Chereads / X-Code / Chapter 23 - Krisis Logard, Bagian #1

Chapter 23 - Krisis Logard, Bagian #1

Riev, Kiev dan Vabica segera disambut oleh 2 orang pasukan penjaga perbatasan Zinzam begitu tiba di sana. Mereka dikawal masuk ke markas dari atap bangunan, tempat mereka mendaratkan Trava.

Ketiganya segera diantar ke ruang komandan untuk memberikan laporan.

Vabica yang merupakan seorang senior bagi Riev dan Kiev-lah yang berbicara pada sang komandan pasukan penjaga perbatasan. Sedangkan kedua pemuda kembar itu berdiri tegak di samping kanan dan kiri Vabica, mendampinginya kala memberi laporan.

Sang komandan berdiri dari kursinya untuk mendengar laporan dari ketiga pasukan Cerberus yang sudah ada di hadapannya. Tapi sebelumnya, pria paruh baya itu meminta mereka untuk memperkenalkan diri.

Dalam kode etik Cerberus disebutkan kalau para anggota pasukannya dilarang untuk menyebutkan ID dan Rank mereka pada pihak luar. Oleh karena itu, mereka hanya menyebutkan nama dan cabang Cerberus tempat mereka berasal.

"Vabica Cress dan Riever Draco, Left Head Cerberus Force. Kievra Draco, Centra Head Cerberus Force. Siap menjalankan tugas," Vabica memperkenalkan dirinya sekaligus mewakili Riev dan Kiev untuk memperkenalkan diri.

Ekspresi yang ditunjukan oleh sang komandan malah membuat mereka terkejut.

Komandan itu terbelalak dengan alis berkerut seolah mendengar berita yang sangat mengejutkan baginya.

Vabica merasa heran sekaligus cemas, takut kalau ada kesalahan dari perkataannya. "Ada apa?" pikir Vabica dalam benaknya. Ia mengingat-ingat lagi apa yang telah ia katakan sebelumnya, namun gadis itu tidak menemukan ada kesalahan dari perkataannya.

Bukan karena kesalahan kata-kata dari Vabica yang menjadi alasan terhenyaknya sang komandan. Melainkan dari 'apa' yang dikatakannya tadi.

Riev dan Kiev terlihat mengetahui alasannya. Mereka menghela nafas sebelum akhirnya Riev angkat bicara, "Walau kami berdua berasal dari Rovan, tapi kami pasukan Cerberus. Kami tidak memihak ke manapun."

Riev sudah menduga hal itu akan terjadi. Ia melirik ke arah Vabica yang memasang raut wajah bingung.

"Hmm... Apa benar?" Gumam sang komandan pelan. Ia menatap Riev dalam-dalam.

Melihat raut wajah komandan yang masih belum percaya sepenuhnya pada kata-kata Riev, Kiev merasa harus melakukan sesuatu juga.

"Benar, komandan, sedari kecil kami berada di Cerberus," ucap Kiev mencoba untuk meyakinkan sang komandan.

Walaupun masih ada keraguan di hatinya, tapi komandan merasa harus memercayai perkataan mereka. Mau bagaimanapun, ia dan pasukannya sangat membutuhkan bantuan Cerberus.

Akhirnya, komandan memutuskan untuk menjelaskan tugas pada ketiga pasukan Cerberus yang tengah berhadapan dengannya itu. Ia menjelaskan kalau pada saat itu, salah seorang keluarga bangsawan Zinzam tengah berada di sana.

Seorang wanita dari keluarga bangsawan Kiere yang menjabat sebagai kepala administrasi militer Zinzam tengah melakukan pengamatan langsung di area perbatasan itu. Tugas mereka adalah mengawal wanita bangsawan tersebut.

Mendengar nama 'Kiere', Vabica dan Riev cukup terkejut. Marlat yang mereka kenal juga berasal dari keluarga Kiere.

Setelah diberi penjelasan lebih rinci lagi, barulah sang komandan mempersilakan ketiganya untuk segera menemui 'klien' mereka.

Dengan kembali dikawal oleh sepasang pasukan penjaga perbatasan, ketiganya diantar ke sebuah tempat yang tidak begitu jauh dari ruang komandan.

Sebetulnya Vabica merasa ingin bertanya tentang yang baru saja terjadi tadi di ruangan komandan pada Riev dan Kiev. Namun Vabica menunda dulu pertanyaannya karena tanpa terasa mereka telah tiba di depan pintu besar, pintu sebuah ruangan di mana 'bangsawan' yang harus mereka kawal itu berada.

[•X-Code•]

Malam itu, pasukan Abaddon berhasil menguasai kota Mourv seutuhnya. Pasukan milik Grief itu langsung menyebar ke kota-kota perbatasan yang belum mereka kuasai. Pergerakan yang sangat cepat, sampai-sampai tidak bisa diantisipasi oleh pasukan kerajaan Rovan.

