Hari demi hari telah berlalu, kini hubungan Aksa dan Tasya tengah di ambang kehancuran. Setelah satu bulan bersama kini Aksa semakin menjauh sekan tak tersentuh oleh Tasya, itu yang membuat Tasya semakin bingung akan hubungannya. Mereka tak menemukan titik terang dalam masalahnya, Tasya yang tak tau akan masalahnya dan Aksa yang tak mau mengakhirinya.
"Sa.."
Baru saja Aksa menutup pintu mobil, Ia di buat terkejut oleh seseorang yang menahan tangannya. Setelah melihat siapa yang memanggilnya Aksa mendengus sebal.
"Aku mau tanya?"
Aksa mendecak sebal. "Tinggal tanya, ribet amat." celetuknya tak memandang Tasya.
Tasya menggeleng meskipun Aksa tak melihatnya. "Nggak disini."
"Terus mau lo dimana? Di uks, di toilet, atau di kuburan." tegasnya. "Tinggal nanya aja ngapain repot-repot cari tempat. Ribet!"
"Aku mau tanya soal hubungan kita, nggak mungkin kan kalo kita bicarain disini."
Aksa menoleh, "Terus gue perduli?" tanyanya. "Ck, udahlah nggak penting. Gue nggak ada waktu."
Ucapan Aksa suskses membuat Tasya membeku di tempat, kemudian Tasya langsung menahan tangan Aksa yang hendak pergi. "Lo bilang apa? Nggak penting?" tanya Tasya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Jadi selama ini lo anggap hubungan kita itu apa? Lo anggap gue apa? Hah? Lo selama ini selalu ngehindarin gue, lo selalu pergi gitu aja saat gue tanya soal hubungan kita. Mau lo apa, Sa?"
Aksa menoleh lalu langsung memalingkan mukanya enggan menatap Tasya yang hampir menangis. Jujur ia tak tega namun rasa kecewanya yang mendalam sulit untuk mengendalikan ke egoisannya agar mengacuhkan Tasya. Kemudian Aksa mengela napas lantas menoleh menatap Tasya.
"Lo punya otak kan? Pikir!" setelahnya Aksa benar-benar pergi, dan saat itu pula setitik cairan bening langsung menetes di pipi Tasya.
****
"Inget, besok nggak boleh ada yang telat." ujar Ameera seraya menunjuk mereka satu persatu dengan gorengan yang berada di tangannya.
Nosi menyodorkan ponsel ke tengah-tengah meja. "Kalo gini gimana?"
Mereka semua menggeleng. "Mewah." jawabnya bersamaan.
Nosi mengela napas kesal. "Bodo amatlah."
Freya yang tengah memainkan ponselnya mendongak. "Nanti Frey tanya bunda deh, dia pasti tau gimana dekorasi yang cocok buat kita." katanya yang langsung membuka mulut ketika Ezra menyuapkan gorengan.
"Nggak usah mewah bisa? acara kita doang kok." ujar Ameera.
"Iya, Meera. Nanti Frey bilang yang sederhana." jawab Freya.
"Jadi habis bel pulang kita kemana nih?" tanya Nosi. "Rumah Freya atau pos ronda?"
"Kita ke mall."
"Ngapain, Mir?" sahut Aksa. "Ohhh, jangan bilang gue sama Ezra harus jadi bodyguard kalian lagi ya!? SORRY GUE NGGAK MAU." ujarnya menggebu.
Ameera mengangguk-anggukan kepalanya. "Oke! Berarti besok lo yang pasang semuanya ya."
Aksa mendelik. "APAAN SI? KOK GUE? NGGAK, NGGAK BISA! OGAH! EZRA NOH."
Dara melempar kuaci ke arah Aksa. "Lo tadi bilang nggak mau ya, anying."
"Lah? Gue bilang ngg—"
"Ngikut aja sih, ribet amat jadi cowok." celetuk Ezra.
"Bang—" umpatan Aksa terpotong oleh Freya yang menyumpal mulutnya dengan gorengan.
"Berisik." kesalnya.
Aksa yang geram menarik rambut Freya hingga membuatnya meringis, namun tak lama ulahnya di balas oleh Ezra. "Sialan, kutub es!" umpatnya.
****
"Sorry, ya mas, Ini kita mau pergi berenam bukan bertujuh." celetuk Dara.
"Gue juga mau pergi berdua kok sama Freya, bukan sama lo semua."
"Ck, lo nggak bisa lihat situasi ya, sat!?" geram Aksa. "Kita mau kumpul nih."
"Yaudah lo kumpul aja. Gue kan bisa sama Freya." jawabnya santai.
"Anj—" "Eza." potong Freya lebih cepat.
Ezra berdecak sebal. "Serahlah! Dah, Sore." ucapnya yang langsung menarik Freya.
"Freya bareng gue." cegah Bara yang melepaskan tangan Ezra.
Ezra menggeram sebal kemudian langsung menarik tangan Nosi. "Ayo."
****
"Cowok lo nggak punya urat malu ya, Frey?"
