Chereads / X-Code / Chapter 19 - Teman

Chapter 19 - Teman

Sudah dua hari berlalu semenjak Ain kembali ke Left Head. Selama dua hari itu, Ain diberi waktu kosong untuk beristirahat sekaligus berjaga-jaga kalau ada misi dadakan yang harus ia kerjakan.

Di samping itu, Ain juga mengisi kekosongannya dengan ikut serta membina akademisi Cerberus di Left Head. Ia mengganti posisi Heim sebagai pelatih bela diri, karena saat itu Heim sedang mengerjakan beberapa hal di Centra Head.

Selepas berbicara 4 mata dengan Orland, Ain menuju ke lantai 1 bangunan Left Head. Tempat di mana lobi utama, perpustakaan, kantin, dan juga beberapa sarana lain berada.

Begitu pintu elevator utama terbuka, Ain berjumpa dengan Riev yang telah menunggunya di luar elevator.

Riev memang mendapat luka yang cukup parah. Tapi berkat 'Tabung Pemulihan' yang ada di ruang perawatan, hari itu Riev bisa berdiri dengan fisik yang bugar.

Tabung Pemulihan yang dipakai oleh Cerberus menggunakan teknologi canggih yang bisa mengakselerasikan kinerja sel darah putih tubuh untuk memulihkan jaringan-jaringan otot tubuh yang rusak secara cepat. Tabung itu juga berfungsi untuk menyeimbangkan metabolisme, mempercepat regenerasi sel, serta memulihkan kode DNA yang rusak. Singkatnya, Tabung Pemulihan bisa menyembuhkan penyakit dan luka secara cepat.

Kalau menggunakan perawatan sederhana, butuh waktu beberapa hari malah mungkin berminggu-minggu untuk Riev agar bisa pulih total. Tapi berkat tabung itu, hanya dibutuhkan waktu semalam saja.

Ain, Agna, serta Tiash juga sempat berada dalam tabung pemulihan saat mereka baru saja tiba di Left Head 2 hari yang lalu.

"Kau lihat Tiash?" tanya Ain begitu ia keluar dari elevator sambil menghampiri Riev.

"Dia lagi sama Vabica dan Agna di perpustakaan," jawab Riev.

"Jadi, kau pilih Agna atau Tiash, nih? Tak ku sangka ternyata kau lebih playboy, Ain! Huahaha!" goda Riev yang sudah mendengar ceritanya dari Vabica, sambil mendampingi Ain menuju perpustakaan.

"Tidak keduanya," jawab Ain singkat tanpa menoleh sama sekali pada Riev, yang tidak berhenti menggodanya.

Kemarin, Tiash yang mudah bergaul walau pada orang yang baru ia kenal itu menceritakan semua kejadian yang ia alami pada Vabica. Termasuk kejadian ketika Agna yang secara tiba-tiba mencium pipi Ain.

Tentu saja Ain merasa risih begitu Tiash menceritakan semua pada Vabica. Namun Ain tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya terdiam dengan wajah gusar, membiarkan Tiash menceritakan semua. Tak disangka, Vabica yang sudah mulai akrab dengan Riev juga menceritakan hal tersebut pada Riev.

Selang beberapa detik setelah mereka berdua berjalan menuju perpustakaan, terdengar panggilan yang ditujukan pada Marlat agar segera menuju ke ruangan Maestro.

"Wah, ada apa si 'yang mulia' itu sampai dipanggil, ya? Apa dia berulah lagi?" ujar Riev sembari tertawa kecil, merasa geli begitu ia mengingat-ingat lagi kejadian yang dialaminya beberapa waktu yang lalu.

Tentu saja Ain mengetahui alasan Marlat dipanggil. Ain menjawab, "Dia akan ikut dalam misiku."

Reiv sedikit terkejut mendengarnya. Ia menepuk pundak Ain seraya berkata, "Kasihan Marlat," yang kemudian diikuti dengan tawa lepas khas miliknya.

Imajinasi Riev membayangkan Marlat dengan sikap arogan dan tak mau kalah itu harus bersama dengan Ain, yang bersikap dingin dan cuek.

Ain hanya terdiam tidak menanggapi gurauan Riev. Ia masih memikirkan banyak hal, termasuk Grief.

"Oh iya, kau gak lupa bilang terimakasih ke Agna, 'kan?" tanya Riev.

Kali ini Ain memerhatikannya.

Kemarin Vabica sempat memberitahu Ain, kalau yang menghubungi markas adalah Agna.