Saat itu Vabica, Riev dan Kiev tengah berada di depan markas pasukan penjaga perbatasan. Mereka mendapat perintah untuk ikut berjaga selagi Nyonya Kiere beristirahat di ruangannya.

Riev yang biasanya terlihat santai dengan gurauan-gurauan genitnya, saat itu hanya terdiam. Begitu pula dengan Kiev yang memiliki wajah serupa dengan Riev.

"Uh... Kak Riev?" sapa Vabica yang melihat wajah serius kedua pemuda kembar itu.

"Ya?" jawab Riev singkat. Sikapnya sungguh berbeda dari yang selama ini dikenal oleh Vabica.

"Tadi itu... Ada apa?" Vabica yang masih penasaran dengan kejadian di ruang komandan, merasa harus menanyakan hal tersebut selagi ada kesempatan.

Riev dan Kiev saling bertatapan mendengar pertanyaan dari Vabica. Mereka terdiam sejenak, sebelum akhirnya Kiev mengangguk; mendukung Riev agar menjelaskan pada Vabica tentang jati diri mereka.

"Mau berkeliling? Sekalian kita patroli di sekitar sini," ajak Riev yang disambut anggukan oleh Vabica.

Mereka berdua berjalan agak jauh dari markas, mendekat ke arah lembah Kurila.

Keduanya mengamati kondisi kota Mourv yang bisa terlihat dari sana. Tidak terdengar lagi suara-suara bising yang mereka dengar tadi siang.

Sambil berjalan santai, Riev mulai menjelaskan alasan mengapa sang komandan terkejut.

Riev bercerita bahwa sebenarnya, ia dan saudara kembarnya berasal dari Rovan. Mereka lahir dan besar di kota Trovia. Tidak hanya itu, mereka bukan berasal dari keluarga biasa.

"Ayah kami... Balviev Draco vi Trovia, adalah Raja Rovan yang tengah berkuasa saat ini," ujar Riev sembari mengarahkan pandangannya, jauh ke kota Mourv yang sudah hening walau kepulan asap di beberapa titik masih terlihat.

Vabica terkejut mendengarnya. Gadis itu tidak pernah menyangka kalau pria genit yang selama ini ia kenal, ternyata seorang pangeran dari kerajaan Rovan. Ia memang sudah mengetahui kalau raja Rovan bernama Balviev, tapi tidak pernah ada informasi tentang nama belakang sang Raja padanya.

"Terus, kenapa kakak ada di Cerberus....?" tanya Vabica sambil mengalihkan pandangannya, tertuju ke arah Riev yang masih melempar tatapan kosong ke kota Mourv.

"Karena aku dan Kiev tidak ingin menduduki tahta 'Raja Rovan'. Kami berdua kabur waktu kami masih berusia sekitar 9 tahun. Saat itu, kami memutuskan untuk bergabung dengan Cerberus. Aku dan Kiev sepakat untuk berpisah agar kami belajar hidup mandiri, tanpa bergantung pada siapapun. Aku menuju Left Head, sedangkan Kiev menuju Centra Head. Begitulah...." jawab Riev yang kemudian melempar senyum tawar ke arah Vabica.

Vabica bisa merasakan perasaan Riev saat itu. "Pantas saja kak Riev berubah... Dia pasti khawatir dengan Rovan," pikir Vabica dalam hatinya. Gadis itu paham betul dengan kekhawatiran Riev yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Rovan.

Ia pun mencari cara untuk menghibur Riev, namun ia tidak tahu harus berbuat apa, soalnya ia belum begitu mengenal Riev.

"Uh, Kak...." Baru saja Vabica akan mengucapkan sesuatu, terdengar suara Kiev dari arah belakang memanggil mereka.

Kiev memberitahu mereka kalau komandan meminta semua untuk bersiaga di markas. Abaddon telah menguasai hampir seluruh wilayah Rovan, kecuali 2 kota yang berada di perbatasan antara Rovan dan Munkan di wilayah paling Timur Rovan; kota Ghoz.

Seorang pasukan Cerberus dari Centra Head yang kebetulan bertugas sebagai komandan dalam misi kali itu memanggil ketiganya.

Berbeda dengan misi-misi lain, misi dengan tingkat A tidak selalu mengharuskan pasukan Cerberus berada dalam kelompok yang beranggotakan 3 orang. Seperti yang tengah dijalani oleh para pasukan gabungan dari Right Head dan Centra Head saat itu.

Para pasukan Cerberus yang menjalankan misi di sana membentuk sebuah kelompok besar yang dipimpin oleh seorang anggota pasukan Cerberus dengan kemampuan tertinggi.

Sama seperti ketika pasukan Cerberus direkrut untuk melindungi Vionma dari serangan Rovan 18 tahun yang lalu.

"Langsung saja, kami butuh bantuan dari kalian bertiga malam ini. Walaupun aku tahu, kalian bertiga butuh fokus pada misi kalian untuk mengawal nyonya Kiere. Tapi kami khawatir, Grief akan melancarkan serangannya malam ini," ujar pemuda yang tengah berperan sebagai komandan pasukan gabungan Cerberus di perbatasan.

