" Apa maksud kalian mengurus dia? Siapa?" tanya Fatma curiga.
" Tidak ada, sayang!" jawab Brian. Dasar mulut bebek! Kenapa aku bisa keceplosan? batin Brian.
" Danis?" tanya Fatma. Danis bingung harus menjawab apa, dia melirik Bosnya dari kaca spion mobil.
" Tidak usah melihat Bosmu!" kata Fatma tegas. Danis langsung melihat ke depan.
" Katakan! Siapa yang kamu urus?" tanya Fatma.
" Bukan siapa..."
" Aku sedang bicara dengan Danis!" kata Fatma kesal memotong ucapan Brian.
" Tapi..."
" Apa seorang Presdir yang memiliki banyak perusahaan tidak bisa memahami ucapan sesederhana itu?" tanya Fatma marah.
" Danis?" tanya Fatma lagi.
" Bukan siapa-siapa, Nyonya!" jawab Danis.
" Apa aku pernah berbuat tidak baik padamu, Danis?" tanya Fatma sedikit dengan nada penekanan.
" Tidak, Nyonya!" jawab Danis.
" Jadi?" kata Fatma.
" Ehmmm!" Brian berdehem.
" Apa kamu bermasalah dengan tenggorokan, Tuan Presdir?" tanya menyindir.
" Jangan memanggilku seperti itu, sayang!" kata Brian.
" Nona Carisa, Nyonya!" kata Danis. Wajah Brian menggelap menatap Danis lewat kaca spion. Danis tidak berani melihat ke spion karena bisa menebak apa yang terjadi pada Bosnya.
" Kenapa?" tanya Fatma yang telah bisa menebak arah pembicaraan mereka.
" Apa kamu ingin makan malam diluar, sayang?" tanya Brian mengalihkan pembicaraan.
" Danis?" ucap Fatma.
" Dia tidak akan mengganggu rumah tangga Bos lagi, Nyonya!" kata Danis.
" Apa maksudmu? Lalu kamu mau lari dari tanggung jawab?" tanya Fatma pada Brian yang terkejut karena istrinya melihat ke arahnya dengan wajah penuh amarah.
" Kenapa kamu melihatku seperti itu, Sayang?" ucap Brian.
" Aku tidak percaya kamu lari dari tanggung jawab!" kata Fatma, kemudian keluar dari mobil karena mereka telah sampai di lobby apartement.
" Astaghfirullah! Kenapa dia nggak percaya padaku?" kata Brian Ambigu. Brian dengan cepat keluar dari dalam mobil dan menyusul istrinya yang ternyata telah sampai di depan pintu lift.
" Sayang!" panggil Brian. Tapi Fatma tidak mendengarkan panggilan itu.
" Naik!" kata Fatma pada Andi.
" Tapi, Nyonya..."
" Aku bilang naik!" kata Fatma marah.
" Baik, Nyonya!" jawab Andi menekan tombol lift dan menangkup kedua tangannya di depan dada tanda minta maaf pada Brian. Brian meredam amarahnya, lalu dia naik menggunakan lift lainnya.
" Pak Wardi! Mabk Isma! Kalian boleh kembali lagi besok!" kata Fatma saat melihat kedua pekerja Brian di dalam apartement.
" Baik, Nyonya! Permisi" jawab Isma.
" Maaf! Saya menunggu Tuan untuk menyuruh saya!" kata Wardi sombong.
" Saya minta baik-baik, Pak! Tolong kembali lagi besok!" kata Fatma menahan emosinya.
" Maaf! Saya..."
" Apa bapak mau saya pecat? Saya meminta dengan sopan, bapak minta saya seperti ini! Pergi!" kata Fatma emosi. Tapi Wardi bergeming dari tempatnya, dia benar-benar pegawai tidak tahu diri.
" Baik! Selama ini saya sering mentolelir sikap bapak yang kurang sopan terhadap saya sebagai istri dari Brian. Saya masih memberikan bapak kesempatan karena saya merasa bapak lebih tua dan sudah lama bekerja pada suami saya. Tapi rupanya bapak tidak pernah berubah, jadi jangan salahkan jika saya meminta suami saya untuk merumahkan bapak!" kata Fatma.
" Apa kamu mengancam saya? Kamu hanyalah istri mainannya, sebentar lagi kamu akan ditendangnya seperti wanita-wanita jalang lainnya!" kata Wardi menghina.
" Wardi?!" teriak Fatma.
" Ambil uangmu besok di perusahaan!" kata Brian tiba-tiba. Wardi terkejut mendengar suara Brian, dia berdiri dengan kaki gemetar dan wajah memucat.
" Ini peringatan terakhir! Jika sampai aku dengar kamu menghina istriku lagi, aku yakinkan jika kamu akan menerima akibatnya! Pergi!" teriak Brian dengan wajah menggelap. Ingin rasanya dia menghajar bahkan membunuh pria itu karena hinaannya pada Fatma.
