Kerusuhan terjadi di Markas pasukan penjaga perbatasan Zinzam. Para pasukan Cerberus yang bertugas untuk membantu, malah dikepung pasukan penjaga perbatasan.
Pasukan Cerberus yang hampir semua berada di tingkat Numbers tengah dikumpulkan di depan markas. Mereka dikelilingi oleh pasukan penjaga perbatasan yang seharusnya bekerja sama. Para pengepung itu, pasukan militer Zinzam, menembaki mereka secara brutal.
Beberapa dari pasukan Cerberus bisa menangkis rentetan tembakan. Tapi tak sedikit juga yang tewas dengan sebuah pertanyaan sekaligus penyesalan sebagai pengantar mereka tutup usia.
Kiev yang saat itu tengah berpatroli juga bernasib sama. Pasukan militer Zinzam yang ikut berpatroli bersamanya malah mengepung seraya menembakinya.
Beruntung Kiev memiliki kemampuan tinggi sebagai Rank 'Alphabeth'. Cukup sulit baginya, tapi ia berhasil melarikan diri.
Kiev dikejar oleh pasukan itu sampai ke sebuah tebing di Lembah Kurila. Ia terpojok di tepi dengan dua pilihan yang keduanya mengharuskan Kiev mempertaruhkan nyawa; terjun dari atas tebing ke dasar lembah, atau melawan mereka.
Para pasukan itu memang tidak menggunakan senjata plasma, senjata yang mereka gunakan masih menggunakan peluru timah. Tapi kemungkinan Kiev untuk selamat cukup kecil, mengingat Kiev pengguna senjata jarak jauh.
Fokus Kiev dalam posisinya sebagai anggota pasukan Cerberus bukanlah sebagai petarung, melainkan seorang 'pendukung' dari jarak jauh. Sama seperti Agna yang juga petarung jarak jauh.
Kemampuannya untuk melihat dari jauh, juga ketepatan arah tembakannya sama sekali tidak bisa diremehkan. Sayangnya untuk pertarungan jarak dekat, Kiev bukanlah orang yang tepat.
Dari kesimpulan itulah, Kiev mengambil keputusan untuk melompat ke dasar Lembah Kurila. Ia harap, mantel Cerberus bisa membantunya mengurangi dampak benturan akibat terjatuh dari ketinggian.
Para pasukan Zinzam mengejar sampai ke tepi, mengamati dasar lembah untuk memastikan kondisi Kiev. Namun jauhnya jarak, juga rindangnya pepohonan menghalangi pandangan. Apalagi malam itu lebih gelap, langit terhalang kepulan asap hasil peperangan. "Dia pasti mati kalau terjatuh dari ketinggian seperti ini," pikir mereka yang lalu meninggalkan tempat itu.
[•X-Code•]
Di sisi lain, Riev dan Vabica baru saja tiba di markas pasukan perbatasan.
Terlihat situasi yang membuat mereka tak habis pikir, ada apa sebenarnya?
Teman-teman seperjuangan mereka, sesama pasukan Cerberus, bergelimpangan tak bernyawa. Beberapa masih terlihat berjuang bertahan hidup walau mungkin mereka tidak bisa bertahan lebih lama lagi dengan lubang-lubang peluru di tubuh.
Vabica melompat dari sepeda motor yang masih melaju sambil mengeluarkan Halberd dari cincin Cerberus. Ia memutar senjata plasma miliknya itu, lalu menghantam dengan kuat salah seorang pasukan militer Zinzam.
Tidak hanya itu, hantaman dari serangan Vabica membuat tanah di sekitar bergetar hebat. Timbul retakan di tanah, menjalar dari titik hantaman serangan gadis itu.
Pasukan militer Zinzam yang tengah mengepung beberapa anggota Cerberus sempat kehilangan keseimbangan akibat getaran kecil di tanah tempat mereka berpijak. Vabica menjadikannya sebuah kesempatan untuk melancarkan serangan ketika mereka tengah sibuk menyeimbangkan posisi tubuhnya masing-masing.
