Wajah Luna memerah mendengar ucapan Damian yang secara terang-terangan memujinya di hadapan Alvaro dan David atasannya.
"Wah... hati-hati Luna. Sepertinya ada sesuatu di hati Damian saat ini." ucap David dengan sebuah senyuman menatap Luna dan Damian secara bergantian.
"Maafkan aku Pak David, aku rasa hal itu susah biasa terjadi pada semua orang. Baru bertemu, jatuh cinta pada pandangan pertama. Bukan begitu Luna?" ucap Damian menanggapi ucapan David dan tersenyum pada Luna.
Luna hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Pak David, sepertinya aku harus pulang sekarang. Hari ini aku sudah minta izin kerja setengah hari." ucap Alvaro tiba-tiba bangun dari duduknya.
"Kamu mau kemana Alvaro?! Kenapa harus kerja setengah hari? Bukankah saat ini ada Luna?" tanya David tak mengerti apa yang terjadi pada Alvaro.
"Alvaro sedang tidak enak badan Pak David, dia sudah meminta izin untuk pulang setengah hari ke bagian administrasi." sahut Damian mewakili Alvaro menjawab pertanyaan David.
"Oh begitu, kalau begitu istirahat saja di rumah dan jangan lupa pergi ke Dokter. Aku tahu kamu tidak akan pernah ke Dokter kalau tidak sakit parah." ucap David menatap penuh wajah Alvaro yang berdiri dengan wajah sedikit pucat.
Alvaro menganggukkan kepalanya kemudian keluar dari ruangan.
"Pak David, aku permisi sebentar." ucap Luna bangun dari duduknya berniat mengejar Alvaro.
"Ada apa dengan mereka berdua Pak?" tanya Damian merasa heran dengan ketegangan di wajah Alvaro dan Luna.
"Tidak ada apa-apa. Mungkin mereka berdua masih tenggelam dalam kesedihan kematian Zenita, karena mereka berdua sangat dekat dengan Zenita." ucap David tidak menceritakan tentang hubungan masa lalu Luna dan Alvaro pada Damian.
Damian menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan David.
Di luar kantor polisi Alvaro berjalan sedikit lemas sambil mengusap tengkuk lehernya yang semakin dingin.
"Alvaro!! tunggu!!" Panggil Luna berjalan cepat mendekati Alvaro.
Alvaro menghentikan langkahnya saat melihat Luna menghampirinya.
"Ada apa?" tanya Alvaro dengan wajah memerah karena demamnya mulai naik lagi.
"Apa kamu masih demam?" tanya Luna sambil menyentuh kening Alvaro.
"Tidak terlalu masuklah, ini hari pertama kamu kerja kan? kamu bisa kerja lebih dulu dengan Damian." ucap Alvaro dengan tatapan cemburu.
"Apa kamu cemburu?!" tanya Luna dengan kedua alis terangkat.
"Apa? cemburu? apa aku punya hak untuk cemburu?" ucap Alvaro seraya mengusap keningnya yang mengalir keringat dingin.
"Tidak juga." ucap Luna seraya menahan nafas terasa sakit di dalam dadanya.
"Aku pulang." ucap Alvaro dengan tubuh mulai lemas lagi berjalan sedikit terhuyung-huyung.
"Tunggu Alvaro! biar aku antar." ucap Luna berjalan di samping Alvaro.
"Tidak perlu, kamu masuklah. Kamu harus kerja kan?" ucap Alvaro mulai keras kepala.
"Tidak hari ini, aku kerja mulai besok dan kamu jangan keras kepala. Aku akan mengantarmu ke Dokter." ucap Luna menarik tangan Alvaro dan membawanya ke mobil.
Alvaro menekan pelipisnya saat melihat Luna membawanya ke mobilnya.
"Luna, tapi aku membawa mobil sendiri." ucap Alvaro saat Luna mendorongnya masuk ke dalam mobil.
"Biar Damian yang akan mengantar mobilmu ke rumah. Atau besok aku menjemputmu." ucap Luna seraya menutup mobil Alvaro.
Alvaro duduk dengan tatapan rumit, dia tidak mengerti apa yang ada di hati Luna. Apa cinta Luna masih ada untuknya.
"Luna, kenapa kamu melakukan hal ini? apa kamu yang kamu inginkan?" tanya Alvaro dengan perasaan semakin terluka.
Luna hanya menatap Alvaro sekilas tanpa menjawab pertanyaan Alvaro.
