Chereads / X-Code / Chapter 18 - Misi Mengawal

Chapter 18 - Misi Mengawal

"Abaddon?" tanya Ain heran, begitu mendengar penjelasan dari Orland. Mereka berdua tengah berbicara empat mata di ruangan Maestro seperti sebelumnya.

Tadi Orland sudah menjelaskan tentang kondisi yang tengah terjadi di Logard. Betul apa yang diperkirakan oleh Ain. Grief beserta kelompoknya berhasil menguasai Trovia; ibukota kerajaan Rovan. Walaupun Raja dan pasukannya bergegas pulang, tetap saja mereka tidak bisa merebut kembali Trovia dari cengkraman Grief.

Sang Raja kini tengah mengungsi ke kota Ghoz, area pemukiman para pasukan Rovan yang terletak paling Timur dari wilayah kerajaan Rovan. Ia beserta pasukan Rovan yang tersisa tengah mengatur strategi untuk merebut kembali Trovia.

Zinzam dan Munkan juga tengah bersiaga penuh. Mereka menambah tingkat pengamanan di wilayah masing-masing.

Kedua wilayah itu mengeluarkan peraturan bagi musafir atau pelancong agar menjalani pemeriksaan ketat terlebih dahulu di pos penjagaan yang mendadak tersebar di seluruh wilayah Zinzam dan Munkan.

Lalu datanglah kabar bahwa Grief mengeluarkan ultimatum pada seluruh penduduk Logard; kalau ia beserta pasukannya akan melakukan invasi yang akan dimulai setelah mereka menguasai seluruh wilayah Rovan.

Selain itu, Grief juga mengumumkan bahwa ia tengah merekrut petarung dari seluruh penjuru Logard untuk bergabung bersamanya. Di samping ia sendiri merekrut secara khusus petarung yang baginya memenuhi kualifikasi untuk berada dalam kelompoknya.

Petarung yang ia rekrut hanya punya 2 pilihan. Ikut bergabung atau mati bersama seluruh anggota keluarga dan orang terdekatnya. Hal itu membuat banyak petarung kuat terpaksa ikut ke dalam kelompok Grief guna mencegah keluarga dan orang-orang terdekat-nya dibunuh.

Terakhir, Grief mengumumkan nama dari kelompoknya yang dalam waktu beberapa hari saja sudah berkembang pesat menjadi sebuah pasukan.

"Ya, nama kelompok… Atau lebih tepat kita menyebutnya sebagai 'pasukan' milik Grief itu... Abaddon," jawab Orland sembari kembali mengerutkan alisnya dengan kecemasan yang dalam, terlihat jelas di wajah pria paruh baya itu.

"Hm. Apa Sang Raja merekrut Cerberus untuk membantu mereka merebut kembali Trovia?" Ain sudah memperkirakan langkah yang akan diambil oleh sang Raja dari Rovan. Ia sangat berharap Raja Rovan merekrut Cerberus, sehingga ia bisa terjun ke dalam misi untuk merebut Trovia, sesuai keiinginannya untuk bertarung lagi dengan Grief.

"Tentu saja Sang Raja merekrut pasukan Cerberus. Tapi...." ucapan Orland terhenti sejenak dengan wajah menyiratkan rasa heran yang bisa terlihat jelas oleh Ain.

"Pusat mengeluarkan peraturan untuk semua pasukan Cerberus agar tidak ikut campur dengan apa yang kini tengah terjadi di Rovan," sambungnya yang masih belum memahami, mengapa peraturan itu dikeluarkan.

"Hmm...." Ain hanya menggumam pelan mendengar jawaban dari Orland.

Ia merasa kecewa, tapi ada pikiran mengganjal di benaknya yang membuat rasa kecewanya terlupakan. "Mengapa pusat melarang kita untuk membantu Rovan? Apa mungkin ada yang berkomplot lagi dengan Grief di pusat?" pikirnya.

Ain memilih untuk tidak mengungkapkan isi pikirannya pada Orland. Ia yang baru saja bergabung dengan Cerberus tidak ingin banyak berkomentar. Apalagi hal itu menyangkut pusat Cerberus. Tapi ada alasan lain di balik diamnya Ain saat itu.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Orland kala melihat Ain terdiam cukup lama. Ia cukup penasaran. Daya analisa Ain yang tinggi membuat Orland merasa perlu mengetahui isi perkiraan Ain yang selama ini terbukti selalu tepat.

