"Apa maksud, Nyonya?" tanya Pama tidak mengerti.
"Tidak apa-apa," elak Vera.
"Segera siapkan lamaran pernikahan kepada anak itu," titah Vera.
"La-lamaran pernikahan?" Pama terkejut. "Tapi untuk siapa? Apa untuk tuan muda?"
"Tentu saja. Untuk apa aku susah-susah membuat lamaran untukmu?" sahut Vera.
"Tapi tuan muda pasti keberatan. Lagi pula usia mereka sudah jauh. Tuan muda sudah tidak muda lagi, Nyonya," kata Pama merasa keberatan. Untung saja ia sudah bekerja sangat lama dengan Vera sehingga kelancangannya selalu dimaafkan dengan mudah.
"Kalau tuan mudamu sudah tidak muda, kenapa kamu masih menyebutnya tua muda?" sindir Vera.
"Ayolah, Nyonya. Ini masalah serius," tegas Pama.
"Galak akan menurut denganku. Lagi pula ini adalah permintaan pertama yang kuberikan sepanjang hidupku. Sebelumnya aku selalu mengabulkan permintaannya. Sedangkan usia, itu akan menguatkan rumor percintaan mereka. Kisah cinta abadi yang tak memandang usia," jelas Vera.
Akhirnya Pama hanya diam. Nyonya besarnya memang bukan orang sembarangan. Ia selalu teliti dalam setiap langkahnya. Pama bertanya bukan karena meragukan, tetapi ia ingin mengerti. Terlalu banyak plot twist dalam otak tua itu.
-oOo-
"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Cobalah beberapa saat lagi."
Tit!
Meta berdesah kesal untuk kesekian kali. Sudah ratusan panggilan dan ribuan pesan yang ia kirimkan kepada Alma. Namun, kakak sialannya itu masih tak memberikan kabar apa pun. Tiba-tiba saja pergi tanpa pamit, tanpa memberitahu Meta inti masalah yang ia hadapi.
Meta hanya kesal. Ia tak terlalu mengkhawatirkan kakaknya. Lagi pula kakaknya memang selalu berbuat seenaknya seperti itu. Nanti-nanti pasti kembali. Semoga saja tidak pergi sendiri pulang berdua atau bahkan bertiga. Siapa yang akan membiayai keluarga besarnya?
Usai menyerah menghubungi Alma, Meta memasukkan kembali ponselnya ke dalam sling bag. Setelah syuting adegan terakhir beberapa hari lalu, Meta merasa lebih bebas sekarang. Ia sedang berlibur. Makanya ia ingin menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan.
Baru saja melangkah keluar dari pintu gedung, terlihat sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di depannya. Ia memang artis papan atas. Namun, ia tahu benar kalau jarang mobil semewah itu mengisi halaman di sana. Ia menjadi tertarik.
Seorang laki-laki bertubuh tegap keluar dari pintu depan. Ia berjalan memutar untuk membuka pintu di kursi bagian belakang. Seorang perempuan tua terlihat dari sana. Rambut perempuan itu memang memutih, tetapi Meta masih bisa melihat sinar karisma yang berada di sekeliling perempuan tua itu.
"Dengan Nona Meta Felicia?" sapa laki-laki itu. Ia masih berdiri di samping pintu.
"Iya. Dengan Meta sendiri. Ada apa, ya?" tanya Meta keheranan.
"Ada yang Nyonya Besar ingin bicarakan. Bisakah ikut kami sebentar?" pinta laki-laki itu.
Meta mengenali perempuan tua itu. Dia adalah ketua pimpinan ARC Group. Ia adalah orang tertinggi yang menaungi agensi tempatnya bergabung.
Ada apa ini? Kenapa orang sehebat itu ingin menemui Meta?
-oOo-
Meta duduk di atas kursi, di sebuah rumah makan tertutup, dengan kedua tangan menggenggam di depan dada. Bola matanya berbinar-binar. Ia tidak bisa berhenti mengagumi keberutungannya sampai bisa bertemu dengan nenek hebat di depannya.
"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Vera. Ia merasa aneh dengan cara Meta memandang.
"Apa Nyonya tahu? Meta penggemar berat Nyonya," jawab Meta.