Chereads / Terang Dalam Gelapku / Chapter 69 - Permintaan Maaf

Chapter 69 - Permintaan Maaf

" Cukup!" teriak Brian sambil berdiri di pinggir ranjang yang sontak membuat Fatma terkejut dan bergidik ngeri. Dia belum pernah melihat suaminya semarah itu selama menikah dengannya, terlebih di depannya, padanya.

" Aku akan mencari bukti jika aku tidak pernah melakukan itu dan memberikannya padamu!" kata Brian marah.

" Aku kecewa kamu tidak mempercayaiku! Aku memang bejat, Zahirah! Tapi pantang bagiku berbicara bohong, apalagi di depanmu!" kata Brian penuh penekanan. Brian berjalan masuk ke dalam walk in closetnya, tidak lama kemudian keluar lagi dengan memakai pakaian casual tapi masih dengan jasnya. Dia menatap Fatma yang masih berbaring diranjang dengan posisi yang telah kembali membelakanginya. Brian menghembuskan nafas panjang, lalu berjalan meninggalkan kamarnya, hatinya dipenuhi amarah yang teramat sangat.

- " Halo, Bos?"

" Jemput sekarang!"

- " Danis! Apa telingamu tuli?"

" Saya sedang bersama seseorang Bos!"

- " Brengsek! Tinggalkan dia!"

" Maaf, Bos!"

- " Apa kamu mau mati?"

" Bos boleh bunuh saya nanti! Maaf, Bos! Saya tutup!"

- " Danis! Danis! Siallll!"

Brian melempar ponselnya ke dinding apartementnya, kenapa hari ini semua orang membuatnya sangat marah? batin Brian. Tunggu saja hukuman dariku, Danis! Beraninya kamu mengabaikan perintahku! batin Brian penuh amarah. Lalu dia mengambil kunci mobil di dalam ruang kerjanya dan keluar menuju ke lift apartement. Fatma yang terbaring di atas ranjang mendengar langkah kaki suaminya menjauh dan keluar dari kamar. Tidak diragukan lagi jika sebenarnya dia merasa khawatir pada suaminya. Dia takut jika suaminya itu melakukan kebiasaan-kebiasaan lamanya. Dia menyesal kenapa harus terbawa emosi dalam menghadapi persoalan rumah tangganya ini. Sebagai suami istri harusnya mereka menyelesaikan semua permasalahan dengan kepala dingin, seberat apapun permasalahan tersebut. Fatma membersihkan tubuhnya di bawah shower, lalu dia mengambil air wudlu untuk melaksanakan kewajibannya yaitu shalat maghrib di mushalla. Setelah selesai shalat dia berdzikir dan membaca Al Qur'an hingga datang waktu shalat Isya', hatinya merasa tenang dan damai, pikirannya menjadi jernih kembali. Dia sejenak lupa jika agamanya mengajarkan untuk selalu berserah diri pada Sang Pencipta jika kita sedang mengalami suatu musibah. Fatma baru sadar dan bertanya-tanya dalam hati, apakah suaminya sudah melaksanakan shalat maghrib atau belum? Dia kembali gelisah karena kemarahan yang seharusnya bisa diredamnya. Tapi sekali lagi dia sadar jika ternyata dia hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Fatma melepas mukenanya dan berjalan turun ke lantai 1 sambil membawa ponselnya. Fatma meneteskan airmata melihat suasana yang sepi di apartement besar itu. Beberapa hari ini Brian selalu mengambilkannya air minum bahkan kue jika dirinya merasa lapar saat mereka selesai bersatu. Fatma membuka lemari pendingin dan meraih black forest yang ada di dalam dan membawanya ke atas. Fatma duduk di depan TV dan menyalakannya sambil memakan kue tersebut. Sesekali dia mengusap matanya dengan tissue padahal acara di TV tidak menayangkan adegan atau berita sedih. Akhirnya setelah beberapa jam menangis, dia tertidur di sofa.