Pemuda dengan mata sipit dan wajah oriental yang khas, dengan rambut panjang yang dikuncir kuda rapi itu sangat membutuhkan kemampuan Vabica, Riev dan Kiev. Ia tahu betul seperti apa kekuatan Vabica yang bergabung dengan Cerberus tanpa melalui ujian masuk.

Ia juga sudah mengenal kemampuan Kiev yang kebetulan berasal dari cabang Cerberus yang sama dengannya. Tapi ia belum mengetahui apapun soal tingkat kemampuan Riev. Meski demikian, ia yakin Riev punya kemampuan yang tinggi sehingga Riev ditunjuk untuk menjalankan misi penting mengawal bangsawan Zinzam.

"Apa yang harus kami lakukan, Teir?" tanya Kiev yang memang sudah mengenal pemuda itu sebelumnya.

Teir menatap mereka dengan tajam. Ada kekhawatiran besar di balik tatapannya itu. Ia berkata pada mereka, "Pasukan gabungan Cerberus akan memusatkan pertahanan di setiap pos perbatasan, sehingga kita kekurangan personel untuk menjaga tempat ini. Aku pikir, dengan adanya kalian bertiga, tempat ini punya cukup kekuatan. Nah, aku butuh satu orang dari kalian untuk mengambil suplai di kota yang tidak jauh dari sini. Siapa yang bersedia?"

Vabica menyanggupi permintaan itu.

Tugas untuk mengambil suplai tidak sesederhana yang dipikirkan. Dalam situasi genting saat itu, berkeliaran di sekitar perbatasan bukanlah hal yang mudah. Bisa saja ada musuh yang menyelinap, atau perompak yang merasa diuntungkan dengan kondisi yang tengah terjadi di perbatasan.

Awalnya Riev merasa keberatan, namun ia tidak mengajukan protes. Ia pikir keputusan Vabica memang tepat. Di antara mereka, Vabica-lah yang paling berpengalaman.

Teir menjelaskan secara rinci tugas Vabica. Gadis itu akan pergi bersama seorang pasukan Cerberus dengan Rank Numbers untuk mengambil persediaan di kota, tak jauh dari markas pasukan perbatasan.

Tapi tentu saja Vabica tidak diperkenankan untuk menggunakan Trava. Dalam situasi seperti itu, menggunakan kendaraan anti-gravitasi malah akan menimbulkan kepanikan. Karena itulah, Vabica dipinjamkan kendaraan militer Zinzam yang ada di markas.

Teir juga memberikan koordinat serta rute tercepat yang bisa diambil untuk menuju kota tersebut.

Setelah memahami betul tugasnya, Vabica bergegas pergi untuk mengambil suplai dari kota yang dimaksud.

Lalu Teir meminta Kiev untuk memimpin pasukan pengintai yang berpatroli di sekitar markas. Sedangkan Riev diminta untuk tetap berada di markas, memimpin sisa-sisa pasukan Cerberus untuk berjaga di markas.

Teir sendiri harus terjun ke garis depan, di pos-pos penjagaan perbatasan yang terdapat di beberapa titik di lembah Kurila.

Ketiga pemuda itu pun memberikan salam hormat khas Cerberus sebelum akhirnya berpisah menjalankan tugasnya masing-masing.

[•X-Code•]

Kiev sempat ditanya soal Teir oleh Riev, sebelum ia berangkat untuk berpatroli.

"Dia satu angkatan dengan kita, Riev. Kau ingat saat ujian sesi terakhir? Di kelompoknya hanya dia yang lulus sebagai pasukan Cerberus. Dia langsung berada di Rank-B begitu lulus ujian," jawab Kiev menjelaskan. Ia menoleh ke arah Riev yang termenung mendengar penjelasan darinya.

"Selain cerdas, kemampuan bertarungnya juga cukup tinggi. Bisa dibilang, dia memiliki kecerdasan intelektual serta kemampuan fisik yang seimbang," sambung Kiev.

Riev masih termenung mendengarnya. Perkataan dari Kiev membuatnya teringat akan sahabatnya, Ain yang juga memiliki kecerdasan intelektual serta kemampuan fisik yang tinggi.

Untuk terdaftar sebagai Rank 'Alphabeth' begitu lulus ujian masuk merupakan hal yang istimewa bagi pasukan Cerberus. Umumnya, para kandidat yang baru bergabung dengan Cerberus berada di Rank 'Numbers' terlebih dahulu.

Setelah meningkatkan kemampuan serta menjalankan banyak misi, barulah mereka bisa menaikan peringkatnya ke Rank 'Alphabeth'. Itu pun dimulai dari Rank-F.

"Berarti... Ada banyak orang 'istimewa' yang bergabung dengan Cerberus tahun ini," pikir Riev yang juga langsung berada di Rank 'Alphabeth' begitu bergabung dengan Cerberus.