~~~
Salahkah, bila ia mencampuri urusan Tuhan dalam menentukan jodoh seseorang?
~~~~
Dirga melihatnya. Matanya tidak buta. Dia bisa melihatnya. Bahkan, ia juga bisa merasakannya.
Jika Daffa suka sama Risya, tapi dia malu mengakuinya. Daffa tertarik pada gadis yang mulutnya nggak punya alat penyaringan dan hobinya bikin orang lain kesel. Daffa menyukainya.
Sorot mata laki-laki itu tidak bisa diremehkan. Dia memiliki pandangan dalam dan terluka di waktu bersamaan.
Apakah ia cemburu pada Dirga yang selama ini berada di dekat Risya?
Konyol jika memang iya.
Bukannya sudah jelas kalau Risya menyukai Daffa. Bahkan dari sorot mata keduanya, Dirga bisa melihat bahkan merasakannya.
Bagaimana dua kutub berlainan jenis itu saling tarik-menarik dan membuat gelombang di antara mereka.
Gelombang cinta.
Dirga tersenyum sinis. Matanya melihat Risya yang berjalan di depannya dengan langkah kaki bak anak SD mau pulang ke rumah setelah mendapat nilai seratus.
Agak melompat-lompat kecil dan membuat beberapa helai rambutnya berterbangan.
Dirga menghela napas. Mirip bocah, tapi kenapa pinter amat yah? batinnya sejenak, sebelum matanya menangkap sosok Daffa yang berjalan menuju parkiran dari arah yang berbeda.
"Woi Ngil!" panggilnya pada Risya yang langsung berhenti dan berbalik menghadapnya.
"Apa... apa?" tanyanya antusias. "Mau nganterin gue balik kan, lo setuju nganterin gue balik kan?"
Dirga mendelik. Enak saja nganterin dia balik. Dipikir rumah mereka searah apa gimana? Tetangga aja bukan, jauh malah rumahnya.
"Kagak. Dasar kepedean!" balasnya disertai makian.
"Terus?" tanya Risya kebingungan.
Lalu apalagi? Tadi kan dia minta ke Dirga buat di anterin pulang. Nah ini? Katanya bukan, tapi kenapa manggil-manggil?
"Lo jalan sendirian aja ya, gue ada perlu bentar!"
"Mau ngapain lo?" tanya Risya curiga. Tumben?
"Mau nyari kecengan sama temen, sana jalan duluan!"
Risya mendengus. Berjalan lagi dan meninggalkan Dirga yang menyeringai menatap kepergiannya. Sebelum laki-laki itu berbalik. Menuju arah di mana ia melihat Daffa tadi.
Dengan berlari, ia menuju lokasi laki-laki itu. "Fa!" panggilnya.
Daffa yang merasa dirinya dipanggil pun berhenti. Ia menoleh, melihat Dirga yang berlari cepat ke arahnya tanpa Risya yang mengikuti anak laki-laki itu.
Di mana Risya? Bukannya tadi mereka bersama saat jalan pulang?
Tanpa sadar kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mencari-cari keberadaan Risya yang tidak terlihat di manapun juga.
Di mana gadis itu berada?
"Yaelah, gue yang manggil eh dia malah nyariin yang lain?" sindir Dirga sewaktu ia sudah berdiri di hadapan Daffa.
Dirga masih mengatur deru napasnya saat Daffa membalas. "Gue hanya waspada aja, kali aja dia ngagetin gue kan lumayan bisa bikin masuk rumah sakit, Ga!"
"Ngaku aja deh, lo suka sama dia kan?" tandasnya tanpa basa-basi lagi. Bahkan meladeni basa-basi Daffa saja, ia tidak melakukannya.
Mata Daffa membelalak. "Ada-ada aja sih lo!"
Dirga bersidekap, matanya menatap Daffa penuh tantangan saat berkata, "Gue bantuin lo dapetin dia, itu pun kalau lo mau aja!"
"Maksud lo?" tanya Daffa kebingungan.
Dirga berdecak. "Ck, hanya orang bodoh yang nggak tahu lo juga suka sama Risya dan Risya suka sama lo!" ujarnya dengan nada mengejek.
Daffa mendengus. Sadar atau tidak Dirga juga baru menghinanya bodoh.
"Terus, lo mau bantuin gue dapetin dia? Lo yakin nggak bakal cemburu kalau Risya beneran jadian sama gue?"
"Yakin elah, ngapain cemburu sama lo!"
"Kali aja lo ada rasa sama dia, Ga? Friendzone nggak mengenal batasan umur, waktu, dan tempat. Friendzone bisa terjadi di mana-mana, tak terkecuali elo sama Risya."
"Cuih, lo pikir gue mau sama cewek kayak dia? Kayak nggak ada cewek lain yang ngantre buat jadi pacar gue aja!"
Daffa mengangkat bahunya tak acuh. Ia sudah tahu, bila Dirga banyak penggemarnya. Banyak juga yang nyatain perasaan ke cowok itu. Namun sampai detik ini, tak ada satu pun yang ia terima. Entah karena alasan apa? Dia tidak pernah menerima satu pun dari mereka.
"Oke, gue terima tawaran lo. Bantuin gue buat jadian sama Risya!"
Dan Dirga menyeringai menanggapi kata-kata dari seorang Daffa.