orangtua pasti ingin anaknya bahagia. Semoga suatu hari nanti Mahira bisa menyadari hal ini. Tanpa kita bersusah payah membujuk, Allahlah yang menggerakkan. Dipermudah jalan Mahira dan Aydin untuk berkenalan. Alhamdulillah."
"Iya Alhamdulillah, Mas."
"Mas mau nelpon Ustadz Fajar. Beliau dan Nak Aydin harus tau tentang hal ini. Dan insyaAllah besok mas akan mengurus pernikahan Mahira dan Aydin."
"Iya Mas. Semoga semuanya lancar."
"Nanti Mas akan catatkan apa saja yang harus kamu mintakan ke Mahira ya, Dek."
"Iya Mas. Lalu bagaimana dengan walinya Mahira nanti?"
"Satu-satunya harapan adalah kakak laki-lakinya Mahira. Anak sulungmu. Tapi jika sampai hari H tidak kita temukan, maka yang akan jadi walinya adalah wali hakim."
"Baiklah Mas." Hanum bersedih karena tiba-tiba saja dia ingat anak laki-lakinya yang entah dimana ia berada sekarang.
"Kenapa, Dek? Kamu ingat anak sulungmu lagi?"
"Iya Mas. Dia dimana sekarang ya, Mas? masih hidup atau?" Hanum terisak. Wahyu pun merengkuh istrinya. Dia tahu kejadian waktu itu memang sangat berat. Wahyu sudah mencari keberadaan anak itu, namun sampai sekarang tidak bisa dilacak keberadaannya.
"Sabar ya. Semoga suatu saat nanti kita bisa menemukannya."
***
Perkataan Wahyu tadi membuat Mahira tak bisa tidur semalaman. Dia mengantuk, tapi matanya tak bisa terpejam. Dia menangis sejak Abinya menolak laki-laki yang diinginkannya. Gadis itu kesal pada Wahyu yang selalu saja dengan seenaknya memutuskan sesuatu. Satu bulan lagi dia akan menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak ia kenal. Lelaki yang mungkin saja akan sama dengan Abinya. Mahira kembali terisak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana dia bisa hidup dengan orang yang tidak ia kenal?
'Bagaimana kalau ternyata dia seorang Mafia yang pura-pura jadi orang baik? Bagaimana kalau dia adalah penyuka sesama jenis? Dan yang paling ngeri kalo dia ternyata sudah punya istri. Ya Allah tolong bantu hamba agar bisa melarikan diri dari semua ini. Kenapa Abi jahat sama Mahira?'
Mahira akhirnya terlelap setelah begitu banyak airmata yang ia tumpahkan malam ini. Ya menangis karena pilihannya tidak direstui oleh Abinya.
Pagi ini Mahira sengaja tidak ikut sarapan dengan orangtua. Dia sudah berniat melakukan hal ini sebagai bentuk protes karena dijodohkan dengan orang yang tidak ia sukai. Bahkan selepas subuh tadi Hanum meminta foto kopi KTP dan pas foto yang kebetulan dia punya.
"Mahira, duduk sini sarapan bareng, Nak."
"Enggak Umi. Mahira mau sarapan di sekolahan saja."
"Oh ya sudah sebentar ya. Umi ambilkan tempat makan dulu buat bekal." Hanum mengambilkan wadah untuk menaruh makanan.
Mahira menggaruk kepalanya yang tertutup jilbab. Niatnya kan mau ngambek malah dibawain bekal. Berharap orangtuanya peka. Tapi malah dibawain bekal. Mahira mau menolak juga tidak tega. Selama ini ia mungkin sering adu pendapat dengan Abinya. Tapi jika dihadapkan dengan kedua uminya ini, rasa-rasanya tidak tega menyakiti hati uminya. Akhirnya dia menunggu Hanum menyiapkan bekal untuknya.
"Mahira, ini Nak sudah siap. Nanti sampai sekolah di makan ya. Ini juga dibawain Umi aida teh hangat." Hanum menyerahkan kotak bekal makan dan sebotol teh hangat. Kurang apa lagi seorang Mahira. Bahkan sampai dia lulus kuliahpun kedua uminya masih melayani dia seperti anak kecil.
"Lho Mahira kenapa bawa Bekal, Mi?" Wahyu yang baru saja datang heran melihat putrinya bukannya makan bersama mereka, malah membawa kotak bekal.
"Umi, Mahira berangkat dulu." Mahira menyalami Kedua uminya, lalu abinya sekilas. Dia tidak mau menjawab apapun ucapan dari Wahyu.
Mahira mengucap salam lalu berangkat mengajar.
"Abi, Mahira marah kayaknya," ucap Aida saat menuangkan nasi di atas piring suaminya. Sedangkan Hanum yang mengambilkan lauk dan sayur. Aida mengatur semuanya sejak dirinya dimadu. Agar tidak ada rasa iri satu sama lain.
"Biarkan saja, Mi. Tidak apa-apa Magira marah sekarang. Yang penting setelah menikah nanti, dia akan bahagia. Dan akan memeluk Abi dengan penuh cinta seperti dulu."
"Abi ini bisa aja mengerjai Mahira. Kasihan anak kita, Bi." Wahyu hanya tersenyum. Dia tidak sabar mengurus semua semuanya. Dan tidak sabar menunggu satu bulan lagi untuk melihat ekspresi bahagiannya Mahira saat dipersunting kekasih hatinya.
"Umi hanum, apa sudah berhasil mendapatkan Fotokopi KTP dan pas foto Mahira. Syarat yang lain kan sudah abi siapkan tadi malam."
"Sudah Bi. Dia memberinya dengan cemberut."
"Tapi dia tidak berani marah sama kamu, Mi. Alhamdulillah kalau sudah dapat. Nanti Aydin mau ke sini dulu sebelum berangkat kerja. Dia mau mengambil dokumen dari Mahira."
"Alhamdulillah akhirya kita mau menikahkan putri kita. Apalagi ini akan menjadi pernikahan paling berbeda."
"Iya mbak, Mahira pasti akan kaget kalo ternyata Wira itu sama dengan Aydin."
Tok Tok Tok.
"Assalamualaikum." terdengar bunyi salam dari arah pintu depan. Hanum segera berdiri.
"Waalaikumsalam. Sebentar." Hanum membukakan pintu dan ternyata laki-laki tampan yang bernama Wira alis Aydin lah yang datang.
"Eh calon menantu sudah datang." Wahyu beranjak. Di amenghampiri Aydin yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya.
"Ustadz Wahyu, Umi." Aydin mencium tangan Wahyu dan Hanum. Lalu Aida yang mengikuti Wahyu dari belakang.
"Ayo masuk, Aydin."
"Langsung duduk, Nak. Saya sudah menyiapkan syarat yang akan kamu bawa ke KUA nanti.
"Aydin tidak percaya kalau Mahira mau menerima Aydin, Ustadz."
"Allah tidak akan mendzolimi hambanya, Nak. Semoga jalanmu meminang Mahira semakin terbuka ya."
"Aamiin.. Terimakasih ustadz."