Chereads / Aku Ingin Tidur Denganmu / Chapter 7 - 7. PHP

Chapter 7 - 7. PHP

"Kamu ngapain di sini?" tanya Nizam. Lepas berbicara dengan Asfa tadi, dia dan Zahro memutuskan untuk pulang, karena hari sudah mulai sore.

"Aku Internship* di rumah sakit ini." Zahro mengayuh kaki dengan sesekali menoleh kepada Nizam yang tengah berjalan bersampingan dengannya, menyusuri lorong.

Nizam mengangguk paham. "Sejak kapan?"

"Udah dua minggu yang lalu, sih," jawab Zahro. 

"Masyaallah." Nizam tersenyum tipis. "Selamat untukmu." 

"Untuk apa?" Zahro pura-pura tidak peka. Dia suka membuat Nizam berbicara lebih dominan. Aneh, padahal Nizam dahulu tidak pendiam seperti sekarang. Namun, tampaknya pria yang Zahro sayangi itu sudah banyak berubah. 

"Karena kamu udah jadi dokter." Nizam tersenyum ramah.

Zahro tertawa pelan. "Makasih, Azam. Tapi ini belum selesai, kok. Aku masih harus sekolah lagi untuk ngambil spesialis."

"Sekolah lagi?"

"Hmm, selesai internship ini, aku mau ngambil SP. KFR*. Aku ingin menjadi dokter spesialis seperti almarhum papa." Zahro melengkungkan senyuman ramah.

Nizam menatap Zahro penuh kagum. Luar biasa, jalan hidup gadis di sisinya ini betul-betul tersusun rapi. Zahro tidak pernah melakukan kenakalan. Dia selalu fokus menimba ilmu. Itulah yang membuat Nizam sulit untuk tidak jatuh cinta padanya. Zahro adalah gadis paling sempurna yang pernah dia dekati. "Sekarang mau ke mana?"

Iris Zahro seketika berbinar. "Kalau aku bilang, aku mau pulang? Emangnya kamu mau nganterin?"

Nizam terkekeh pelan. "Kamu mau saya anterin?"

"Iyalah, siapa yang nggak mau dianterin calon suami?" Zahro mengedut-ngedutkan kedua alisnya seraya tersenyum lebar.

Nizam tertawa tawar lalu menghela napas. Dia mengalah. "Ya udah, ayo saya anterin kamu pulang."

"Masyaallah, calon suami yang baik," celetuk Zahro seraya menyeringai gembira.

"Zahro," tegur Nizam dengan nada lelah.

"Azam, pst!" Zahro menempelkan telunjuknya pada bibirnya sendiri dengan wajah gemas. "Bisa diem, nggak?"

Nizam hanya bisa merapatkan tepi mulutnya lalu menghela napas dalam. "Oke."

Nizam tengah dalam perjalanan menuju pasar Cipeundeuy yang merupakan arah sebaliknya dari rumah Zahro. Gadis itu meminta Nizam untuk mengantarnya membeli jajanan kesukaan terlebih dahulu sebelum mengantarkan pulang.

"Pasti Cimol Benjot," tebak Nizam.

Zahro mendehem. "Hafal banget jajanan kesukaan calon istri."

Seketika Nizam terbatuk, sebab terkejut hingga tak sengaja tersedak liurnya sendiri.

"Ya Allah, Azam." Zahro merogoh tas ranselnya untuk mengambil botol air minum. "Nih, minum dulu." Dia menyodorkan wadah berisi air tersebut kepada Nizam.

Nizam menerimanya lalu meneguk sedikit dengan mata yang fokus menatap ke depan, sebab tengah menyetir. "Makasih."

"Sama-sama." Zahro memandangi Nizam sambil senyam-senyum.

"Ada apa? Ada yang aneh dengan muka saya?" Nizam yang tengah menyetir pun menoleh.

"Nggak, nggak ada apa-apa. Cuma pengin lihatin aja, nggak boleh?" Zahro membenarkan duduknya kembali menghadap ke depan.

"Zahro, jangan berlebihan. Islam memerintahkan kita untuk selalu menjaga pandangan terhadap lawan jenis, terlebih yang bukan mahram."

"Selain memerintahkan untuk menjaga pandangan, Islam juga memerintahkan kita untuk nggak menyakiti hati sesama. Seperti memberikan harapan palsu." Zahro melirik Nizam dengan ekor mata.

Nizam seketika membungkam.

Tak selang lama, mereka pun sampai di depan sebuah gerobak yang mangkal di pinggir jalan. Zahro memesan cimol dan cireng pedas kesukaannya lalu membayar. Selesai, dia pun kembali masuk ke mobil. Namun, tiba-tiba saja si bapak penjual cimol menyusul.

"Neng, ini kembaliannya ketinggalan." Pria paruh baya itu mengasongkan uang kepada Zahro.

"Udah, Pak. Nggak apa-apa, ambil saja kembaliannya." Zahro tersenyum santun.

"Serius, Neng?" Si penjual cimol memastikan.

"Serius banget, Pak." Zahro melengkungkan senyuman lebar.

"Makasih, Neng." Bapak itu tampak amat senang mendapatkan selembar uang pecahan 20 ribu secara cuma-cuma dari Zahro.

"Sama-sama, Pak." Tak sedetik pun Zahro melenyapkan senyumannya pada pria paruh baya tersebut.

Setelah si penjual tadi pergi, Nizam yang hendak melajukan kembali kendaraannya pun urung, sebab lajurnya dihalangi seorang pengemis.

