Luna memejamkan matanya berusaha untuk menahan perasaannya yang juga terluka.
Dengan mengeluarkan tenaga ekstra, Luna memapah Alvaro masuk ke dalam rumah praktek Baskoro.
"Luna, Alvaro?!" tanya Baskoro dengan wajah terkejut langsung berdiri membantu Luna yang sedang memapah Alvaro.
"Kamu datang kapan Luna? dan kenapa dengan Alvaro?" tanya Baskoro pada Luna sambil membaringkan Alvaro di tempat tidur pasien.
"Aku datang kemarin lusa, saat menerima kabar kematian Zenita dan sekarang aku bekerja kembali di kepolisian kota." ucap Luna dengan pandangan tak lepas dari wajah Alvaro yang pucat.
"Apa yang kamu katakan Luna?!! Zenita meninggal?? kenapa?? apa dia sakit atau kecelakaan atau apa?? beberapa hari yang lalu sebelum aku berangkat tugas keluar kota aku sempat bertemu dengan Zenita dan dia tampak bahagia karena akan menikah dengan Alvaro." ucap Baskoro cukup mengenal Zenita dengan baik.
"Nanti aku akan menceritakannya padamu. Sekarang aku minta tolong padamu untuk segera memeriksa Alva. Sepertinya sakitnya tidak wajar, bukan demam biasa." ucap Luna merasa cemas dengan keadaan Alvaro.
"Baiklah, aku akan memeriksanya." ucap Baskoro dengan segera memeriksa keadaan Alvaro dengan serius.
Setelah beberapa menit memeriksa keadaan Alvaro, Baskoro memberikan suntikan untuk menurunkan demam tinggi Alvaro.
"Sepertinya Alvaro sakit tipus, demamnya sudah berapa hari?" tanya Baskoro dengan wajah serius.
"Yang aku tahu, sudah tiga hari ini." ucap Luna dengan wajah serius.
"Untuk orang yang sakit tipus memang demam tidak bisa hilang sekaligus. Bisa terjadi demam tinggi lagi setelah demamnya turun." ucap Baskoro sambil menulis resep obat untuk Alvaro.
"Alvaro harus banyak istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran. Dia harus membangun imunnya agar cepat sembuh." ucap Baskoro sambil memberikan resep obat pada Luna.
Luna menganggukkan kepalanya mengerti apa yang harus dia lakukan untuk menyembuhkan Alvaro.
"Sambil menunggu Alvaro bangun, kamu bisa menceritakan bagaimana Zenita bisa meninggal? Kamu dan Alvaro pasti sangat kehilangan Zenita. Sungguh aku tidak percaya kalau Zenita sudah tidak ada." ucap Baskoro dengan wajah serius ikut merasa kehilangan Zenita.
"Aku juga tidak percaya Bas, sampai hari ini aku masih tidak percaya kalau Zenita telah pergi." ucap Luna kembali sedih setiap mengingat kematian Zenita.
"Apa Zenita mengalami sakit atau kecelakaan yang menyebabkan dia meninggal?" tanya Baskoro dengan perasaan masih tak percaya.
Luna menghela nafas panjang menatap Baskoro.
"Zenita meninggal karena di bunuh orang. Tapi pembunuh itu sangat pintar membuat rekayasa kalau Zenita meninggal karena bunuh diri." ucap Luna dengan kedua matanya berkaca-kaca menceritakan semuanya pada Baskoro.
Baskoro terdiam dengan kedua tangannya terkepal setelah mendengar semua cerita Luna.
"Aku tidak percaya ini, Kenapa ada orang yang begitu kejam pada Zenita yang begitu lembut dan baik hati." Ucap Baskoro dengan perasaan sedih.
"Pembunuh itu bukan kejam saja Bas, tapi sudah berjiwa psikopat." ucap Luna dengan tatapan mata penuh dendam.
"Lalu apa kalian sudah menemukan pembunuhnya?" tanya Baskoro dengan tatapan penuh.
Luna menggelengkan kepalanya.
"Kita masih belum menemukan pasti pembunuhnya, karena pembunuh yang kita awasi ada kaitannya dengan kematian Pak Rendra yang juga diperkirakan telah dibunuh bukan karena bunuh diri." ucap Luna dengan perasaan sedih.
"Semoga kalian berdua bisa mencari pembunuh itu. Kalau kalian membutuhkan bantuanku aku pasti akan membantu kalian." ucap Baskoro dengan sungguh-sungguh.
"Terima kasih Bas." ucap Luna seraya bangun dari duduknya saat melihat Alvaro terbangun.
