Sebenarnya, kau ini teman atau pasanganku?
~~~
Dirga datang ke rumahnya. Risya menelan ludahnya susah payah saat melihat laki-laki itu duduk di hadapan kedua orang tuanya dengan senyuman tanpa dosa terpatri di wajah.
Dirga memang mengatakan akan datang. Mengajaknya malam mingguan.
Namun laki-laki itu datangnya lebih cepat dari perkiraan. Dia sudah berada di depan rumah Risya saat Dirga tengah menghubunginya tadi.
Astaga! Dia benar-benar niat melakukannya!
"Nih Sya, kamu dicariin Nak Dirga mau diajak nonton sama jalan," kata Mamanya yang membuat Risya meneguk ludahnya lagi.
Rasanya sakit, nyelekit banget di hati. Pasti Mamanya mengira bahwa Dirga ini kekasihnya deh kalau begini? Padahal aslinya ... CUMA TEMEN.
"Iya Ma."
Risya hanya mendekat dan mengiyakan saja, mana mungkin dia berteriak lebay kayak biasanya kalau ada Papa dan Mama di hadapannya. Bisa digorok pakai gergaji, jika Risya benar-benar melakukan itu di hadapan mereka!
Dirga meliriknya, alisnya terangkat sebelah begitu melihat dandanan Risya yang ala kadarnya. "Nggak ganti baju dulu, Ris? Gue tungguin kok! Sambil ngobrol sama Papa Mama lo nggak masalah," jelasnya yang membuat Risya ingin sekali menimpuk kepala Dirga menggunakan vas bunga di pojokan ruangan sana.
"Ide bagus Dirga. Risya ganti baju dulu, Papa mau menginterogasi hubungan kalian berdua dari Nak Dirga!"
Dan Risya memelototkan matanya ketika mendengar kata-kata itu.
Dirga tertawa puas di dalam hati, ia sebenarnya hanya berniat menjahili, tapi entah mengapa ia merasa nyaman berada di antara dua orang tua di depannya ini.
Tadi, ia memang dalam perjalanan menuju kemari. Ia hanya berniat main saja tanpa ada niatan keluar untuk jalan. Toh malam minggu, bagi jones sekelas dia dan Risya pastinya hanya mrnghabiskan waktu di rumah saja.
Jadi nggak ada salahnya kan kalau Dirga mengunjungi sahabatnya sendiri?
Lalu entah mengapa ide jahilnya muncul saat ia sampai di halaman rumah Risya dan melihat kedua orang tua sahabatnya tanpa sengaja.
Ia langsung menghubungi Risya dan menghampiri dua orang tua itu setelah panggilan mereka berakhir.
Risya pergi dengan kaki yang menghentak-hentak kesal, sedang kini ... Dirga kembali menghadap dua orang yang terpenting di hidup sahabatnya.
Orang tua Risya.
"Jadi, kamu sama Risya punya hubungan apa?" tanya Mamanya Risya. Dirga tersenyum tipis.
"Hanya teman Tante, enggak lebih."
"Kalian yakin cuma temenan?" tanya Papa Risya dengan nada curiga.
"Iya cuma teman kan Risya naksir cowok lain, Om!"
"Kamu nggak naksir Risya, Dirga?"
Dirga tersenyum kecut. Naksir Risya? Yang benar saja?
Risya saja anaknya kayak gitu, masa iya Dirga bisa naksir sama dia?
Ia menggelengkan kepalanya. "Lebih baik berteman daripada usaha naksir-naksiran nggak jelas, Tan. Toh kami masih SMA, jalan hidup kami masih panjang daripada masalahin soal pacar-pacaran yang nggak ada kelarnya. Belum kalau taruhannya persahabatan kita sendiri, pastinya ... kami lebih milih jalan amannya saja."
Papa Risya tersenyum menyetujui ucapannya. "Kalau gitu, Om nitip buat jagain Risya ya!"
Dirga mengangguk-angguk. "Siap Om!"
Dan Risya muncul dengan wajah cemberut. "Ayo berangkat, jangan ngalus mulu lo sama Papa Mama gue," katanya yang membuat Dirga langsung tertawa.
"Risya! Jaga omongannya Sayang!" Mama Risya memrotesnya, tapi Risya kukuh menatap Dirga dengan pelototan matanya.
"Nggak papa Tan, kita udah biasa kayak gini. Kami pergi dulu, Om, Tante!" pamit Dirga dan meraih tangan Risya, lalu menarik gadis itu menjauh dari kedua orang tuanya.