Chereads / Aku Ingin Tidur Denganmu / Chapter 6 - 6. Nikah yuk?

Chapter 6 - 6. Nikah yuk?

Rupanya siku tangan Asfa sedikit bergeser dari dudukannya. Gadis kecil itu diharuskan menjalani rawat inap. Nizam yang bertanggung jawab pun bersedia membiayai pengobatan Asfa hingga luka-luka anak tersebut sembuh dan keadaan tubuhnya kembali pulih.

"Makasih, Mas Nizam." Fatimah.

"Nggak perlu berterima kasih, Mbak. Asfa kaya gini juga, nggak lepas dari kecerobohan saya."

"Tapi, bagaimanapun saya tetap harus berterima kasih, Mas."

Nizam menggaruk kepalanya seraya nyengir canggung. "Keras kepalanya mirip banget sama dia," gumamnya pelan.

"Apa, Mas?" Fatimah mendengar kemaman Nizam meski tak jelas.

"Nggak. Bukan apa-apa, Mbak. Saya hanya mengkhawatirkan kondisi Asfa." Nizam tersenyum kikuk.

Fatimah menatap sang anak yang tengah tertidur lelap di katil sambil tersenyum tawar. "Asfa akan baik-baik saja, Mas. Dia anak yang kuat."

Nizam mengikuti sorot mata Fatimah lalu kembali melihat ke arah ibu dari anak itu. Nizam merasa terenyuh kala melihat iris Fatimah yang sendu. "Maaf, Mbak. Kalau boleh tahu, Asfa sakit apa, yah? Maaf sebelumnya, saya tadi nggak sengaja mendengar pembicaraanmu dengan Dokter Nisa."

"Nggak usah panggil Mbak, panggil Fat aja. Sepertinya kita seusia," ucap Fatimah yang disetujui Nizam. "Sebenarnya bukan hanya Asfa yang sakit, tapi saya juga. Sakit kami berdua, sakit yang nggak biasa. Saya dan Asfa … terjangkit HIV." Dia tersenyum kecut kepada lelaki yang berdiri di dekatnya.

Nizam melengung dengan manik membulat.

Fatimah tertawa hambar kala melihat reaksi pada air muka Nizam. "Kenapa? Apa kamu merasa jijik kepadaku dan Asfa?"

Nizam menyadarkan diri dari keterkejutannya. "E bu-bukan begitu. Maaf." Seketika dia merasa tidak enak hati.

"Nggak perlu minta maaf. Kami sudah terbiasa mendapatkan mimik aneh dari orang yang baru mengetahui penyakit kami." Fatimah menyeringai miring.

Nizam menatap heran pada wanita berhijab yang tengah mengecup kening Asfa. Bagaimana bisa wanita sebaik Fatimah tertular virus tersebut? Apa mungkin gaya hidup wanita itu di masa lalu, sama seperti kehidupan Nizam yang dulu? Penuh kebebasan dan tidak mempunyai batasan. "Kalau boleh tahu, sejak kapan kalian terpapar virus itu?"

Fatimah menghela napas berat. Dadanya makin sesak bila harus mengingat masa lalu. Masa di mana tubuhnya disusupi virus jahanam itu. "5 tahun yang lalu saya menikah dengan seorang pria. Dia lelaki yang baik juga sopan dan Mas Rama pula sangat mencintaiku. Beliau memperlakukanku seperti seorang ratu. Dia pria yang sangat kucintai." Dia tersenyum bahagia. "3 bulan pernikahan kami, saya positif hamil. Saya memeriksakan kehamilan ke dokter kandungan dan saya sangat terkejut saat melihat hasil tes darah keluar. Dokter mengatakan kalau saya positif HIV."

Nizam menatap fokus Fatimah, mendengarkan ceritanya dengan seksama.

"Saya hanya wanita rumahan dan belum pernah berhubungan dengan lelaki manapun selain Mas Rama. Saya begitu frustasi dengan pernyataan dokter kandungan hingga seminggu kemudian, Mas Rama mempertanyakan kemurunganku. Saya menceritakan semuanya sambil menangis. Saya sangat takut Mas Rama akan berpikir yang bukan-bukan tentang diri ini. Tiba saat Mas Rama membuat pengakuan, saya kecewa, sedih, dan sangat terpukul. Dia mengatakan kalau dia sudah 10 tahun mengidap Aids." Fatimah tersenyum dengan air berlinangan dari mata legamnya yang segera dia seka. "Saya langsung marah besar saat mengetahuinya. Saya merasa dia jahat dan egois karena telah menularkan virus mengerikan itu ke tubuh saya. Saya sangat kecewa. Tapi, lambat laun saya belajar menerima kenyataan hidupku. Saya mulai sadar kalau semua ini mungkin takdir dari Allah. Saya pun rutin treatment dan melakukan pengobatan. Alhamdulillah saya dan Asfa bisa beraktivitas dengan normal sampai sekarang."

Setelah mengobrol dengan Fatimah, Nizam menjadi lebih pendiam. Dia sibuk memikirkan kembali keinginannya untuk mengungkapkan rahasia yang selama ini dia simpan. "Apa yang aku harapkan setelah Zahro mengetahui semuanya?" Nizam tersenyum kaku. "Kamu nggak boleh egois, Azam. Zahro akan bernasib sama seperti Fatimah jika kamu mementingkan dirimu sendiri." Cabar hati kembali mengelumuni jiwa Nizam. Dia menjadi plintat-plintut dengan keputusannya. Nizam tergelak. Dia merasa hidupnya tengah dipermainkan takdir. Dikala Nizam mendapatkan keyakinan untuk menjelaskan kepada Zahro, disaat itu pula ketetapan hatinya dipatahkan. "Ironis." Dia menyeringai muram.

