Dean membawa Fatma pergi ke Jerman keesokan harinya saat keadaannya telah stabil. Dia telah menghubungi sahabatnya seorang dokter ahli syaraf di Hamburg. Dari pihak keluarga tidak ada yang mengikutinya, hanya Soni yang ditugaskan oleh papanya untuk mendampingi Fatma.
" Apa tidak apa-apa jika Soni yang mendampingi, Dok?" tanya Abi Fatma.
" Apa ada masalah, Zam?" tanya Dean.
" Mereka bukan muhrim, jadi mereka dilarang untuk berduaan saja!" kata Azzam.
" Jika seperti itu, bagaimana kalo menantu atau istrimu yang ikut?" tanya Dean.
" Menantuku masih memiliki anak bayi dan istriku sedang kurang sehat!" jawab Azzam.
" Jadi bagaimana?" tanya Dean sedikit kesal, tapi dia menghormati pendapat Azzam sebagai muslim yang taat.
" Apa adik Brian tidak bisa mendampingi?" tanya Azzam.
" Briana sedang study ke LA, dia berangkat kemarin!" jawab Iris.
" Jadi bagaimana? Apa kita batalkan?" tanya Dean yang sontak membuat semua yang ada disitu kaget dan menatapnya.
" Apa kamu tidak memiliki adik perempuan?" tanya Azzam pada Soni.
" Adanya sepupu perempuan!" jawab Soni.
" Dia saja yang dibawa serta jika bisa!" kata Azzam.
" Ok! Aku akan bicara dengan Bella!" kata Soni.
" Ok! Masalah selesai!" kata Dean.
Hampir dua minggu mereka berpisah, Fatma masih lemah setelah operasi dan syukur Alhamdulillah operasinya berhasil. Dia membuka matanya setelah koma selama seminggu, sedangkan Brian harus menjalankan terapi kaki akibat retak. Dia keluar dari RS dan kembali bekerja setelah sebulan lamanya meninggalkan pekerjaannya untuk menjalani terapi. Ingatannya masih saja terganggu dan Dean telah memberikan jadwal terapi pada Brian. Dia tidak pulang ke rumahnya, karena dia hanya ingat jika dia tinggal di apartement.
" Danis!" panggil Brian.
" Ya, Bos!" jawab Danis.
" Kenapa Nabil pindah ke Singapore?" tanya Brian yang ternyata lupa kejadian tentang Nabil.
" Itu...Bos yang suruh!" kata Danis.
" Aku? Tapi kapan? Dan kenapa?" tanya Brian.
" Karena menurut Bos dia pandai dan sudah mampu menangani salah satu perusahaan kita, Bos!" jawab Danis sekenanya. Brian terdiam dan kembali melihat dokumen-dokumennya.
" Hmm! Ini sudah akhir bulan, kenapa aku tidak menerima laporan dari PG, LM dan NC?" tanya Danis.
" Itu, eee...apa Bos lupa jika Bos telah menutup tempat-tempat itu?" kata Danis takut.
" What? Are you crazy? Buat apa aku menutup sumber pemasukan terbesarku?" kata Brian marah, Danis hanya terdiam saja.
" What's going on here? Apa kamu mempermainkanku, Dan?" tanya Brian emosi.
" Tidak, Bos! Semua Bos yang memutuskan! Mana berani saya melakukan sesuatu tanpa persetujuan Bos!" kata Danis benar-benar takut dengan kemarahan Brian.
" Arrggghhhh!" teriak Brian marah.
" Ada apa dengan diriku? Kenapa aku tidak bisa mengingat semua itu?" kata Brian memegang kepalnya yang sedikit berdenyut.
" Apa aku sudah gila menutup semuanya?" kata Brian ambigu.
" Kalu sampai apa yang kamu katakan tidak benar, aku akan membunuhmu!" kata Brian. Lalu dia menghubungi seseorang.
" Drew! Where are you?"
- " Tumben lo cari gue?" -
" Apa maksud lo?"
- " Sejak lo nikah, lo udah nggak pernah nyari gue!" -
" Nikah? Siapa yang nikah?"
- " Sudahlah, Bro! Lo kacang lupa kulitnya!" -
" No! Kita adalah saudara, Bro! Nggak mungkin gue gitu sama lo!"
- " Tapi kenyataannya?" -
" Gue butuh bantuan lo! Datang kesini sekarang!"
- " Sibuk gue!" -
" Apa lo udah nggak mau MV?"
- " Sialan lo! Ok, gue kesana!" -
" Di tempat biasa!"
- " Ok!" -
Brian mematikan panggilannya lalu menghubungi seseorang lagi.