Pengemis tua itu mengetuk kaca jendela di samping tempat duduk Zahro.

"Neng, minta sedekahnya, Neng. Udah dua hari saya belum makan," ucap pengemis itu saat kaca jendela yang diketuknya turun.

"Ya Allah." Zahro mengiba. Langsung dia mengambil uang 20 ribu dari dompetnya lantas memberikan kepada si pengemis.

"Kok cuma segini, Neng? Pelit amat," keluh si pengemis sambil melihat kecewa uang di tangannya.

Serentak kening Zahro dan Nizam mengerut kala mendengar perkataan si peminta-minta.

"Kok, pelit, Pak?" Nizam heran.

"Ya kan, mobilnya bagus, Pajero. Mobil mahal, toh? Dan pasti kalian orang kaya juga. Tapi, kok, ngasih ke pengemis cuma dua puluh ribu? Kejam banget." Wajah si pengemis itu tampak masam.

"Astagfirullahaladzim," rafal Nizam. "Bapak nggak boleh gitu, harusnya bapak bersyukur karena masih ada yang ikhlas mau ngasih."

Pengemis itu mendesah kesal. "Halah, bisanya nyuruh saya bersyukur. Gini loh, yang saya butuhin itu uang untuk makan, bukan bersyukur," timpalnya. "Orang minta-minta, kok, disuruh bersyukur."

"Astagfirullahaladzim." Zahro dan Nizam mengucap istigfar bersamaan.

"Bapak nggak boleh gitu. Meskipun bapak meminta-minta, tapi rezeki itu datangnya tetap dari Allah," ucap Zahro dengan tetap menjaga sopan santun.

"Nggak usah sok menceramahi saya, Neng. Rezeki saya ini datang dari orang-orang yang kasihan melihat keadaan saya. Bukan dari Allah." Pengemis itu mendelik sinis kepada Zahro.

Zahro tersenyum seraya menggelengkan kepala. "Pak, uang yang bapak dapat ini merupakan rezeki dari Allah. Allah ngasih uang ke bapak melalui perantara, yaitu orang-orang yang digerakan hatinya oleh Allah untuk peduli sama bapak."

"Kenapa harus pakai perantara? Kenapa nggak ngasih sendiri aja ke saya kalo Allah beneran niat ngasih? Ngeselin banget Allah."

"Astagfirullahaladzim." Zahro dan Nizam kembali mengucapkan istigfar. Mereka menatap pengemis itu miris.

"Pak, Bapak nggak boleh …." Nizam.

"Wes-wes jangan banyak omong. Pean-pean ini dari tadi sibuk nyeramahin saya. Sebenernya mau ngasih lagi, nggak, sih? Kalau nggak, saya mau lanjut minta-minta lagi ke yang lain," ujarnya sewot pada Nizam dan Zahro. "Ngasih cuma 20 ribu kok, malah sok-sokan nyeramahin saya. Halah." Mulutnya menggerutu.

Zahro pun membungkam.

Sementara Nizam kembali menggelengkan kepala. Dia tak menyangka pengemis itu akan berbicara seperti itu kepada mereka. Gegas Nizam menyerahkan uang pecahan 100 ribu kepada Zahro. "Kasihin."

Zahro pun menerima lalu menyerahkan uang tersebut seraya menatap miris si pengemis. "Ini, Pak."

"Nah, gini dong. Ini baru oke." Si pengemis sumringah lalu mencium uang tersebut. "Makasih, yak." Dia pun berlalu pergi dengan wajah berseri-seri.

Zahro dan Nizam menyandar lemas ke punggung jok lalu saling menatap. Entah kenapa keduanya malah tertawa karena merasa ada sesuatu yang menggelitik nurani mereka. Kasihan, pengemis tadi hidupnya susah dan sepertinya tidak mengenal agama pula.

"Benar-benar menguji kesabaran," ucap Nizam.

"Huum. Ngeselin banget." Zahro terkekeh.

Nizam menghela napas dalam lalu mengusap wajahnya. "Astagfirullahaladzim." Dia pun memutar balik mobilnya menuju arah Purwakarta.

40 menit kemudian, mobil Nizam pun menepi di depan gerbang rumah Zahro.

"Zahro," panggil Nizam ragu.

Zahro yang hendak membuka pintu mobil bermaksud turun pun menoleh. "Hmmm?"

"Saya ingin meminta maaf untuk yang kemarin. Maaf karena saya sudah membuat kamu menangis." Air muka Nizam terlihat kentara akan penyesalan.

Zahro membenarkan duduknya ke posisi semula. Seketika dada gadis itu terasa berat. Ini merupakan kali pertama bagi Zahro mengalami patah hati dan dia tidak menyukai rasanya. Dia pula menghela napas dalam sebelum menjawab, "Aku udah maafin kamu, Azam. Sulit bagiku untuk marah padamu." Begitulah kenyataannya. Zahro sudah terlanjur menyerahkan cintanya kepada Nizam. "Aku sedih dan merasa kasihan kepada diriku sendiri karena, jatuh cinta pertamaku merupakan patah hati pertamaku juga."

-------------------------------

Internship* adalah posisi jangka pendek yang memberi siswa, mahasiswa, atau bahkan fresh graduate kesempatan untuk mendapatkan keterampilan dan pengalaman dalam lingkungan kerja langsung.

SP. KFR* (Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (KFR) atau Fisiatri) adalah spesialisasi kedokteran yang berkenaan dengan diagnosis, evaluasi, dan penatalaksanaan pasien yang mengalami disfungsi dan disabilitas fisik dan/atau kognitif.