"Azam?"

Nizam yang sedang duduk di kursi tunggu pun menoleh ke arah suara. Dia menatap nanap gadis berhijab yang tersenyum manis dengan berseri-seri. "Zahro?" batinnya.

"Kamu lagi ngapain di sini?" tanya Zahro setelah Nizam di dalam jangkauan.

Nizam menghapus jejak air di sudut matanya, tetapi dia urung menjawab pertanyaan Zahro, karena tiba-tiba Fatimah memanggilnya.

"Mas Azam." Fatimah.

Nizam begitupun dengan Zahro, sontak menoleh ke arah Fatimah. Terlihat pria itu gegas berdiri. "Ada apa, Fat?"

"Asfa ingin bertemu denganmu." Seketika Fatimah merasa bingung. Dia hanya memanggil Nizam, tetapi kenapa seorang gadis yang tak dikenalnya juga ikut maju?

Menyadari kebingungan Fatimah dan Zahro, Nizam pun memperkenalkan mereka. Nizam menjelaskan apa adanya tentang Fatimah kepada Zahro dan dia juga memberitahu Fatimah kalau Zahro merupakan temannya. Usai, pria itu pun memasuki kamar Asfa dengan Zahro dan Fatimah yang mengekor di belakang.

"Assalamualaikum." Nizam.

"Wa'alaikumussalam, Om. Om, pasti Om Nizam, yah?" tanya anak berumur 4 tahun tersebut.

Nizam tersenyum tipis lalu mengangguk. "Iya, ada apa?"

"Asfa mau minta maaf, Om. Kata Ibu, Asfa juga salah karena udah lari ke tengah jalan. Maafin yah, Om?"

"Iya, Asfa. Om juga minta maaf karena sudah membuatmu sakit."

"Tenang, Om. Asfa udah maafin, kok." Asfa mengacungkan jempolnya seraya menyeringai lebar dengan gembira. "Eh, kakak cantik itu siapa, Om?" Gadis kecil itu menatap Zahro ceria.

Zahro pun gegas memangkas jaraknya dengan Asfa. "Assalamualaikum, Asfa. Kenalin, aku, Zahro temannya Om Nizam." Dia tersenyum manis dengan sumringah.

"Wa'alaikumussalam, Mbak Zahro." Asfa tampak menyukai Zahro yang ramah juga riang. 

Zahro yang mudah bergaul pun membuat Asfa cepat akrab dengannya. Keduanya pun seketika menjadi dekat. Tak ayal senyuman dan kekehan langsung keluar dari mulut Fatimah dan Nizam kala melihat interaksi mereka.

Namun, segera hati Nizam diserbu rasa iba kala mengingat virus apa yang bersarang di tubuh anak ceria tersebut. Dia berwalang hati untuk Asfa. Anak kecil itu mungkin belum mengerti seberapa berbahayanya mikroorganisme itu. Asfa masih terlalu kecil untuk memahami semuanya.

Beberapa saat kemudian Nizam teringat akan pekerjaan. Dia pun memutuskan untuk memberitahu Iwan dan Wisnu terkait izin tidak masuk kerja, juga Pak Rusli yang memiliki janji temu dengannya siang ini. Nizam baru saja terkena musibah dan dia masih cukup syok dengan kejadian yang baru menimpanya itu.

"Belum pulang?" tanya Zahro yang baru keluar dari kamar Asfa.

Nizam memasukan ponsel ke sakunya. "Sebentar lagi."

"Kamu kenapa, Azam? Aku perhatikan kamu murung terus dari tadi?" Kening Zahro berkerut.

Nizam malah membisu.

"Kamu pasti masih syok, yah?"

"Saya hanya kasihan kepada Asfa."

"Kasihan karena Asfa mengidap HIV?"

Nizam menoleh kepada gadis yang berdiri di sampingnya dengan keheranan. "Bagaimana kamu …."

"Bisa tahu?" Zahro menebak pertanyaan Nizam. "Asfa sendiri tadi yang bercerita padaku."

Nizam malah bengong.

"Kamu nggak perlu mengasihani dia, Azam. Asfa anak yang kuat." Zahro tersenyum kepada Nizam. "Kalau kamu beneran peduli sama dia, beri dia dukungan dan semangat."

Nizam menghela napas. "Kamu benar. Asfa nggak butuh dikasihani. Yang dia butuhkan saat ini adalah support dari orang yang bener-bener peduli sama dia." Dia merasa senasib dengan Asfa sehingga merasa wajib memberikan dukungan moril untuk anak kecil tersebut.

"Kamu beneran peduli sama Asfa?"

"Tentu."

"Masyaallah. Kamu baik banget, Azam. Wanita yang akan menjadi istrimu nanti pasti akan sangat bahagia, sebab mempunyai suami yang penyayang terhadap sesama," tutur Zahro. "Kita nikah yuk?"

Nizam menatap Zahro melongo. Sementara gadis itu malah tergelak renyah saat melihat wajah terkejut Nizam.