" Sayang! Kamu sudah bangun?" ucap Brian yang segera mendekati Fatma.
" Ada apa? Kenapa kamu memukul Soni?" tanya Fatma lemah.
" Panggil dokter, Bel!" kata Brian.
" Iya!" jawab Bella yang segera berlari keluar kamar. Dokter memeriksa secara vital keadaan Fatma, dengan diiringi wajah dingin Brian. Fatma hanya tersenyum melihat suaminya, dia tahu jika Brian sangat cemburu pada dokter itu. Padahal dokter itu sudah terlihat tua karena kerutan dan rambut putih yang menempel di kepalanya.
" Good! Keadaan anda baik, jadi tinggal menunggu pemulihan saja! Selamat, Nyonya!" kata dokter itu.
" Trima kasih, dokter!" jawab Fatma.
" Ehmmm!" ucap Brian sebel.
" Saya permisi dulu!" kata Dokter itu.
" Pergilah!" kata Brian tanpa melihat ke arah Soni.
" Kenapa kamu mengusirnya?" tanya Fatma.
" Tidak apa-apa!" jawab Brian. Soni berjalan dengan langkah gontai, semua harapannya pupus tanpa bekas. Ternyata yang dialaminya selama ini hanyalah perasaan sesaat, Soni merasa patah hati terhadap Fatma.
" Pergilah, Bel! Diluar ada asistenku, dia akan mengantar lo!" kata Brian, segera Bella mengangguk dan keluar dari kamar.
" Ada apa sebenarnya, Habib? Kenapa semuanya diam begitu? Dan kenapa kamu memukul Soni?" tanya Fatma berntun.
" Tidak maukah kau memeluk suamimu ini? Tidak rindukah kamu padanya?" tanya Brian. Fatma merentangkan kedua tangannya pada suami tercintanya itu. Brian memeluk Fatma dengan erat, sangat erat seakan tidak mau dilepas.
" Habib! Aku tidak bisa bernafas!" bisik Fatma ditelinga Brian. Brian merasakan hembusan nafas istrinya di telinganya seperti membelai bulu kuduknya.
" Jangan memancingku, sayang! Apa kamu ingin aku membawamu ke atas awan sekarang?" goda Brian dengan lembut.
" Ini RS Tuan peresdir!" jawab Fatma.
" Memangnya kenapa? Ranjang ini muat bagi kita yang akan menyatu!" jawab Brian.
" Kau ini! Ishhh!" kata Fatma sebel lalu melepaskan pelukan istrinya.
" Jangan marah, sayang! Apa kamu tidak merindukan diriku? Aku hampir gila memikirkan dirimu!" kata Brian yang telah menidurkan kepalanya ke dada sang istri.
" Aku tidak marah!" jawab Fatma dan membiarkan tingkah suaminya itu.
" Aku bermimpi kamu pergi bersama pria lain, sayang!" rajuk Brian.
" Apa ada yang berani pada Tuan Presdir Brian Daniel Manaf?" ucap Fatma membelai rambut suaminya.
" Aku akan membunuh mereka sebelum menyentuhmu, sayang!" jawab Brian menatap wajah cantik istrinya yang sedikit pucat.
" Istighfar, sayang! Allah membenci umatnya yang menghilangkan nyawa manusia lain dengan sengaja, maka dia tidak akan diperbolehkan mencium aroma syurga!" tutur Fatma.
" Tapi aku membunuh orang yang mengganggu istriku, sayang!" kata Brian.
" Tapi kamu telah menyakiti seluruh keluarga dan orang yang dekat dengannya, Habib! Dan itu bisa menimbulkan kebencian dan dendam diantara mereka!" jawab Fatma sabar.
" Lalu aku harus berbuat apa? Membiarkan dia mengambilmu dariku?" tanya Brian sedih dan kecewa.
" Apa suamiku sedang cemburu dan marah pada hal yang belum tentu terjadi?" tanya Brian. Sudah, Za! Dan dia adalah sepupuku sendiri! batin Brian menahan amarahnya.
" Apa kamu tidak mempercayai istrimu? Mana mungkin aku meninggalkanmu dan pergi ke pelukan pria lain! Astaghfirullah! Pernikahan itu sakral dan sekali untuk selamanya!" kata Fatma lembut.
" Aku sangat mencintaimu, Za! Tolong jangan membuatku takut seperti waktu itu! Aku akan membakar semuanya jika kau meninggalkanku!" tutur Brian membara.
" Astaghfirullahaladzim! Istighfar, Habib! Semua berasal dari Allah dan akan kembali pada-Nya! Kita tidak akan kuasa menolak takdir-Nya!" kata Fatma khawatir akan kemarahan suaminya pada Sang Pencipta.
" Aku tidak perduli! Aku pasti akan membuat mereka hancur!" kata Brian dengan wajah menggelap.
