Saat ia menyadari rangkulan yang kuat itu. Yan Xiruo membalikkan badan dan berusaha mendorong dada Ye Juemo yang keras dan berotot.
Kalau hanya dilihat dari segi penampilan dan pengendalian emosinya, Ye Juemo tidak diragukan adalah pria yang memiliki daya tarik yang berbahaya.
Yan Xiruo tidak mengerti, kenapa dalam dua hari ini bisa bertemu dengannya terus. Selain itu, selalu ada masalah yang membuatnya panik dan tidak berdaya.
"Kalau sekarang aku menelantarkanmu di sini, kamu pikir mereka akan melepaskanmu?" Ye Juemo melihat ke gadis di pelukannya ini dan memberikan peringatan.
Yan Xiruo melihat ke arah Feng Chengxi. Walaupun mereka sudah dipukul jatuh, saat Ye Juemo benar-benar meninggalkannya dan pergi, mereka akan tetap mengejar dan melampiaskan kemarahan kepadanya.
Sambil mengigit bawah bibirnya, Yan Xiruo dengan terpaksa naik kembali ke mobil Ye Juemo. Ye Juemo mengambil dua handuk dari bagasi mobil, melempar salah satu ke Yan Xiruo dan membuka pintu mobilnya untuk masuk.
Yan Xiruo melirik ke Ye Juemo sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Selama memandangnya, setelah Ye Juemo mengusap rambut, ia membuka bajunya yang basah kuyup dan menempel ketat di badannya. Otot badan yang proporsional dan seksi terlihat jelas di mata Yan Xiruo. Pinggangnya juga kencang berotot dan langsing. Otot perutnya pun berbentuk, menonjolkan kesan maskulin yang liar dan kuat.
Yan Xiruo tidak pernah berpikir kalau postur badan seorang pria bisa begitu menggoda.
Ketika Ye Juemo mulai membuka setelan celana yang basah, dengan muka yang sangat merah Yan Xiruo berkata, "Woi, jangan buka bajumu lagi."
Tangan Ye Juemo berhenti di tali pinggangnya, matanya yang gelap tampak seperti tersenyum melirik ke Yan Xiruo, "Kamu melihatku terus bukan dengan maksud suruh aku melanjutkan buka bajuku, kan?"
Dari perkataannya, Yan Xiruo baru menyadari bila dari tadi ia sedang menatap terus ke badan Ye Juemo.
Yan Xiruo memang anak yang pemalu. Saat melihat pemandangan seperti itu, ia pasti merasa tidak biasa. Apalagi saat Ye Juemo mengatakan hal itu, muka Yan Xiruo bagaikan dinodai tinta merah, sangat merah pekat.
Ia mengambil tatapannya kembali dan menutup matanya dengan erat. Yan Xiruo pun sampai menggunakan handuk untuk menutupi mukanya yang malu. Ia menunggunya mengganti baju basahnya dengan rasa tidak nyaman.
"Ambilkan koper kecil yang ada di belakang" Ucap Ye Juemo
Nadanya yang rendah memesona terdengar di telinga Yan Xiruo. Ia membuka matanya yang memejam namun tetap tidak berani melihat ke arah Ye Juemo, "Huft, kamu ambil saja sendiri."
"Hei, sekarang ini aku sedang telanjang, kalau kamu tidak mau mengambilkannya, tanggung jawab sendiri nanti." Ada nada mengejek dan menggoda dari suaranya yang rendah.
Yan Xiruo membuka sabuk pengamannya, ketika membalikkan badannya dan mau mengambil koper kecil yang berada di belakang mobil. Ia melewati celah di antara kursi pengemudi dan kursi penumpang depan. Setelah itu dengan tidak sengaja ia melihat Ye Juemo yang hanya mengenakan celana dalam. Walaupun ini sudah kedua kali melihatnya, namun kali ini celana dalamnya sudah basah, menempel di badannya, dan dengan jelas menggambarkan bentuk organ prianya itu.
Yan Xiruo sangat malu hingga ingin menanamkan diri ke lubang, ia dengan cepat mengambil koper kecil itu. Saat ia mau memberikan ke Ye Juemo, ia mendengar ucapannya yang bagaikan perintah itu, "Ambil celana dalam hitam yang ada di dalam koper."
Yan Xiruo seketika terdiam. Matanya melebar sesaat karena bingung memahami permintaannya.
"Kamu tidak ingin aku mengenakan bajuku?" Saat Yan Xiruo masih memikirkan perintahnya, mukanya yang tampan tiba-tiba mendekatinya. Napas Yan Xiruo langsung berhenti, ia mendorong badannya dan dengan cepat membuka kopernya. Ia pun mencari celana dalam sesuai permintaannya itu dan melempar ke Ye Juemo.
Apa yang dipikirkan Si Brengsek ini tentangnya? Hal privasi seperti ini pun disuruhnya, terlalu keji, dasar keji!
Beberapa detik kemudian terdengar lagi ia berkata, "Kemeja putih dan celana pasangannya, bawa lah kemari."
Yan Xiruo sekali lagi tertegun atas permintaannya, ia sekarang benar-benar merasa terdiam.