" Ampuni saya, Tuan! Saya janji saya nggak akan melakukannya lagi! Tolong jangan pecat saya!" Wardi merengek dan menyentuh kaki Brian.
" Nyonya! Saya minta maaf...."
" Jauhkan dirimu dari istriku!" hardik Brian saat melihat Wardi akan menyentuh kaki Fatma.
" Nyonya, tolong maafkan saya!" kata Wardi dengan tangisan buayanya.
" Apa aku harus memanggil security?" kata Brian.
" Tolong, Nyonya!" kata Wardi. Hati Fatma merasa iba melihat keadaan Wardi, tapi Wardi memang telah keterlaluan padanya. Fatma meninggalkan Wardi dan naik ke lantai 2 lalu masuk ke dalam kamarnya.
" Pergi!" kata Brian tegas. Wardi melangkah pergi sambil mengepalkan kedua tangannya tanpa sepengetahuan Brian. Aku akan membalas semua ini Zahirah! Awas saja, kamu nggak akan selamat dari tanganku! Dasar jalang! batin Wardi. Brian naik ke lantai 2 dan bermaksud masuk ke dalam kamarnya, tapi ternyata Fatma mengunci kamar itu. Tok! Tok! Tok!
" Qolbi! Kok, dikunci?" tanya Brian. Tok! Tok! Tok!
" Sayang!" panggil Brian lagi, tapi tidak juga ada jawaban.
" Assalamu'alaikum!" kata Brian memancing.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma pelan.
" Kok, nggak dijawab, sayang? Dosa lho! Assalamu' alaikum!" ucap Brian lagi.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma sedikit keras.
" Aku ingin bersiap untuk shalat maghrib, sayang!" kata Brian. Fatma yang sedang marah langsung membuka kunci pintu kamar mereka lalu masuk ke dalam kamar mandi. Brian melepas pakaiannya dan masuk ke dalam kamar mandi, tapi seperti tadi, Fatma menguncinya.
" Sayang! Aku mau buang air kecil!" kata Brian. Fatma merasa dipermainkan oleh suaminya. Dia keluar dari bathupnya lalu meraih piyama mandi dan membuka kunci pintu kamar mandi. Brian yang tau jika istrinya akan menghindar, dengan cepat dia meraih tubuh Fatma dan mencumbunya.
" Lepas...sin!...Brian!" kata Fatma disela ciuman penuh hasrat dari Brian.
" Aku menginginkanmu!" kata Brian. Seketika tubuh Fatma tersentak, adalah kewajibannya untuk melayani suaminya dengan ikhlas. Tubuhnya yang merespon setiap sentuhan yang diberikan Brian seolah mengkhianati hatinya yang sedang terluka akibat permasalahan rumah tangga mereka. Fatma merasakan kenikmatan dunia saat Brian menyatukan mereka di dalam bathup.
" Yannnn!" ucap Fatma tertahan.
" Sayanggggg!" teriak Brian, kemudian dia menjatuhkan tubuhnya sesaat lalu melepaskan dirinya. Beberapa saat kemudian dengan penuh kasih sayang, Brian memandikan dan mengeringkan istrinya yang hanya diam saja. Dia kemudian mengambilkan Fatma pakaian longdress dan memberikan padanya sedangkan dia membersihkan tubuhnya di dalam shower. Fatma kembali marah! batin Brian di bawah guyuran air. Fatma membaringkan tubuhnya diatas ranjang setelah memakai pakaiannya dan berbaring memunggungi pintu kamar mandi.
" Trima kasih, Qolbi! Aku sangat mencintaimu!" bisik Brian yang ikut berbaring dan telah memeluk Fatma dari belakang.
" Kamu bohong!" jawab Fatma pelan tanpa berbalik.
" Jangan bicara seperti itu! Aku sungguh-sungguh mencintaimu!" jawab Brian tegas.
" Tapi kau menodai bahkan menghamili wanita lain!" kata Fatma dengan airmata menetes dipipinya.
" Adalah sebuah dosa menuduh suami tanpa bukti yang kuat!" kata Brian sedih.
" Bukti apalagi? Apa gadis itu bukan suatu bukti?" tanya Fatma marah lalu membalikkan tubuhnya. Dia mencari kebenaran di dalam mata biru suaminya.
" Sayang, aku..."
" Apa kamu menunggu dia lahir? Atau kamu perlu melakukan tes DNA agar kamu yakin? Atau...atau menunggu dia tumbuh besar hanya untuk melihat apakah dia memiliki kemiripan wajah sama kamu atau tidak?" kata Fatma memberondong Brian dengan kata-katanya.
" Tapi aku tidak pernah menyentuh dia!" kata Brian tegas dan menahan amarahnya di dalam dada. Dia sangat kecewa dengan ketidak percayaan Fatma padanya.
" Apa kamu ingin mengatakan jika dia berbohong? Apa kamu ingin menambah dosa? Tidak ada satupun wanita yang sedang hamil tidak mengetahui siapa orang yang menghamilinya, Yan!" kata Fatma meninggi.