Fatma tanpa sengaja melihat celana suaminya yang terlihat ganjil. Astaga! Apa itu? Apa semalam dia masih kurang? Setelah dia membuatku seperti ini? batin Fatma memejamkan matanya.
" Berendamlah! Aku akan mandi di shower!" ucap Brian lalu membuka seluruh pakaiannya di hadapan Fatma. Untung Fatma memejamkan matanya, kalo nggak, bisa berabe.
Setelah selesai mandi, mereka pergi ke mushalla, Fatma masih digendong oleh Brian. Lalu mereka mengaji dan shalat berjama'ah bersama.
" Apa masih sakit?" tanya Brian saat mereka mengganti pakaian di walk in closet.
" Sedikit!" jawab Fatma malu.
" Apa bisa jalan?" tanya Brian lagi sambil meraih kemeja dan memakainya.
" Mungkin!" jawab Fatma ragu dan melihat suaminya. Fatma meraih sebuah gamis dan khimar senada.
" Pakailah pakaian rumah! Telpon Kepala Sekolahmu untuk izin sakit!" kata Brian tak terbantah.
" Iya!" jawab Fatma patuh lalu mengambil sebuah gamis rumah dan hijab.
" Iya apa?" goda Brian.
" Iya...Habib!" jawab Fatma lirih dan malu, wajahnya merona kembali. Brian hanya tersenyum tipis melihat tingkah menggemaskan istrinya. Mereka lailu keluar dari walk in closet setelah memakai pakaian masing-masing dan kembali Brian menggendong Fatma ke sofa. Wajah Fatma merona saat dilihatnya bercak darah diatas ranjang. Brian yang melihat tingkah istrinya melihat ke arah ranjang, di tersenyum tipis karena merasa bahagia bisa menikmati keperawanan istrinya.
" Aku akan mencucinya!" ucap Fatma sambil berdiri.
" Biar Isma!" lata Brian.
" Tidak! Aku malu, Yan!" rengek Fatma.
" Kenapa harus malu, sayang? Kamu harus bangga.karena darah suci itu!" jawab Brian. Fatma hanya menunduk malu. Brian mengecup kening istrinya lalu membuka sprei tersebut dan melipatnya. Diletakkannya sprei itu disudut ruangan.
" Puas?" ucap Brian pada istrinya.
" Trima kasih!" jawab Fatma terharu. Suaminya tahu keinginannya tanpa diminta.
" Bisa sarapan dibawah?" tanya Brian melihat istrinya.
" Ins Yaa Allah!" jawab Fatma.
" Berdirilah!" ucap Brian. Fatma berdiri, memang miliknya sudah tidak sesakit tadi, tapi masih sedikit perih. Lalu dia berusaha berjalan dengan normal walau sedikit mengerang. Ahh! batin Fatma.
" Kita makan disini saja!" ucap Brian.
" Nggak usah, Yan! Aku bisa!" sahut Fatma.
" Aku tidak mau kamu jatuh!" jawab Brian lalu menelpon Isma, Fatma hanya terdiam lalu membuka ponselnya. Brian membuka laptop dan emailnya, sedangkan Fatma mengirim pesan kepada kepala sekolahnya. Tidak lama kemudian pintu diketuk dari luar.
" Masuk!" jawab Brian.
" Selamat Pagi, Tuan! Nyonya!" sapa Isma.
" Assalamu'alaikum, mbak Isma!" ucap Fatma.
" Wa'alaikumsalam, Nyonya!" jawab Isma sambil membawa nampan dan meletakkan makanannya ke atas meja.
" Trima kasih, mbak!" ucap Fatma tersenyum.
" Sama-sama, Nyonya! Permisi Tuan! Nyonya!" ucap Isma lalu pergi keluar kamar setelah menutup pintunya. Fatma mengoleskan selai nanas kesukaan suaminya di roti yang telah dipanggang Isma.
" Ini, Habib!" Fatma memberikan roti suaminya.
" Suapi!" kata Brian manja.
" Hmm!" jawab Fatma lalu menyuapkan roti ke mulut suaminya.
" Trima kasih, Qolbi!" ucap Brian lembut, membuat Fatma terpaku. Brian hanya tersenyum tipis melihat istrinya.
" Kamu panggil aku apa?" tanya Fatma tidak percaya.
" Qolbi!" jawab Brian, membuat pipi Fatma merona merah karena malu. Lalu Fatma kembali menyuapkan roti ke suaminya. Dia sendiri mengoleskan selai kacang ke rotinya dan memakannya. Setelah mereka selesai sarapan, Brian tiba-tiba memeluk tubuh istrinya dengan erat hingga kepala Fatma menempel di dadanya..
" Habib! Nanti pakaianmu kusut!" ucap Fatma lembut sambil mengusap bulu ditangan suaminya.
" Apa masih sakit?" tanya Brian.
" Sedikit!" jawab Fatma.
" Aku menginginkan lagi!" bisik Brian, ternyata hanya melihat bibir ranum istrinya saat menggigit roti, sesuatu pada tubuhnya lepas kendali.
