Danis gelisah menunggu dikantor Bosnya. Tidak biasanya Bosnya meninggalkan meeting dengan para staf perusahaan, terlebih dalam meeting kemarin Brian marah-marah dan mengancam mereka untuk mundur dari jabatan. Dan akhirnya mereka mengambil keputusan untuk lembur semalaman baru selesai pagi tadi.
" Bagaimana Pak? Apa dilanjutkan?" tanya Doni, Supervisor bidang pemasaran.
" Tunggu sebentar lagi, Don!" jawab Danis.
" Sampai kapan, Pak? Kita sudah ketinggalan!" jawab Doni.
" Memangnya kemana si Bos, Pak?" tanya Johan Kepala Bagian Produksi.
" Iya, Pak! Kita dipaksa untuk lembur sampai pagi, dia sekarang malah nggak muncul sama sekali!" sahut Doni.
" Apa ada masalah, Pak? Karena selama saya bekerja disini selama 10 tahun, saya nggak pernah lihat Bos mengambil keputusan seperti ini! Sebentar A sebentar B!" tutur Johan.
" Kalau pendapat saya, Pak! Untuk mempercepat proses peluncuran, sebaiknya kita segera melakukan saat ini juga!" kata Karin, sekretaris Brian.
" Toh semua laporan telah selesai dikerjakan dan Pak Danis periksa!" kata Karin lagi.
" Baiklah! Kita lakukan seperti rencana semula!" kata Danis pasrah. Mereka yang ada diruang meeting akhirnya bubar. Danis sekali lagi mencoba menghubungi Bosnya, tapi nihil! Danis lalu menghubungi Isma.
" Halo, Pak Danis!" I
" Apa Bos sudah keluar dari apartement?" D
" Belum, Pak! Tuan masih di dalam kamar!" I
" Bersama istrinya?" D
" Iya, Pak!" I
Ya sudah! Kalau keluar, kamu bilang saja saya menelpon!" D
" Baik, Pak!" I
Danis mematikan sambungan telponnya dan menerka-nerka yang terjadi pada Bosnya dan Nyonyanya. Dasar pengantin baru! Seperti belum pernah belah duren aja! batin Danis. Emang belum, Dan! Hehehehe!
Seperti saat shalat subuh, Fatma masih berada dalam gendongan Brian saat menuju ke mushalla untuk shalat Dzuhur. Mereka melakukan shalat dzuhur berjama'ah dan mengaji sebentar kemudian kembali lagi ke dalam kamar.
" Habib!" panggil Fatma.
" Hmm?" jawab Brian.
" Sudah, ya! Aku capek!" ucap Fatma guna berjaga-jaga jika suaminya meminta lagi jatahnya.
" Kenapa? Apa masih sakit?" tanya Brian menatap wajah istrinya yang sedang duduk di sofa bersamanya.
" Iya, Habib! Apa kamu nggak capek?" tanya Fatma hampir tidak percaya dengan pertanyaan suaminya. Nafsu kamu besar banget, sih, Yan! Bisa mati lemas aku kalo kamu sikat terus! batin Fatma. Astaghfirullah! Maafkan aku, Yan! batin Fatma lagi.
" Apa yang kamu pikirkan? Mana mungkin aku menyakitimu, Qolbi! Aku sangat mencintaimu!" ucap Brian meletakkan kepalanya dipaha Fatma.
" Aku tahu! Maaf!" jawab Fatma.
" Sudah kamu minum obatnya?" tanya Brian.
" Sudah, Habib!" jawab Fatma. Fatma meraih ponselnya dan melihat beberapa panggilan dari Harun. Fatma segera menghapus daftar panggilan dari Harun. Astaghfirullah! Dia mengirimiku pesan! batin Fatma was-was.
" Qolbi!...Qolbi..."
" Eh...ya?" sahut Fatma salah tingkah. Brian bangun dari tidurnya dan melihat istrinya.
" Apa ada yang penting selain aku?" tanya Brian datar.
" Emm...anu..."
" Qolbi!?" tegur Brian.
" Berikan ponselmu...!"
Fatma menatap wajah Brian dengan pandangan memohon.
" Zahirah...!"
Fatma langsung memberikan ponselnya pada Brian jika Brian sudah pada posisi memanggil namanya. Dilihatnya ponsel Fatma, wajah Brian berubah gelap, dia membuka isi pesan dari Harun.
" Apa kalian masih berhubungan?" tanya Brian dengan menahan amarah. Fatma tahu jika suaminya sangat marah dan merasa cemburu pada Ustadz Harun. Ditangkupnya wajah suaminya dengan lembut.
" Habib!" ucap Fatma, Brian membuang wajahnya kekanan dengan pelan. Fatma membuat wajah Brian kembali menghadap padanya.
" Habib!" ucap Fatma menatap suaminya, tapi mata Brian melihat kearah lain.
" Habibal Qolbi! Tatap mata Qolbimu ini!" rayu Fatma dengan penuh kelembutan. Perlahan tapi pasti Brian menatap mata istrinya. Fatma tersenyum dengan manisnya.