Setelah Trava mereka terjatuh, Agna bergegas pergi untuk mencari sinyal agar ia bisa meminta pertolongan. Walaupun kata-kata permintaan tolongnya cukup sulit dicerna oleh orang-orang di markas Left Head, namun mereka bisa melacak keberadaan Agna dari sinyal panggilan.

Pantas saja Agna tengah tertidur pulas begitu Ain menjumpainya di luar hutan Hallun. Pasti Agna sudah berlari semalaman untuk keluar dari Hallun secepat itu.

Ain merasa bersalah sempat berkata kasar pada Agna, walau perkataannya didasari oleh rasa khawatir.

"Hmm... Aku lupa," jawab Ain sembari mengerutkan alisnya.

Riev menggaruk-garuk kepala mendengar jawaban Ain, lalu berkata pada sahabatnya itu, "Kau ini... Jangan misi saja yang kau pikirkan!"

[•X-Code•]

"Hutan! Hutan!" ujar Agna riang sembari menunjukkan buku dengan gambar sebuah hutan pada Tiash, dengan wajah polos yang sudah menjadi ciri khasnya.

Mereka tengah berada di perpustakaan, di ruang B yang tidak memiliki kursi. Mereka duduk di atas karpet, dengan tumpukan berbagai jenis buku di sekeliling.

Pengunjung yang datang ke perpustakaan Cerberus bisa memilih untuk menuju ruang A yang terdapat kursi-kursi dilengkapi dengan monitor hologram tempat tersimpannya data dari semua buku yang ada di perpustakaan, sehingga mereka bisa membaca melalui hologram.

Atau memilih ruang B, ruangan luas yang dipenuhi oleh buku-buku tertata rapi di banyak rak besar. Ruang B tidak menyediakan kursi seperti yang ada di Ruang A. Ruangan itu hanya beralaskan karpet tebal berwarna biru tua untuk pengunjung duduk sambil membaca di sana.

Sangat jarang orang yang memilih membaca di Ruang B. Bagi kebanyakan orang, membaca di ruang B cukup merepotkan karena mereka harus mencari terlebih dahulu buku yang ingin dibaca.

Tidak seperti di ruang A yang hanya tinggal menekan tombol untuk mencari buku yang mereka butuhkan lewat hologram, lalu membacanya di sana melalui monitor hologram. Makanya, kala itu ruang B hanya terisi oleh Tiash, Vabica dan Agna.

"Uh, aku sudah tahu kalau 'hutan'," balas Tiash sembari menggaruk-garuk kepalanya.

Agna membuka lagi halaman lain di buku tersebut.

"Laut?" tanya gadis itu sembari kembali menunjukan gambar lautan yang ada di buku.

"Hm, aku juga sudah tahu 'laut'. Walau di Elyosa tidak seluas itu," jawab Tiash sambil mengambil sebuah buku di tumpukan yang mengelilingi mereka.

"Uuuh... Danau? Gunung? Bulan?" Agna kembali memperlihatkan banyak hal pada Tiash. Sepertinya ia tidak mau menyerah.

Vabica hanya tertawa geli melihat tingkah laku Agna ketika menujukan berbagai hal pada Tiash, yang disambut dengan senyum tawar dari Tiash.

Ain dan Riev yang baru tiba di sana sempat melihat kejadian itu. Mereka menghampiri ketiga gadis itu.

"Halo cewek-cewek cantiik~ Lagi ngomongin kami, ya?" sapa Riev dengan genitnya, disertai rasa percaya diri yang tinggi.

"Ain!" celetuk Agna dengan riang begitu melihat Ain tiba di sana.

Ia berdiri lalu bergegas menghampiri Ain.

"Ehem!" Riev menyenggol bahu Ain.

"Iyaaa! Aku tahu!" pikir Ain geram. Ia mengetahui apa maksud dari Riev menyenggol-nya sambil berdeham.

"Hm... Agna, terimakasih. Maaf sudah membentakmu kemarin," ujar Ain dengan nada datar pada Agna yang tengah menatapnya dari depan.

Ucapan itu terdengar seperti ucapan yang tidak tulus. Tapi sebetulnya Ain mengucapkan itu dengan sungguh-sungguh. Hanya saja, ia tidak bisa mengutarakan perasaannya dengan baik.

Agna tersenyum lebar sambil mengangkat kedua tangannya.

"Yay!" sorak Agna senang, lalu berlari kecil ke arah Tiash untuk kembali membantu Tiash. Walaupun kelihatannya, lebih baik Agna tidak ikut membantu.