" Apa kamu tidak bekerja?" tanya Fatma gugup. Bayangan rasa sakit itu melintas dipikirannya.
" Aku ingin bersamamu!" jawab Brian, lalu Fatma menganggukkan kepalanya. Dengan cepat dia menangkup wajah Fatma dan memainkan bibir ranum itu. Terjadilah senam pagi yang menyehatkan dan melelahkan, karena Brian tidak memberi ampun pada istrinya yang selau mengeluarkan suara-suara merdunya saat Brian mencumbunya. Panggilan dari Danis tidak dihiraukannya, karena dia telah mensilent ponselnya. Ketukan pintu kamar tidak terdengar, karena Brian telah merancang secara khusus agar pintu tersebut tidak terdengar dari dalam saat diketuk dari luar. Mereka berhenti untuk mengambil air wudhu dan melanjutkan lagi hingga tubuh Fatma benar-benar lemas tak bertulang. Fatma merasa jika tenaga suaminya tidak ada habisnya, karena berkali-kali melakukan gerakan memompa dengan jangka waktu yang lumayan lama. Brian memang sengaja menahan diri karena sangat puas dengan kesempitan Fatma. Jam 10 mereka berdua baru selesai beraktivitas, karena Brian takut jika istrinya akan pingsan karena perbuatannya. Fatma tertidur karena kelelahan dan Brian tidak menyia-nyiakan tubuh seksi istrinya. Dipeluknya istrinya dengan lembut lalu dia ikut tertidur juga. Jam 12 siang Fatma terbangun dan mendapatkan wajah suaminya dihadapannya.
" Apa sudah puas kamu memandangi suamimu yang tampan ini, Qolbi?" tiba-tiba Brian bersuara saat Fatma asyik mengagumi keindahan ciptaan Allah SWT itu.
" Iya!" jawab Fatma.
" Lalu?" tanya Brian membuka matanya dan membalas tatapan istrinya.
" Ternyata suamiku sangat tampan!" kata Fatma tegas.
" Tentu saja!" jawab Brian.
" Kita shalat dzuhur, Habib! Sudah jam 12 lewat!" ajak Fatma.
" Iya, Qolbi!" jawab Brian lalu mengecup bibir Fatma. Brian turun dari ranjangnya dengan tubuhnya yang masih polos.
" Habib! Jangan berkeliaran dengan tubuh seperti itu! Kamu bisa masuk angin!" tutur Fatma dengan tubuh membelakangi suaminya karena malu.
" Haha! Apa kamu malu?" goda Brian, lalu dia meraih jubah mandinya dan mendekati Fatma. Dengan sekali ulur, tubuh Fatma yang polos telah berada di tangannya.
" Ahhh! Kamu mengagetkanku!" ucap Fatma sambil menundukkan kepalanya.
" Haha! Kamu masih saja bersikap formal padaku, Qolbi!" bisik Brian. Lalu Brian memandikan istrinya dengan air hangat dan kembali Brian beraksi meminta jatah pada istrinya. Fatma hanya bisa pasrah pada keinginan suaminya yang menggebu-gebu itu. Mereka seharian hanya berada di dalam kamar saja berdua.
" Habib!" panggil Fatma saat mereka diatas ranjang, Fatma bersandar di kepala ranjang sedangkan Brian tidur berbantalkan paha Fatma.
" Hmm!" jawab Brian yang merasa nyaman dengan belaian tangan Fatma dirambutnya.
" Apa aku resign besok saja?" ucap Fatma. Brian membuka matanya dan memutar tubuhnya menghadapa langit-langit kamar. Ditatapnya manik mata istrinya dengan tajam.
" Kamu yakin? Aku akan sangat senang sekali!" jawab Brian.
" Iya!" jawab Fatma tegas.
" Bagaimana jika kita pergi bulan madu?" tanya Brian yang telah duduk berhadapan dengan istrinya.
" Terserah Habib mau apa saja! Aku ikut saja!" jawab Fatma dengan tersenyum.
" Ok, deal! Kita akan pergi ke...Mekkah! Kita umroh!" ucap Brian tegas.
" Apa? Habib? Serius?' tanya Fatma dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak pernah menyangka jika suaminya akan mengucapkan hal itu. Lalu Fatma memeluk suaminya dan spontan mengecup bibir Brian.
" Hmm! Aku harus sering-sering memberimu kejutan agar kamu seperti ini!" tutur Brian senang. Sedangkan Fatma tersipu malu dengan apa yang dilakukannya.
" Alhamdulillah! Kapan kita pergi?" tanya Fatma.
" Kapanpun kamu siap!" jawab Brian.
" Tapi aku tidak punya paspor!" kata Fatma.
" Aku akan suruh Danis!" jawab Brian.
" Trima kasih, Habib! Ini akan menjadi bulan madu paling indah dalam hidupku!" tutur Fatma.
" Sama-sama, Qolbi! Aku ingin kamu selalu bahagia dalam hidupmu!" jawab Brian mengecup kening dan bibir Fatma dengan lembut.