" Mona!"
- " Brian, darling! Aku sangat merindukanmu, sayang!" -
" Kirim Lety and girls ke tempat biasa!"
- " Tentu sayang! Siap berangkat!" -
" Satu lagi! Sudah lama aku tidak menikmati anakmu!"
- " Ahhh! Aku punya yang baru, sayang! Dia sangat pemalu, sesuai dengan kesukaanmu!" -
" Bawa nanti malam suruh ke tempatku yang biasa!"
- " Apapun untuk orang tampan!" -
Brian mematikan panggilannya. Lety adalah istilah untuk wanita panggilan yang baru datang dan anak adalah istilah untuk gadis perawan. Danis bingung harus bagaimana, dia tidak mau Brian sampai mengkhianati istrinya, walau saat ini dia belum ingat akan Fatma.
" Aku akan pergi!" kata Brian.
" Tapi Bos...!"
" Apa lagi?" tanya Brian dengan wajah gelap.
" Hotel itu sudah tidak kita miliki lagi!" kata Danis.
" Apa? Apa aku lagi yang menjualnya?" tanya Brian.
" Iya, Bos! Lebih tepatnya memberikan pada Nabil!" kata Danis.
" Apa? Apa aku segitu perhatiannya pada dia?" tanya Brian.
" Iya, Bos!" kata Danis.
" Arrgghhh! Aku bisa gila beneran! O, ya! Kemana Rosma? Apa aku mengusirnya?" tanya Brian.
" Tidak Bos! Dia resign, Karena menikah!" kata Danis.
" Aku akan pergi!" kata Brian.
" Silahkan, Bos!" kata Danis, lalu membukakan pintu dan akan mengikuti Brian.
" Kamu disini saja!" kata Brian.
" Tapi, Bos..."
" Aku bilang disini!" kata Brian marah.
" Baik, Bos!" kata Danis. Brian pergi dengan cepat karena tidak mau membuat saudaranya menunggu.
Sementara itu di Jerman, Fatma yang telah sadar dari komanya, tapi dia seperti Brian, dia tidak dapat mengingat sama sekali siapa dirinya. Bella yang selalu menemaninya juga Soni setiap saat tidak pernah absen memeriksanya. Tiap hari dengan penuh perhatian Soni merawat dan mengajak Fatma jalan-jalan di sekitar Rumah sakit, karena Bella kadang malas melakukannya. Tapi saat ini Fatma bukan seperti Fatma yang dulu, bukan Fatma yang sangat menjaga aturan dalam agamanya. Dia merasa dia adalah seorang gadis yang belum bersuami dan dia hanya memakai hijab ala kadarnya karena dalam hati kecilnya dia merasa harus menutup rambutnya.
" Son!" panggil Fatma.
" Ya?" sahut Soni.
" Apa kamu tidak lelah menjagaku?" tanya Fatma lembut.
" Apa yang kau katakan? Tentu saja tidak!" jawab Soni yang sedang duduk di hadapan Fatma.
" Kalian menjagaku tiap hari, apa kamu tidak bekerja?" tanya Fatma.
" Aku seorang dokter, Za! Dan aku sedang cuti karena mendampingimu disini!" kata Soni lembut. Ya Tuhan, aku telah mengkhianati sepupuku! Aku benar-benar jatuh cinta pada istrinya! Kenapa kamu terus bersifat lembut seperti ini padaku, Za! batin Soni. Setiap hari Fatma selalu bersikap lembut dan penuh senyum padanya. Terkadang Soni lupa jika Fatma adalah istri sepupunya, karena dia merasa Fatma begitu dekat dan membutuhkannya.
" Son! Apa kamu melamun?" tanya Fatma tersenyum.
" Eh..nggak! Aku hanya..."
" Apa? katakan saja!" kata Fatma menatap lembut pria tampan dihadapannya itu.
" Apa kamu mengingat sesuatu?" tanya Soni.
" Tidak! Aku tidak dapat mengingat apa-apa! Bahkan namakupun aku belum mengingatnya!" kata Fatma.
" Zahirah!" panggil Soni lembut.
" Ya?" sahut Fatma. Soni memegang kedua tangan Zahirah, timbul getaran aneh dari dalam hatinya karena sentuhan Soni. Dia menatap lurus wanita dihadapannya itu.
" Apakah salah jika aku jatuh cinta padamu?" ucap Soni tidak dapat menahan perasaannya yang selama seminggu lebih ini ditahannya.
" Tidak, Son! Jatuh cinta adalah hak setiap manusia!" kata Fatma lembut.
" Aku mencintaimu, Za! Apa kamu merasakan hal yang sama?" tanya Soni.