"Ada apa, nih?" tanya Riev sembari mendekat ke arah tiga gadis yang tengah sibuk dengan buku-buku di sana.

"Tiash minta kami untuk memberitahu soal Logard yang ia belum ketahui. Selain itu, ia juga sedang mencari bahasa asing yang ada di bukunya. Tapi yah, seperti yang terlihat. Agna malah menunjukan hal-hal yang sudah diketahui Tiash," ujar Vabica menjelaskan sambil mengarahkan pandangannya pada Agna yang terus menunjukan berbagai hal pada Tiash.

"Kenapa tidak mencari di ruang A? Lebih mudah, bukan?" tanya Ain mengingatkan. Ia ikut menghampiri ketiga gadis itu.

"Aku tidak suka! Lebih asyik membaca buku daripada melihat hologram," jawab Tiash sambil membaca buku yang ia ambil, sambil sesekali terusik oleh Agna.

Riev ikut duduk bersila di karpet, dekat dengan Vabica. Ia ingin ikut membantu, namun Vabica malah bergeser menjauh.

"Jangan ganggu, ah!" ujarnya, merasa kalau Riev akan bertingkah aneh lagi.

"Oooh, tidak! aku ingin membantu kok~" ucap Riev sembari mengedipkan matanya dengan genit, membuat Vabica semakin menjauh.

Riev mengambil sebuah buku yang baginya terlihat 'menarik'.

"Nah, Tiash, ini namanya bikini!" dengan semangat, Riev menunjukan gambar model seksi berbusana bikini di selembar halaman buku 'Tren Mode Pakaian Wanita Logard'.

Duak! Dengan cepat, buku ensiklopedia tebal melayang, menghantam muka Riev hingga membuatnya terbaring dengan rasa perih di hidung.

Vabica yang memasang wajah geram melemparnya dengan penuh semangat. Agna dan Tiash tertawa geli melihatnya.

Sedangkan Ain hanya menggaruk-garuk kepalanya sembari merasa geli. Sedikit senyum geli terlihat di wajahnya. Tapi Ain berusaha sekuat tenaga menahan senyumnya. Ia tidak mau kalau Agna harus heboh lagi ketika mendapati dirinya tersenyum.

Di luar dugaan, Tiash malah mengambil buku yang tadi Riev tunjukkan. Ia membuka halaman demi halaman untuk melihat berbagai jenis dan model pakaian wanita yang dipakai di Logard.

Tiash memerhatikan baju yang Vabica pinjamkan padanya, yang kebetulan terasa sedikit longgar.

"Kak Ain, mengapa tidak mengantar Tiash untuk berbelanja baju? Baju punyaku kebesaran untuk Tiash," ujar Vabica memberi saran. Instingnya sebagai seorang gadis langsung memahami keinginan Tiash, hanya dari gerak-geriknya saja.

Dengan cepat, Riev bangkit dari posisinya yang terbaring lalu mengacungkan telunjuknya, meniru gerak-gerik Agna ketika akan merinci data seseorang.

"Apa? Mau bilang aku gendut??" ujar Vabica begitu melihat Riev yang memang terlihat akan mengucapkan sesuatu.

"Vabica Cress. Montok!" ucap Riev dengan wajah polos yang dibuat-buat, berusaha meniru Agna.

Seketika wajahnya kembali terhantam buku tebal yang dilempar Vabica, menambah perih di hidung yang sudah ia rasakan sebelumnya.

Gelak tawa dari Agna dan Tiash terdengar lebih keras dan lepas dari sebelumnya. Sampai Ain juga harus berusaha lebih keras untuk menahan senyumnya, bahkan kali ini ia merasa ingin tertawa.

"Uh, Ain... Antar aku, ya?" pinta Tiash dengan tatapan penuh harapan.

"Ikut! Ain! Ikut!" Agna tak mau kalah.

Kalau saja bukan karena tugas untuk mengawal Tiash, ia pasti akan menolak hal merepotkan seperti itu. "Iya. Tapi sebelumnya, aku ada urusan. Oke?" jawab Ain.

Tiash dan Agna mengangguk serentak, mengizinkan Ain untuk menyelesaikan 'urusan' yang disebut.

Lalu Ain menanyakan keberadaan Heim pada Vabica. Ain ingin menanyakan beberapa hal pada Heim, termasuk tentang Grief.

"Kebetulan sebentar lagi kak Heim selesai melatih. Tunggu saja di lobi, kak," jawab Vabica.