"Jangan kan urat malu, Ra, otaknya aja udah rusak. Saraf dia! Pikirannya nggak jernih." jawab Ameera "Nih, ya, kalo di bandingin sama sprite mah kalah dia! Sprite aja jernih dan nyegerin. Lah dia?" sarkas Aksa.
"Kalian tuh yah, kalo ngatain orang aja pinter banget." Freya yang tadinya sedang mengeluarkan buku-buku dari dalam tasnya langsung menoleh menatap Aksa dan Dara yang berbaring di kasur dengan punggung Aksa yang di jadikan bantal oleh Dara. "Lagian kalian punya masalah apa sih sama Kak Bara—"
"Bara." ralat Ezra.
"Ck, Iya, iya." kesalnya. "Kalian punya masalah apa sih sama Bara? Sampe segitunya." cibirnya.
"Frey? Lo kan udah lama pacaran sama Bara, Coba deh sekali-kali lo minta main ke rumahnya." ujar Ameera yang sedang fokus mengkutek kuku-kukunya.
"Hah? Apa!" kaget Dara yang langsung menegakkan tubuhnya. "Wah cari perkara nih bocah." geram Dara.
"Apaan sih, Mir. Kaya mereka bakal terus bareng-bareng aja."
"Kok lo gitu, Sa!?" sewot Freya tak terima.
Aksa mengangkat bahunya acuh. "Fakta kali." cibirnya pelan.
"Le-mes." celetuk Dara yang mendengan gumaman Aksa.
"Udah-udah kenapa jadi ngomongin orang sih." kata Nosi yang sedari tadi hanya diam. "Ini kita gimana?"
"Sabar!." sahut mereka membuat Nosi tercengang.
****
"Sa.."
"MEL," panggil Aksa.
Merasa terpanggil Amel yang tadinya hendak ke arah tangga jadi berbelok ke arah arkiran. "Kenapa, kak?"
"Nanti pulang sekolah jadi kan?"
Amel mengangkat alisnya sebelah. bingung, setaunya ia tak punya janji dengan Aksa hingga kemudian ekor matanya menangkap sosok yang sedari tadi memperhatikannya. Dan ia mulai mengerti, "Oh..jadi kok, kak."
Aksa mengangguk, "Oke, nanti gue tunggu di sini." kemudian ia menoleh melirik Tasya sekilas dan langsung menarik tangan Amel, "Ayok."
"Aksa," tahan Tasya yang memegang tangan nya.
"Kenapa?" jawabnya tenang seolah-olah mereka tak memiliki masalah.
Tasya melirik Amel yang masih berdiam diri di tempat. Hingga suara Aksa membuatnya tersentak.
"Eung..Kak aku ke—"
"Lo tetep disini." sela Aksa cepat dan masih setia menggenggam tangan Amel. "Masih ada perlu?" tanya Aksa pada Tasya.
"Hubungan kamu sama dia apa?"
"Yang jelas lo nggak perlu tau."
Jawaban Aksa membuat hati Tasya tersentil, kemudian ia mengangguk mengerti. "Terus kamu maunya apa? "
Aksa menatap Tasya, "Ketika gue nggak jelas maunya apa, sebenernya gue cuma butuh lo."
"Kalo lo butuh gue kenapa lo selalu ngehindarin gue, jauhin gue! Lo seakan-akan nggak menganggap kita ada hubungan, Sa." jawab Tasya membalas tatapan Aksa.
Tatapan Aksa berubah menjadi tajam. "Karena luka tercipta dari seseorang yang kita anggap istimewa, Sya!" telaknya dan langsung pergi begitu saja menarik tangan Amel yang hanya membisu.
Hingga di koridor yang cukup sepi.
"Mel.." panggil Aksa kaget saat tangan yang di genggamnya menyentak dengan keras hingga genggamannya terpisah.
Amel menatap Aksa dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Aku bukan barang yang kakak anggap nggak punya hati, Kak." Ucapnya, "Aku juga bukan payung yang hanya di butuhkan untuk melindungi kakak di saat hujan sedang menerjang bumi."
"Mel, Gue.."
"Seperti yang kakak bilang tadi," ucapnya memberi jeda sebelum ia berlanjut berucap."Karena luka tercipta dari seseorang yang kita anggap istimewa, Kak." Amel yang tidak bisa menahan tangisnya segera berlalu tak ingin memperlihatkannya di depan Aksa.
Aksa tersentak saat kata-katanya justru membuatnya tak bisa berkutik.
•••••
A/N : Jangan tanya kenapa di cerita ini tentang percintaannya tidak jelas? Sudah tau alur ceritanya kan? Ini cerita tentang persahabatan bukan percintaan, jadi sudah jelas yang lebih unggul di sini adalah tentang persahabatan mereka. Anggap aja tentang percintaan hanya bumbu dapur yang menyempurnakan persahabatan mereka, seberapa kuatnya mereka mempertahankan persahabatan mereka nantinya. Oke!
See you babay:))