"Sama-sama Lun, aku senang akhirnya kamu kembali pulang." ucap Baskoro ikut bangun dan mendekati Alvaro.
"Bagaimana Al? apa kamu masih merasa pusing?" tanya Baskoro pada Alvaro sambil memeriksa denyut nadi Alvaro.
Alvaro memegang kepalanya, sedikit pusing sambil menatap Baskoro dan Luna secara bergantian.
"Apa aku pingsan?" tanya Alvaro berusaha turun dari tempat tidur namun tubuhnya masih terasa lemas.
"Benar Al, kamu demam dan pingsan. Menurut hasil pemeriksaan Baskoro kamu sakit tipus untuk itu kamu harus istirahat beberapa hari." ucap Luna memberikan penjelasan pada Alvaro kalau sakitnya bukan hanya karena demam biasa.
Alvaro mengapa ke arah Baskoro setelah mendengar penjelasan Luna.
"Benarkah itu Bas?" tanya Alvaro dengan tatapan tak percaya kalau dia bisa sakit tipus.
"Apa yang di katakan Luna benar Al, dan kamu jangan anggap aku bercanda dengan hasil pemeriksaan itu. Kamu harus benar-benar istirahat, kalau kamu terus memaksakan diri kamu akan mudah pingsan." ucap Baskoro dengan wajah serius.
Alvaro terdiam, masih tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.
"Sudahlah Alvaro, kamu adalah manusia. Sekuat apapun kamu, kamu adalah manusia. Namanya manusia pasti bisa sakit juga." Ucap Luna seraya meraba kening Alvaro.
"Bas, kenapa demam Alvaro masih tinggi?" Tanya Luna dengan kening berkerut saat meraba kening Alvaro yang masih demam tinggi.
"Itulah Luna, Alvaro harus istirahat total. baik tubuhnya juga pikirannya. Kalau tidak hal itu akan memperparah sakitnya." ucap Baskoro dengan wajah serius.
Alvaro sedikit memikirkan apa yang di katakan Baskoro.
"Baiklah, aku akan istirahat beberapa hari. Tolong berikan aku resep obat yang paling bagus untuk mempercepat kesembuhanku." ucap Alvaro akhirnya mengalah untuk segera istirahat demi kesembuhannya.
Luna mengambil nafas lega setelah mengetahui Alvaro mau untuk beristirahat.
"Kamu jangan kuatir, aku sudah membuatkan resep obat yang bagus untukmu. Aku sudah memberikannya ke Luna." Ucap Baskoro sangat mengerti kenapa Alvaro tidak peduli dengan kesehatannya.
"Alvaro, sebaiknya kita pulang sekarang. Kamu harus cepat istirahat di rumah." Ucap Luna sambil membantu Alvaro untuk berjalan ke mobil.
Alvaro tidak bisa lagi menolak bantuan Luna, pada kenyataannya tubuhnya masih lemas.
"Kalau kamu masih merasa lemas, puding dan mual kamu bisa menghubungiku. Aku akan memeriksamu lagi." ucap Baskoro setelah Alvaro masuk ke dalam mobil.
Alvaro menganggukkan kepalanya sambil duduk bersandar.
"Oke Bas, kita pulang dulu." ucap Luna pada Baskoro kemudian menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumah Baskoro.
Tanpa ada pembicaraan, Luna menjalankan mobilnya dengan pelan ke arah Apartemen Alvaro.
Tiba di Apartemen Alvaro, Luna membantu Alvaro keluar dari mobil dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Apa kamu ingin berbaring di tempat tidur Al?" tanya Luna masih memapah Alvaro dan berhenti di ruang tengah.
"Bawa aku kamar saja, aku mau tidur." ucap Alvaro tidak bisa berkata apa-apa saat Luna sudah bersamanya di dalam Apartemennya.
Kenangan manis bersama Luna mulai berputar kembali dalam ingatannya. Dan itu membuat hatinya terluka kembali.
Luna menganggukkan kepalanya membawa Alvaro masuk ke dalam kamar dan membantu Alvaro berbaring.
Tanpa bicara, Luna melepas sepatu Alvaro dan mengambil kaos putih bersih dari almari tanpa merasa canggung lagi.
"Gantilah pakaianmu dengan kaos ini, setelah itu kamu bisa istirahat. Aku akan pulang sekarang." Ucap Luna seraya meletakkan kaos bersih di samping Alvaro, kemudian berjalan ke arah pintu.
"Jangan pergi Luna." ucap Alvaro dengan suara parau.