"Jangan lakukan hal ini lagi padaku Luna. Jangan sakiti aku lagi." Ucap Alvaro dengan suara penuh tekanan.
"Aku peduli padamu Alva, kamu saat ini sakit. Tidak ada lagi Zenita yang bisa menjaga dan merawat kamu. Kamu pasti merasa sedih dan kesepian kan?" tanya Luna di dengan tatapan dalam.
"Terima kasih kamu peduli padaku. Tapi aku baik-baik saja. Tidak ada Zenita aku memang kesepian dan merasa sedih tapi itu bukan urusan kamu." ucap Alvaro dengan hati semakin terluka.
Luna terdiam merasa terluka dengan ucapan Alvaro.
"Aku sangat peduli padamu karena aku masih mencemaskan kamu Alvaro?" ucap Luna dalam hati dengan menghela nafas panjang.
"Turunkan aku di sini. Aku bisa pergi ke Dokter naik taksi." ucap Alvaro dengan tatapan dingin.
"Tenanglah Alvaro, setelah aku mengantarmu ke Dokter dan mengantarmu ke rumah. Aku akan pergi." ucap Luna berusaha meredam rasa sedih di hatinya.
Mendengar ucapan Luna, Alvaro hanya bisa diam dan tidur daripada berdebat lagi dengan Luna.
Tiba di tempat Dokter Baskoro, teman mereka saat kuliah. Luna menghentikan mobilnya.
"Alva, bangun." Panggil Luna seraya meraba kening Alvaro memastikan demam Alvaro sudah turun ke atau belum.
Perlahan Alvaro membuka matanya dan melihat tangan Luna ada di keningnya.
Dengan gerakan pelan Alvaro menyingkirkan tangan Luna dari keningnya.
Luna menelan salivanya merasakan luka yang sangat dalam dengan penolakan Alvaro.
"Kita sudah sampai di tempat Baskoro, bangunlah." ucap Luna berusaha menenangkan perasaannya untuk tidak sedih lagi. Saat ini antara dia dan Alvaro tidak ada hubungan apa-apa selain hanya seorang teman.
Alvaro baru saja kehilangan calon istrinya, tidak pantas baginya untuk terlalu dekat dengan Alvaro yang bisa menimbulkan kecurigaan pemikiran orang-orang tentang dirinya dan Alvaro.
"Sebaiknya kamu kembali ke kantor, aku bisa naik taksi setelah dari rumah Baskoro." ucap Alvaro keras kepala.
"Kenapa kamu keras kepala Alva? saat ini kamu sedang sakit. Bagaimana aku bisa membiarkan kamu sendiri?" Ucap Luna menatap wajah Alvaro yang memerah.
"Aku hanya demam, aku tidak akan mati hanya karena demam. Kenapa kamu mencemaskan aku?! Aku bisa mengurus diriku sendiri!" Ucap Alvaro dengan nada keras.
Luna menelan salivanya, ingin sekali memeluk seorang Alvaro yang ada di depannya.
"Bagaimana aku tidak cemas dengan keadaanmu? aku merasakan sakit di saat kamu menderita Alva?!!" Ucap Luna dalam hati dengan berteriak keras.
Melihat Luna terdiam, Alvaro keluar dari mobil dengan perasaan kecewa. Baru saja kakinya menginjak tanah tubuhnya sedikit sempoyongan. Dengan tubuh lemas Alvaro berpegangan pada kaca spion mobil.
"Kenapa kamu keras kepala sekali Alva." ucap Luna sambil menahan nafas mendekati Alvaro dan memapah Alvaro yang terlihat lemas.
"Lepaskan aku. Aku bisa berjalan sendiri." ucap Alvaro berusaha melepas pelukan Luna namun entah kenapa tenaganya tidak ada kemampuan untuk melepaskan diri. Tubuhnya sudah sangat lemas dan kedua kakinya sudah tak mampu untuk berdiri.
"Kamu sakit Alva, kamu demam tinggi. Kamu harus banyak istirahat." ucap Luna tidak mempedulikan ucap Alvaro yang beberapa kali menolak bantuannya.
"Aku tidak sakit, aku hanya terluka. Aku sangat kecewa padamu Luna, sangat kecewa. Kamu telah melukai hatiku." ucap Alvaro setengah sadar menyandarkan kepalanya pada bahu Luna.
Luna memejamkan matanya berusaha untuk menahan perasaannya yang juga terluka.
Dengan mengeluarkan tenaga ekstra, Luna memapah Alvaro masuk ke dalam rumah praktek Baskoro.