Tapi sayangnya Ain tidak membeberkan isi pikirannya. Ia malah balik bertanya untuk memastikan, "Apa paman tahu, mengapa pusat melarang kita untuk membantu Rovan?"

Orland menjawab pertanyaan itu seadanya. "Mungkin, pusat takut akan kekuatan pasukan Grief. Saat Grief masih di sini, namanya sangat dikenal sebagai 'pria terkuat' di Cerberus," jawab Orland dengan tatapan kosong, mengingat kembali saat-saat ketika Grief masih berada di pasukan Cerberus.

"Hmm...." Ain kembali hanya bergumam pelan. Ia tengah memikirkan kemungkinan yang baru saja diutarakan oleh Orland. "Bisa jadi memang seperti itu," pikirnya. Mengingat Heim yang dikalahkan secara telak oleh Grief dengan tangan kosong.

Saat itu Heim yang mengenakan mantel Cerberus saja bisa mendapat luka serius, padahal Grief menyerangnya tanpa senjata.

Ain memang tidak pernah membeberkan prediksinya kalau belum yakin akan keakuratannya. "Aku harus mengenal Grief lebih jauh lagi," pikir Ain. Itulah yang menjadi alasan utama mengapa Ain tidak mengungkapkan isi pikirannya pada Orland walau diminta.

Kemudian ia meminta Orland untuk memberitahu segala sesuatu tentang Grief. Namun Orland merasa ada orang yang mengenal Grief lebih baik darinya. "Sebaiknya kau tanyakan langsung pada Heim, dia lebih mengenal Grief. Kebetulan, tadi pagi dia tiba di sini."

Ain mengangguk paham. Ia juga merasa tak sabar untuk segera bertemu Heim. Banyak yang ia ingin tanyakan pada Heim.

"Kalau begitu...." ucap Ain yang terlihat sudah bersiap pergi.

"Tunggu dulu," cegah Orland yang membuat Ain kembali duduk di hadapan Orland.

"Soal gadis Elyosa yang kau bawa ke sini... Tiash. Aku sudah mengatur agar ia bisa tinggal di sini untuk sementara waktu. Kita belum tahu bagaimana cara menuju Elyosa untuk mengantarnya pulang." Orland menyilangkan jemarinya sambil melempar tatapan tajam.

"Terlebih lagi, aku sudah mendengar kalau dia merupakan calon Ratu Elyosa," jelasnya, berharap Ain akan memasang wajah senang mendengar gadis itu akan berada di Left Head untuk sementara waktu.

Sebelumnya, Ain sudah menjelaskan situasinya pada Orland begitu ia tiba di Left Head. Tentu saja Ain juga menjelaskan tentang 'Queen of Elyosa Candidate' yang ia dengar dari Agna saat gadis itu membeberkan data Tiash.

Seorang calon Ratu Elyosa yang berada di Logard dengan kondisi tidak mengetahui mengapa ia bisa berada di sana, pastilah ada hal yang tidak beres tengah terjadi di Elyosa. Begitulah perkiraan Ain yang ia utarakan pada Orland pada waktu itu. Selain itu juga, Tiash sudah menceritakan semuanya pada Orland. Situasi dan kondisi di Elyosa, sampai ke peristiwa terakhir yang ia alami.

Jauh dari perkiraan Orland, Ain tidak mengubah ekspresinya yang datar kala mendengar berita itu. Malah Ain hanya berkata, "Lalu, apa urusannya denganku?" Raut muka Ain yang terkesan dingin saat mengucapkan kalimat itulah yang bisa menyebabkan kesalahpahaman.

Padahal Ain merasa sedikit peduli pada Tiash, terlebih lagi ia ingin mengetahui lebih jauh tentang Elyosa yang selama ini dianggapnya hanya sekedar mitos belaka.

"Hahahaha. Kau tidak berubah... Yah, ada alasan kenapa aku memberitahumu. Selagi gadis itu berada di Logard, kau akan kuberi tugas untuk terus menjaganya," ujar Orland sembari tersenyum lebar pada Ain.

"Tunggu! Bukankah pasukan Cerberus hanya menjalankan tugas ketika ada klien yang meminta?" Bantah Ain yang merasa enggan kalau harus ditunjuk sebagai pengawal seorang gadis.