" Kemarilah!" pinta Fatma merentangkan kedua tangannya kepada Brian, Brian mendekatkan wajahnya dan ditangkup oleh Fatma. Dikecupnya bibir suaminya, seketika hati Brian terasa nyaman.
" Aku tidak akan kemana-mana! Kita bertiga akan bersama-sama selamanya!" kata Fatma.
" Kok bertiga? Bersembilan!" jawab Brian.
" Astaghfirullah! Apa kamu serius, Habib?" tanya Fatma menggoda.
" Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Brian cemberut.
" Tentu saja! Aku ini manusia, bukan kucing!" jawab Fatma pura-pura sebel.
" Apa kamu tidak mau memiliki banyak anak denganku?" tanya Brian pelan dan menundukkan kepalanya. Ditatapnya selimut istrinya, tiba-tiba Fatma mengelus pipinya.
" Aku akan melahirkan keturunan sebanyak yang kamu dan Allah kasih!" bisik Fatma.
" Benarkah?" tanya Brian berbinar senang.
" Tentu, Habib!" jawab Fatma membuat hati Brian bahagia.
Soni dan Bella meninggalkan Hamburg tanpa berpamitan pada Brian. Brian tidak perduli pada sepupunya yang telah memanfaatkan keadaan Fatma untuk kepentingannya pribadi.
" Kamu nyaman?" tanya Brian saat mereka di dalam kamar dipesawat pribadi Brian.
" Iya, Habib! Sepertinya anak kita suka naik pesawat!" kata Fatma. Brian kemudian meletakkan telinganya diperut Fatma, tubuh Fatma berdesir lembut. Ah! Ada apa denganku? Kenapa aku jadi mesum begini? Astaghfirullah! batin Fatma merasa tidak nyaman dengan sikap Brian. Diangkatnya dengan pelan kepala suaminya. Brian mengernyitkan dahinya tanda heran.
" Ak...aku geli, Habib!" ucap Fatma bohong.
" Aku kira kamu tidak mau aku tidur diperutmu!" kata Brian. Kemudian dia beralih ke dada Fatma, kembali tubuh Fatma berdesir.
" Bisakah kamu duduk saja?" ucap Fatma kembali mengangkat kepala suaminya.
" Ada apa denganmu, sayang? Apa anak kita tidak suka berdekatan dengan abinya?" tanya Brian sedih.
" Ti...tidak! Ak..aku hanya kurang nyaman saja!" jawab Fatma. Brian kembali mengernyitkan dahinya. Pikirannya bekerja keras, beberapa menit kemudian matanya membulat sempurna.
" Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Fatma gugup.
" Apa kamu ingin boo-boo?" bisik Brian lembut, seketika wajah Fatma memerah persis kepiting rebus dan memukul dada suaminya.
" Habib!" rajuk Fatma malu sambil menyembunyikan wajahnya didada Brian.
" Hahaha! Istriku sangat menggemaskan sekali!" kata Brian tidak menyangka akan isi pikiran istrinya saat dia menyentuhnya.
" Apa kau ingin memulai atau aku saja?" goda Brian.
" Habibbb?!" ucap Fatma membelalakkan matanya dan mencubit pinggang suaminya yang mesum itu.
" Maaf, sayang! Aku sangat menantikan kamu melakukan padaku, Qolbi!" goda Brian lembut. Fatma semakin malu dan membalikkan tubuhnya membelakangi Brian. Brian semakin merasa gemas melihat tingkah Fatma. Tanpa menunggu lagi, Brian mencumbu istrinya hingga beberapa kali, Fatma yang lama tidak melakukan bersama suaminya, merasakan kembali sensasi demi sensasi yang diberikan suaminya karena kelembutan yang diberikan Brian. Fatma sangat menikmati dan merasa puas karenanya.
" Apa aku menyakitimu?" tanya Brian pada Fatma.
" Tidak sama sekali, Habib! Kamu sangat lembut!" jawab Fatma kemudian tertidur akibat kelelahan. Brian tersenyum dan mengecup bagian pinggir kening istrinya yang tertidur miring membelakanginya. Kemudian Brian masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya, lalu dia keluar kamar setelah memakai pakaian.
" Bos!" sapa Danis yang melihat Bosnya turun dari tangga.
" Apa semua sudah siap?" tanya Brian.
" Sudah, Bos! Bulan depan sudah bisa berangkat!" kata Danis.
" Good!" jawab Brian sambil duduk dikursinya.
" Tentang kerjasama yang Nabil tawarkan?" tanya Danis.
" Aku sudah tidak melakukan itu! Bilang padanya batalkan!" kata Brian.
" Siap, Bos!" jawab Danis.
Brian bersama Danis sedang membahas beberapa dokumen perusahaan lain saat Didengarnya isak tangis didepannya.
" Sayang?" panggil Brian sambil bergegas mendekati istrinya, karena dia melihat Fatma berjalan kearahnya sambil menangis.