Chapter 13 - Part 9

21.00, malam hari.

Beberapa jam berlalu sejak pertempuran itu berakhir. Zen dan Ikki tetap terlihat khawatir bahkan setelah mereka berhasil kembali dengan selamat. Tentu saja ada alasan untuk itu, ada alasan kenapa mereka memacu otaknya untuk berpikir dengan keras atau menggigit kukunya dengan kesal atau terus berdiri, berjalan ke sana sini dan kembali duduk hanya untuk berdiri lagi untuk kesekian kalinya.

*duk

*duk

Pintu persegi panjang yang memisahkan kamar mereka dan lorong diketuk, seseorang berdiri di balik pintu sampai Ikki membuka pintunya setelah itu.

"kalian tidak datang saat makan malam, jadi aku repot-repot membawakan ini."

Sambil berkata seperti itu, Edea meletakkan nampan besi di atas meja.

"bagaimana bisa kami datang untuk makan." Zen berkata dengan nada kesal.

"kau tidak mengerti juga? bagaimana bisa kami makan saat teman kami tidak sadarkan diri seperti yang sedang kau lihat dengan kedua matamu sekarang!"

"Dia pantas menerimanya. Kau melihat sendiri saat elemental itu menyebabkan kita semua berada dalam bahaya. Bagaimanapun juga aku tidak akan menyalahkan orang lain selain enfinity yang sedang tidur itu."

"hei, biarkan aku memukulmu sekali! minggir dari sana Ikki."

"tenanglah, Zen! Ini bukan saatnya untuk bertengkar. Fylia juga... Fylia juga tidak ingin kita bertengkar seperti ini." Ikki memandang ke bawah selagi giginya menggertak dan menggigit bibirnya hingga berdarah.

Melihat Ikki yang sampai seperti itu, Zen menahan semua amarah dalam dirinya dan menyisakan semua itu dalam pandangan mata yang begitu kejamnya dipenuhi kebencian saat dia memandang ke arah Edea.

"kau benar... maafkan aku."

Zen meminta maaf karena tindakannya. Seraphim adalah makhluk yang lemah, memukul mereka sama saja dengan penindasan satu sisi.

"lebih baik kau belajar memperbaiki kelakukanmu, serigala. Apa yang kaulakukan di aula itu seharusnya sudah lebih dari cukup untuk membunuhmu, berterimakasihlah pada kebaikhatian yang mulia karena membiarkanmu tetap hidup."

"Edea, aku tidak ingin mengatakan ini; tapi caramu memanggil temanku seperti itu sudah sangat menggangguku. Bisakah kau hentikan itu mulai dari sekarang?" Ikki bertanya dengan nada datar dan tatapan mata yang dingin. Tidak hanya karena dia memperlakukan Fylia dengan buruk tapi juga dengan tidak bersalah memanggil Zen seakan dia adalah binatang tak beradab. Ikki bersusah payah menahan perasaan ingin meledak terbakar amarah itu hanya agar keadaan tidak menjadi lebih buruk saat Fylia sudah kembali siuman.

Akan tetapi, Edea bahkan tidak sedikitpun merasa terganggu atas permintaan Ikki, dia bahkan tidak mempedulikan itu sama sekali.

"aku tidak berkewajiban menuruti permintaanmu. Tak ada satupun alasan bagiku untuk melakukan itu..... aku sudah menunjukkan jalannya hari ini. kalian tidak sebodoh itu sampai harus melupakan jalan yang semudah itu. Cukup kalahkan naga perak itu dan pergilah dari dunia ini. Aku bahkan tidak ingin melihat wajah kalian."

!!!! Hampir saja Zen dan Ikki akan tertelan kembali kemarahannya. Namun nama Fylia yang tiba-tiba muncul di pikiran mereka meredakan seluruh perasaan itu dalam sekejap.

Teman—mungkin.

Pertemuan singkat mereka menyebabkan semua perasaan 'pertemanan' tercipta dalam diri dan hati mereka. Makan malam bersama dan tidur bersama di Elfteria, pergi ke dunia lain dan menjadi satu-satu enfinity yang hidup di dunia lain itu; apa yang telah mereka lalui dalam waktu yang singkat ini adalah kenangan yang berharga bagi masing-masing diri mereka, bahkan lebih berharga dari senjata pembunuh dewa bernama 'seraphim' itu sendiri. Karena itulah tidak mungkin mereka tidak marah saat teman yang berharga bagi mereka diperlakukan dengan buruk tepat di hadapan mereka. Tapi karena itu jugalah mereka berhasil menahan semua perasaan amarah untuk seorang teman yang sedang terbaring lemah di atas tempat tidurnya.

"Tanpa kau suruhpun aku juga akan segera pergi dari sini, itu satu-satunya alasanku menyelamatkan dunia kalian. Aku tidak melakukannya untuk seraphim melainkan untuk diriku sendiri."

"aku juga, ada sebuah janji yang harus kutepati di dunia itu. Tidak ada pilihan lagi, kami harus melakukannya meskipun kalian tidak akan membantu ataupun berterimakasih."

Saat ini, Ikki membohongi dirinya sendiri. Bahkan setelah dia meletakkan janjinya dengan Lyria di atas segalanya, keinginan untuk menyelamatkan Tenebris dan para seraphim tidak akan begitu saja menghilang.

"kuharap kalian bisa secepatnya melakukan itu. Lagipula ini adalah salah enfinity dunia kami jadi seperti ini."

Sekali lagi, hanya karena kami adalah enfinity.... Hanya karena kami adalah enfinity, tak ada tempat bagi kami di dunia ini. Hanya karena kami adalah enfinity, semua orang di sini memusuhi kami. Hanya karena kami adalah enfinity, kalian tidak bersimpati saat Fylia berada dalam kesulitan.... dunia busuk seperti ini.... Ikki merasakan kekesalan lain dalam pikirannya. Meski begitu... aku tetap ingin menyelamatkannya.

"Edea, jadi kamu ada di sini. Tuan Ikki dan Zen juga, aku punya berita buruk yang harus kuberitahu pada kalian."

Seseorang yang baru saja datang dengan pakaian bangsawan kelas atas— tidak, bahkan jauh dari itu, adalah Ethena.

"ya, yang mulia. Saya siap mendengarkan."

"apapun itu, suasana hatiku sedang buruk. Tolong jangan membuatnya jadi lebih buruk."

Ethena menatap tajam Zen yang mengatakan sesuatu secara tidak sopan. Meski begitu Zen tidak terpengaruh oleh tatapan gadis yang kelihatan berada di bawah umurnya, mata mengantuknya tetap saja mengantuk.

"Zen benar. Tapi apapun itu, katakan saja tanpa ada yang ditutupi."

"saya mengerti. Saya akan langsung ke intinya karena ini adalah keadaan darurat. Kota di dekat Aragorn diserang 2 jam yang lalu, semua orang berada di tempat pengungsian sekarang."

" "...!!" "

Ikki dan Edea tercengang setelah mendengar itu. Zen juga terkejut dengan kabar yang tidak ia duga, tapi berhasil menutupi rasa terkejutnya dengan mata yang mengantuk.

Berita buruk, kabar yang tidak mereka duga. Nah, apa yang harus mereka lakukan setelah ini?