Serasa ribuan belati yg menusuk hatinya, Fauziah sejenak terdiam dalam tatapan kosong.
Semakin membingungkan apa yg takdir inginkan sebenarnya?
"Kenapa sayang? Apa yg sedang kamu pikirkan? Hm"tiba2 Bani datang dg sebuah payung mengagetkan Fauziah yg sedang melamun di Halte di antara terpaan Hujan yg turun menyapa Fana dg derasnya.
"Eh, kak, kok kamu tau aku ada disini?"
"Ya tau lah, hati dan cintaku yg menuntunnya"jawab Bani dg senyuman menggelikan.
"Lebay..."Ziah sedikit tertawa, sejenak beban yg di sandang nya saat ini berkurang.
"Ayo kakak antar pulang "
"Baiklah kak"Fauziah tidak membantah sama sekali dg pasrah dia mengikuti Bani dan membalas gandengannya.
Hari ini kebetulan gadis itu tidak membawa motor krna motornya sedang di service, sebenarnya dia ingin pulang naik Busway.
Tapi karna membaca pesan dari Ariska membuat Ziah berada dalam dilema besar hingga melamun tak tentu arah di halte tsb.
"Ayo sayang, senyum"bujuk Bani karna melihat Fauziah begitu murung duduk di sampingnya saat ini.
Bani bukannya tidak mau tau Fauziah sedang dalam masalah hanya saja saat ini bani sendiri sedang berkecamuk dg dirinya sendiri.
Mengingat dokter Nira yg akan segera sampai di tempat cinta pertama kekasih nya, dia juga dilema dan merasakan kegalauan besar dan juga harus siap kalau sewaktu waktu Fauziah pergi meninggalkannya.
"Aku gak pa pa, kak, jangan khawatir ya, Ziah hanya capek, hari ini kerjaan menumpuk di tambah lagi manager Ziah cuti "ucap Ziah pelan.
"Siapa yg bilang kamu kenapa?"Bani mengerinyit.
"Ziah tau kakak sedang mengkhawatirkan Ziah kan? Karna Ziah diam dan gak banyak bicara seperti biasanya?"
"Hehe iya sayang"Bani tergelak kecil.
Ziah memeluk kekasihnya itu mencari ketenangan lewat pelukannya dan memastikan kalau hanya Bani lah tempat yg bisa membuatnya nyaman.
Meski pelukan itu tak di balas oleh Bani karna saati ini dia sedang mengendarai mobilnya, Bani mencoba tersenyum sebisa mungkin menghilangkan rasa takut dan menyembunyikannya dari sang kekasih.
"Aku tau sayang, mungkin ini bisa jadi saat saat terakhir kita, sebelum kamu kembali kepada laki2 itu, dia cinta pertamamu, meskipun aku yakin kamu mencintaiku dan kamu telah membuktikannya, tetap saja dia dan kamu saling membutuhkan, tidak menutup kemungkinan kamu lah penyembuh dari sakit yg di derita laki2 itu, dan saat itu datang demi kebahagiaan kamu aku rela, aku harus ikhlas, cinta sejati tau kemana arah nya untuk kembali, ya Allah kuatkan aku"rintihan batin Bani yg kini sedang mengusap lembut rambut Fauziah dg tangan kirinya dan menciumi puncuk kepala gadis itu.
**
Dokter Nira melangkah dg pasti turun dari mobil Farel.
"Terimakasih ya Farel, sampai jumpa lagi"ucap dokter Nira kepada Farel yg kini telah turun dari kendaraan tsb.
"Sama2 dokter, kalau gitu saya pamit ya dok, sukses untuk dokter, semoga pasiennya segera sembuh"jawab Farel seraya tersenyum, dokter Nira membalasnya dan mengangguk lalu melambaikan tangannya.
Mobil Farel melaju dg kecepatan tinggi meninggalkan dokter Nira yg kini menatap rumah besar yg berada tepat di hadapannya.
Farel sepertinya mengenal tuan tanah hanya saja tidak tau menau tentang putra tuan tanah itu, dokter Nira juga memiliki alasan yg kuat untuk membuat Farel percaya padanya dan menutupi tentang Bani dan Fauziah atas permintaan Bani sendiri tentunya.
"Bismillahirrahmanirrahim"ucap dokter Nira lalu melangkah dg penuh keberanian dan senyuman yg terukir indah di wajah nya.
"Assalamualaikum "dokter Nira mengucapkan salam di depan pintu rumah besar itu dan mengetuknya.
"Waalaikumsalam"jawab Kencana, seraya membukakan pintu rumah besar itu, Kencana seperti hilang semangat wajahnya tampak memucat dan lusuh, entah kapan gadis manis itu akan kembali kerumah nya sendiri selama Al sakit dia bahkan seperti menantu Miranti dan istri Al saja yg mengurus segalanya.
Begitulah cinta seorang Kencana yg besar sayang Al mengabaikan itu semua.
"Saya seorang dokter, apa boleh saya masuk dulu"jawab dokter Nira pelan dan senyum yg melengkung indah.
"Oh iya, silahkan masuk dulu dokter, maaf"jawab Kencana sedikit sungkan, dokter Nira beranjak masuk kerumah besar itu, terlihat hanya keluarga tuan tanah saja yg ada di dalam rumah itu saat ini karna para warga yg biasa menjenguk telah kembali kerumah mereka masing2.