" Apakah engkau masih meragukan istrimu ini? Semua telah aku berikan untukmu! Jiwa dan ragaku! Semuanya! Apa yang engkau khawatirkan?" tutur Fatma. Ucapan Fatma membuat Brian luluh, segala yang ada pada dirinya seakan luruh, dunianya seakan runtuh. Brian telah bertekuk lutut karena kelembutan dan kesabaran istrinya.
" Aku sangat cemburu sama dia, Qolbi! Kakakmu sangat ingin dia jadi adik iparnya!" ucap Brian sebel.
" Tapi akukan sudah menikah sama kamu, Habib! Allah sangat membenci perceraian! Dan aku ingin menikah hanya sekali seumur hidup! Apa kamu tidak?" tanya Fatma menggoda suaminya.
" Tentu saja tidak! Kita akan tua bersama dan aku ingin meninggal sebelum kamu, Qolbi!" tutur Brian jujur.
" Kenapa?" tanya Fatma.
" Karena aku nggak bisa hidup tanpa kamu! Aku nggak bisa jika nggak lihat dan menyentuh kamu setiap saat!" kata Brian dengan wajah sedih.
" Aku nggak akan kemana-mana! Aku akan selalu disampingmu!" jawab Fatma menghibur suaminya. Brian memeluk istrinya sangat erat lalu mencium bibir Fatma dalam-dalam hingga Fatma kehabisan nafas. Wajah Fatma memerah akibat bibir seksi Brian yang dia rasa. Fatma sangat menyukai bibir suaminya itu.
" Apa istriku menyukai bibir suaminya?" tanya Brian menggoda.
" Habib!" ucap Fatma malu sambil memukul dada Brian dan bersembunyi didalamnya.
" Haha! Kamu menggemaskan jika malu begini!" bisik Brian.
" Bisakah kamu selalu tertawa seperti itu?" pinta Fatma. Brian terdiam, dia baru sadar jika dia bisa tertawa hanya jika didepan Fatma.
" Tidak!" jawab Brian.
" Kenapa?" tanya Fatma heran.
" Karena tawaku hanya untuk istriku saja!" bisik Brian. Lalu Brian kembali mencecap bibir Fatma dan berpindah ke leher istrinya.
" Yan! Ah!" kali ini Fatma tidak lagi malu untuk mendesah.
" Sayang! Aku mau lagi!" bisik Brian.
" Sekali...saja...ya!" jawab Fatma terbata. Tanpa menjawab, Brian segera mencumbu Fatma lagi. Seharian mereka hanya di dalam kamar. Bercumbu, makan, istirahat,shalat lalu bicara hingga waktu menjelang pagi lagi. Brian menahan hasratnya saat pagi karena hari ini istrinya akan ke sekolah untuk pamit. Hati Brian sangat bahagia pagi ini, karena Fatma akan sepenuhnya dirumah, dia telah memiliki rencana untuk istrinya itu.
" Aku gak mau kamu menyimpan nomor hp pria lain, Qolbi!" ucap Brian saat mereka selesai memakai pakaian.
" Apa termasuk abi, kak Arian dan Daffa?" tanya Fatma yang gak lagi heran mendengar ucapan suaminya.
" Kecuali mereka! Aku nggak mau nanti mereka pikir aku menyembunyikan istriku!" jawab Brian.
" Nih!" ucap Fatma memberikan ponselnya pada Fatma. Brian mengambil dan membuka lalu menghapus nama-nama pria teman Fatma. Fatma hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
" Dasar suami posesif!" ejek Fatma tersenyum sambil mengusap dagu suaminya.
" Sudah?" tanya Fatma saat Brian menyerahkan ponsel Fatma.
" Sudah!" jawab Brian.
" Siap?" tanya Fatma lagi.
" Ayo!" ajak Brian lalu berjalan sambil menggandeng tangan Fatma dan mendekapnya di dadanya. Fatma hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya perlahan. Seperti anak manja aja! Padahal sudah menikah juga! batin Fatma. Mereka sampai di lantai bawah, Danis sudah menunggu di dekat meja makan.
" Assalamu' alaikum!" ucap Fatma.
" Wa' alaikumsalam!" jawab Isma dan Danis, sementara Wardi hanya diam saja, dengan cepat Brian menatap Wardi tajam.
" Wa' alaikumsalam!" jawab Wardi takut.
" Ayo, Danis! Kita sarapan!" ajak Fatma. Tapi Brian dengan ekspresi wajah tidak suka melirik Danis.
" Saya sudah sarapan, Bu Bos!" jawab Danis, padahal dia belum sarapan. Fatma tersenyum lalu mengambilkan suaminya roti dan menuangkan juz apel. Brian makan dengan memandang istrinya. Dasar pria bodoh! Perempuan gitu aja dinikahin! batin Wardi melihat kemesraan majikannya. Fatma mengambil tissue dan membersihkan sisa selai di ujung bibir suaminya.
" Trima kasih, Qolbi!" ucap Brian.
" Sama-sama Habib!" jawab Fatma.