"Tentu saja. Klien kita kali ini, Tiash Lumina X... Kandidat Ratu Elyosa dari keluarga bangsawan Lumina. Dia sudah membayar permintaannya dengan harga yang sangat tinggi. Bahkan kalau perlu, aku bisa mengatur otoritas tingkat A untuk misi yang ia berikan," jelas Orland sambil tersenyum geli melihat wajah Ain yang terlihat gusar.

"Tapi kenapa harus aku?!" ingin Ain berkata seperti itu. Tapi pasukan Cerberus tidak boleh menolak misi yang diberikan. Akhirnya, Ain hanya terdiam dengan perasaan kesal yang tidak dapat ia lampiaskan.

Gerak-gerik Ain yang sebetulnya ingin mengajukan protes bisa terbaca jelas oleh sang Maestro. "Ain, bisa saja aku mengutus anggota Cerberus lain. Tapi aku rasa kau yang paling tepat untuk menjalankan tugas ini. Kau pasti sudah tahu seberapa canggihnya teknologi yang dimiliki Elyosa, bukan?" tanya Orland ingin memastikan.

Ain terdiam sejenak mengingat pesawat yang dikendarai oleh Tiash, lalu Ain mengangguk.

Orland menceritakan tentang peristiwa yang dialami Riev malam itu. Kemudian ia kembali menatap Ain dengan tatapan tajamnya. "Pesawat itu punya pelindung yang bahkan bisa menetralisir tembakan plasma dari Trava. Artinya, Elyosa punya teknologi yang jauh lebih canggih dari yang kita miliki di Logard. Aku juga sudah memastikan hal tersebut memang benar adanya saat menginterogasi Tiash semalam."

Ain terdiam. Pikirannya tengah menerka alasan mengapa Orland menceritakan itu padanya.

"Nah, seorang calon Ratu Elyosa berada di Logard. Menurutmu apa yang akan dilakukan Elyosa kalau tahu seorang gadis yang punya peranan penting untuk Elyosa, tengah berada di Logard?" tanya Orland.

"Hmm. Mereka akan melakukan segala cara untuk mencari Tiash. Bahkan mungkin... Mereka akan menyerang Logard karena menganggap kita sudah mengancam keselamatan calon Ratu Elyosa," jawab Ain dengan analisa singkatnya.

"Ah! Benar juga," pikir Ain. Ia merasa sedikit kecewa pada dirinya sendiri. Kenapa baru terpikirkan olehnya? "Apa jadinya kalau tempat yang memiliki teknologi canggih seperti Elyosa, menyerang Logard?" pikirnya lagi.

"Tepat. Oleh karena itu, ini juga misi penting buat Cerberus. Nah, kau akan bergerak bersama dua orang anggota Cerberus lain. Satu orang sudah mengajukan diri, Agna dari Right Head." Ain hanya bisa menghela napasnya. Entah kenapa hal itu tidak membuatnya kaget.

"Yah... Dia menolak saat akan diantar pulang ke Right Head. Gadis itu ingin terus di sini. Sepertinya ia tidak mau jauh darimu. Oleh karena itu, aku rasa tugas ini bisa jadi alasan baginya untuk tidak dulu pulang ke Right Head," Orland terlihat berpikir sejenak sebelum melanjutkan penjelasannya.

Orland melirik ke arah Ain yang terlihat menggaruk-garuk kepalanya saat ia diberitahu soal Agna. Terbesit pikiran jahil dari sang Maestro untuk sedikit menggoda Ain.

"Cinta segitiga, ya? Kehidupan remaja memang sulit! Hahaha," ucapnya dengan tawa lepas, puas menggoda Ain yang semakin semrawut dibuatnya.

"Maestro!" tanggap Ain dengan tegas disertai tatapan tajam ke arah Orland yang malah menggodanya.

"Hahaha, oke-oke, maaf. Baiklah, seorang lagi... Marlat. Dia yang terlahir dari keluarga bangsawan mungkin tahu bagaimana bersikap pada bangsawan seperti Tiash. Ingat, Ain, bagaimanapun, Tiash seorang bangsawan dari Elyosa," ujar Orland mengakhiri penjelasannya.

Penjelasan dari Orland membuat Ain tidak lagi ingin menolak misi itu. Ia paham dengan kondisinya, sehingga ia merasa harus menjalankan tugas itu dengan sebaik-baiknya walau hanya sebagai pengawal.