Riev menghentikan laju sepeda motornya, lalu mengeluarkan senjata plasma miliknya. Sebuah tongkat meliuk dengan sabit panjang di ujungnya, senjata yang disebut Scythe.
Ia melesat untuk membantu Vabica menghabisi para pasukan militer Zinzam, yang malah menyerang pasukan Cerberus.
Para pasukan itu menembaki mereka dengan brutalnya. Namun sia-sia saja, rentetan peluru bisa ditangkis dan dihindari oleh Riev dan Vabica. Keduanya memang petarung jarak dekat yang sudah dilatih untuk menghadapi berbagai jenis serangan, termasuk untuk melawan senjata jarak jauh.
Tidak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk menghabisi puluhan pasukan 'pengkhianat' di depan markas itu. Dengan segera, keduanya menghampiri seorang pasukan Cerberus yang masih bertahan hidup.
"Kudeta kah?!" tanya Riev pada seorang pasukan Cerberus.
Luka yang dialami oleh pemuda itu terlalu parah sehingga ia sulit untuk mengucapkan kata-kata. Sang anggota Cerberus itu menarik kerah mantel hitam Riev untuk mendekatkan telinga Riev ke mulutnya. "L-La... Ri... M... Mas... Ter...." lirih anggota pasukan Cerberus itu sebelum menghembuskan napas terakhirnya.
Pada akhirnya, tidak ada yang bertahan hidup, termasuk beberapa anggota Cerberus yang berada di peringkat Alphabeth. Mantel mereka memang bisa menangkal peluru timah, tapi kepala mereka tidak bisa.
Riev memerhatikan kondisi sekitar, tempat tubuh-tubuh tak bernyawa bergelimpangan. Jasad pasukan Zinzam yang sudah tewas dari sebelum Riev dan Vabica tiba juga terlihat dengan beberapa bagian tubuh yang terpotong senjata Plasma.
"Selamat jalan, para pejuang!" ucap Riev sembari menundukkan kepala, melakukan penghormatan terakhir pada mereka yang sudah berjuang mempertaruhkan nyawa demi tugas.
"Kak Riev, ikut aku!" ajak Vabica yang kemudian berlari memasuki markas.
Riev pun berlari menyusul Vabica seusai ia memberikan salam hormat Cerberus, sebagai penghormatan terakhir darinya.
Kedua anggota Cerberus itu merasa harus segera mengetahui apa yang tengah terjadi sebenarnya. Terlebih lagi, mereka tengah berada dalam sebuah tugas untuk melindungi seorang keluarga bangsawan. Makanya, mereka menunda dulu rasa ingin menyelamatkan Kiev dan malah melesat ke dalam markas.
Pemandangan serupa dilihat oleh mereka. Banyak jasad bergelimpangan, disertai simbah darah berceceran di lantai dan dinding, memperkelam suasana. Bau amis darah menyeruak kuat. Sungguh sebuah kondisi memuakkan bagi Vabica dan Riev.
Sampailah mereka di ruangan tempat Nyonya Kiere berada. Pintu besar itu dalam keadaan terbuka, tidak seperti biasanya yang selalu tertutup rapat.
Dari luar, mereka melihat sosok wanita keluarga bangsawan, dengan pakaian mewah khas bangsawannya, tengah menggenggam sebuah pistol berwarna perak. Di hadapan wanita itu, sang komandan pasukan penjaga perbatasan Zinzam terbaring tak bernyawa.
"Ada apa ini, Nyonya Kiere?!" Pekik Riev.
"Ho... Ku kira kalian semua sudah mati, makhluk rendahan!" jawab wanita itu dengan menyunggingkan senyum licik.
Kemudian wanita itu mengarahkan pistol miliknya ke arah Riev, tepat ke kepala.