Keesokan harinya Fatma tersentak kaget karena merasa belum menunaikan shalat subuh sementara jam sudah menunjuk angka 04.45. Dan dia kaget menemukan dirinya tertidur di atas ranjang di dalam kamarnya, karena seingatnya dia sedang tidur di sofa di ruang TV. Fatma melihat kearah samping, Brian tidak ada disisinya, airmata lolos begitu saja dipipinya. Fatma memiringkan tubuhnya dan mengusap-usap bantal suaminya. Diraihnya bantal tersebut dan dihirupnya dalam-dalam aroma tubuh suaminya yang menempel pada bantal itu. Aku sangat menyukai aroma tubuhnya! Membuatku merasa nyaman dan tenang! batin Fatma. Saat itu juga Fatma merasa sangat merindukan sosok Brian. Kemana dia? Apakah dia pulang semalam? Apa dia yang mengangkatku ke dalam kamar? Berbagai pertanyaan memenuhi pikirannya. Dia bangun dan berjalan menuju kamar mandi, pandangannya menyapu isi didalamnya, tapi tidak ditemukan sosok suaminya. Airmata kembali membasahi wajahnya, Ah! Mungkin dia sedang di mushalla! batin Fatma bersorak, lalu Fatma membersihkan tubuhnya dan berjalan menuju ke mushalla untuk shalat subuh. Tapi sekali lagi dia menemukan kekecewaan, karena sang suami tidak ada disana. Fatma shalat sambil sesekali mengusap airmatanya, lalu dia mengaji dengan suara sesenggukan. Dia merasa sangat merindukan dan takut kehilangan suaminya itu. Setelah shalat, dia berjalan turun ke lantai 1, hatinya merasa sejuk saat dilihatnya sang suami sedang memandangi laptopnya masih dengan pakaian taqwa dan sarungnya. Perlahan Fatma turun dan mendekati suaminya, entah mengapa tiba-tiba dia memeluk tubuh suaminya dari belakang.

" Aku merindukanmu!" bisik Fatma sambil menghirup harum tubuh suaminya. Brian terkejut melihat tingkah istrinya, tapi dia merasa lega karena Fatma tidak lagi marah padanya.

" Aku juga sangat merindukanmu, sayang!" jawab Brian lalu menarik tubuh istrinya agar duduk dipangkuannya. Wajah Fatma memerah karena malu, karena mereka terlihat sangat intim.

" Jangan pergi dan meninggalkan aku sendiri lagi!" rengek Fatma manja dengan mata berkaca-kaca.

" Iya! Maaf! Aku tidak akan melakukannya lagi!" Jawab Brian tersenyum.

" Kenapa kamu menangis? Apa ada yang sakit? Kenapa kamu menangis?" tanya Brian kaget melihat Fatma mengeluarkan airmata. Fatma menggeleng-gelengkan kepalanya.

" Nggak tahu! Dari kemarin airmataku sering menetes padahal aku tidak sedang bersedih!" jawab Fatma sedih. Dengan penuh kelembutan diusapnya airmata Fatma dengan kedua ibu jari Brian.

" Sudahlah! Jangan sedih lagi!" kata Brian lalu diciumnya bibir istrinya dengan penuh kelembutan dan kenikmatan..

" Aku menginginkannya, sayang!" bisik Brian yang merasa sesuatu telah bereaksi terhadap posisi mereka saat ini. Fatma menganggukkan kepalanya dengan malu-malu. Kemudian Brian membaringkan tubuh istrinya diatas sofa yang telah diubahnya menjadi sebuah ranjang. Mereka melakukan penyatuan dengan penuh kelembutan dan kemesraan, seakan itu adalah malam pertama mereka dulu.

" Kamu darimana semalam?" tanya Fatma.

" Aku bertemu relasi!" jawab Brian.

" Sendiri?" tanya Fatma curiga.

" Iya! Danis sedang ada masalah!" jawab Brian.

" Ini fotonya jika kamu tidak percaya!" kata Brian menunjukkan sebuah foto dari dalam ponselnya, Fatma membaca jam diambilnya foto, 21.49.

" Apa kalian...mabuk?" tanya Fatma pelan.

" Astaghfirullahu, Qolbi! Aku tidak akan pernah menyentuh minuman lagi! Kami murni hanya meeting!" kata Brian.

" Maaf!" kata Fatma lalu tiba-tiba airmatanya kembali menetes.

" Ya Allah, kenapa kamu gampang sekali menangis?" kata Brian lalu memeluk istrinya.

" Entahlah! Tiba-tiba aja keluar sendiri!" kata Fatma.

" Apa kamu sudah merasa baikan?" tanya Brian.

" Maafkan aku! Aku akan menerima apapun masa lalu kamu! Bahkan...anak...kamu!" ucap Fatma pelan dan terbata.

" Sayang! Aku tidak memiliki anak! Aku akan memilikinya denganmu! Bukan dengan orang lain!" kata Brian lembut.

" Tapi Carisa..."

" Dia bohong!" sela Brian.

" Apa kamu nggak hanya ingin membenarkan dirimu?" tanya Fatma.

" Demi..."

" Jangan!" sela Fatma sambil menutup bibir Brian dengan telapak tangannya.

" Seorang muslim tidak boleh bersumpah seperti itu! Aku percaya! Hanya dengan ucapanmu saja! Kamu adalah suamiku, surgaku berada di bawah telapak kakimu! Maafkan aku yang cemburu buta padamu!" jawab Fatma mempererat pelukannya.