Miranti duduk terpaku tanpa peduli siapa yg datang kerumahnya, matanya bahkan sudah sembab akibat menangis.
"Tante Miranti, lihat, ada seorang dokter berkunjung kesini, tante sapa ya dokternya"bujuk Kencana berusaha menyemangati Miranti, dokter Nira menghampiri Miranti dg rasa prihatin melihat wanita paruh baya itu seperti begitu putus asa.
"Maaf buk, perkenalkan saya dokter Nira, saya di utus warga sebelah untuk memeriksa kondisi putra ibu, apa kah di perboleh kan?"Ucap dokter Nira pelan, Miranti pun menatapnya dg tajam lalu menangis di hadapan dokter Nira.
"Tolong dokter sembuhkan putra saya, kami sudah putus asa, dokter2 disini bahkan angkat tangan akan kondisinya, tolong saya dokter hikhik.."Rintih Miranti yg terisak Isak menggenggam tangan dokter Nira dan memohon kepadanya.
"Ya pasti buk, saya akan berusaha sebisa saya"dokter Nira berusaha menenangkan Miranti dan menepuk pelan punggung Miranti.
"Silahkan dokter, saya antarkan ke ruangan nya Al"ucap Kencana, dokter Nira mengangguk dan melangkah menuju kamar Al dan miranti mengikutinya dari belakang.
Hati dokter Nira seakan teriris merasa kasihan melihat kondisi laki2 itu yg sudah begitu buruk hingga tidak ada pergerakkan sama sekali di tubuhnya.
Hanya selang infus yg membuatnya bertahan selama ini, dg langkah yg sigap dokter Nira mengeluarkan peralatan tempur yg di bawanya dan memeriksa Al secara saksama.
Miranti dan Kencana kembali berurai air mata, dokter Nira menghembuskan nafas nya dg kasar setelah memberikan obat melalui infus yg terpasang di tangan pemuda tersebut.
"Boleh tau buk, sejak kapan dia seperti ini?"dokter Nira menatap Miranti dg lekat.
"Sudah beberapa bulan ini dokter, saya bahkan hampir frustasi dg ini semua"lirih Miranti dg wajah nya yg sendu penuh airmata, dokter Nira mengangguk paham.
"Maaf boleh tinggalkan kami berdua"pinta dokter Nira kemudian, Kencana dan Miranti pun pergi meninggalkan Al dak dokter Nira di ruangan tsb.
"Hai Al, saya dokter Nira, apa kamu tidak ingin mengetahui siapa saya sebenarnya, kenapa saya bisa ada disini?"dokter Nira berusaha mengajak Al bicara, Al hanya diam membisu dg wajah pucat dan kurus lingkaran hitam di mata nya menjadi saksi bisu derita yg ia alami selama ini.
"Saya sudah memberikan kamu obat, tapi mungkin hanya bisa berfungsi pada fisik kamu, jika hati dan fikiran kamu tidak ingin sembuh maka tidak akan sembuh"dokter Nira berusaha menguatkan Al yg kaku dan beku layaknya es batu itu.
"Apa kamu tau seseorang yg sangat berharga ada di balik ini semua, saya tidak memujinya hanya saja tindakan nya ini membuat saya tersentuh, dia mengirimkan saya kesini untuk menyembuhkan kamu,Al jika cinta yg membuat seseorang bahagia, maka cinta juga membuat seseorang menderita, cinta membuat seseorang belajar ikhlas bukan memaksakan kehendak, saya tau kamu kenapa, saya tau apa yg membuat kamu seperti ini tapi Al jika kamu tidak membicarakannya dg saya bagaimana saya bisa menolong kamu, kuat kan hati dan juga fikiran kamu, bangkit, kejar apa yg ingin kamu raih, kalau kamu seperti ini sama saja dg menyerah dan ini tidak akan menyelesaikan masalah yg kamu hadapi"dokter Nira sudah memberikan Motivasi dan arahan tapi Al tetap diam dg tatapan satu titik.
Dokter Nira akhirnya meraih tangan Al menggenggam nya erat dan mendekatkan wajah nya ke arah pria tsb.
"Apa kamu tidak ingin memperjuangkan Fauziah kembali"lirih dokter Nira kemudian, seketika Al menunjukkan perubahan mendengar hal itu bola mata itu bergerak ke arah dokter Nira, dokter Nira pun tersenyum.
"Iya Al, Fauziah bersama saya dan dia sangat menginginkan kamu untuk sembuh, saya ada disini karna Fauziah, Fauziah Arzanetta kekasih kamu, apa kamu masih mengingatnya?"Dokter Nira kembali membujuk Al karna tidak ada cara lain baginya selain mengatakan hal demikian karna Al sangat keras.
Terpaksa dokter Nira membuat kata2 demikian demi membangkit kan Al kembali dari keterpurukannya.
Mulut Al seperti ingin bergerak mengatakan sesuatu dia mulai bereaksi dokter Nira sedikit bernafas lega melihat perubahan Al saat dia berkata demikian.
"Maaf Bani, dia benar2 membutuhkan calon istri kamu, saya harus melakukan ini, tidak ada cara lain lagi kondisinya semakin parah dia bisa kehilangan nyawanya kalau di biarkan begitu saja"batin sang dokter.