Setelah pamannya meninggal, tidak ada alasan lagi bagi Ayu untuk tinggal disana sehingga ia berencana ingin pulang ke rumah lamanya di Ibu Kota, ia merasa sudah bisa menjaga diri dan sudah cukup akan perilaku sepupu dan bibinya terhadapnya selama ini. Namun rencananya gagal karena ternyata saat pembacaan surat wasiat oleh pengacara, bibinyalah yang menjadi orang tua asuhnya sehingga Ayu wajib tinggal bersama bibinya hingga Ayu lulus SMA.
Sesaat sebelum dibacakannya surat wasiat, Ayu menyampaikan keinginannya kepada pengacara "Pak Pengacara, sudah lama Ayu meninggalkan rumah dan ingin kembali kesana untuk merawat peninggalan Ayah dan Ibu. Aku tidak ingin membebani Bibi dengan Ayu tinggal disini. Aku sudah besar dan bisa menjaga diri, jadi bolehkah Ayu kembali ke rumah?" Namun ternyata pengacara menjawab "Saya mengerti maksud hati nona Ayu, namun almarhum berkehendak lain. Mari kita berkumpul dan membaca surat wasiat almarhum".
Kemudian pengacarapun membacakan surat wasiat pamannya " Surat Wasiat. Saya yang bertanda tangan di bawah ini, nama Agus Suryanto, tempat tanggal lahir 14 Mei 1967, pekerjaan pengacara, alamat Baranangsiang 2, jalan mutiara no 9 Bogor Timur, dengan ini saya mengatakan bahwa saya memberikan atau mengangkat istri dan anak sepupu keponakan saya sebagai ahli waris yang bernama: Lusi Susanti status istri pekerjaan Ibu Rumah Tangga, Zainal Suryanto status anak kandung pekerjaan pelajar, Liza Suryanto status anak kandung pekerjaan pelajar, dan Eneng Ayu Duschenka status keponakan pekerjaan pelajar. Sebagai ahli waris saya yang sah untuk pengangkatan waris beberapa berikut: rumah di Baranangsiang 2 jl mutiara no 9 Bogor Timur, mobil merk Merci, mobil merk Honda CRV, motor Honda beat, dan uang Rp 3.850.000.000, serta semua aset milik almarhum Hendra Suryanto yang perinciannya ada di surat wasiat ke dua yang selanjutnya akan dibacakan oleh pengacara. Harta yang disebutkan diatas tidak dalam sengketa hukum atau tidak bersangkutan dengan hutang dimanapun dan juga tidak dalam sitaan pihak tertentu. Sehingga jika kelak ada kekeliruan maka surat ini dapat dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan diatas, adapun beberapa ketentuan akan saya berlakukan terhadap pembagian hak waris kepada ahli waris yang saya tunjuk sebagai berikut:
1. Rumah yang berlokasi di Baranangsiang 2 Jl Mutiara no 9 Bogor Timur, akan saya angkat waris menjadi milik Lusi Susanti. Beberapa surat terkait rumah tersebut sudah dipercayakan kepada Notaris. Ahli waris juga mendapat uang 1/3 dari uang sejumlah Rp 3.850.000.000 dan kepemilikan mobil Merci warna hitam. Lusi Susanti juga saya angkat sebagai orang tua asuh kepada Eneng Ayu Duschenka, maka pihak yang ditunjuk wajib mengasuh dan mendidik Eneng Ayu Duschenka hingga berusia 21 tahun".
2. 1/3 dari uang sejumlah Rp 3.850.000.000 dan mobil CRV warna putih akan saya serahkan kepada Zainal Suryanto. Urusan pemindahan nama BPKB dan STNK diserahkan kepada Notaris.
3. 1/3 dari uang sejumlah Rp 3.850.000.000, akan saya bagi rata kepada Liza Suryanto dan Eneng Ayu Duschenka. Kepemilikan kendaraan bermotor roda 2 merk Honda Beat akan diserahkan kepada Liza Suryanto dan urusan pemindahan nama BPKB dan STNk diserahkan kepada Notaris.
4. Semua aset milik almarhum Hendra Suryanto diberikan kepada ahli waris bernama Eneng Ayu Duschenka pada saat usia 21 tahun. Namun sementara aset tersebut akan di wakilkan penguasaannya kepada Lusi Susanti untuk memberikan pendidikan atau biaya pernikahan kepada Eneng Ayu Duschenka hingga pihak bersangkutan berusia 21 tahun.
Demikianlah surat pernyataan Wasiat waris saya buat, dengan di saksikan oleh saksi pengacara dan notaris yang saya percaya.
Yang Berwasiat Agus Suryanto".
Kemudian pembacaan surat wasiat kedua dilanjutkan oleh pengacara yang dibuat oleh pamannya sebagai orang tua asuh Ayu yang sementara memegang kepemilikan harta almarhum saudaranya yang dahulu belum sempat membuat surat wasiat yang intinya menyerahkan seluruh kepemilikan aset saudaranya kepada pewaris yaitu Eneng Ayu Duschenka. Pengelolaan sementara aset dilimpahkan kepada walinya yang kedua yaitu Lusi Susanti dipergunakan untuk keperluan ahli waris hingga berusia 21 tahun.
"Demikian isi kedua surat wasiat yang dibuat oleh almarhum, adakah ahli waris yang berkeberatan dengan pernyataan tersebut? Dan apakah ada pertanyaan yang kurang jelas mengenai hal tersebut? Silahkan berkonsultasi dengan saya sebagai pengacara dan notaris sebagai pihak yang diberi kewenangan mengurusi perihal surat wasiat almarhum", ucap sang pengacara.
Selama pembacaan surat wasiat, bibinya yang menangis tersedu-sedu sambil mendengar pembacaan surat wasiat dengan penuh perhatian, akhirnya berkomentar setelah pembacaan surat warisan selesai. "Aku tidak keberatan dan merasa bahwa surat wasiat dari mendiang suamiku sudah seadil-adilnya. Aku juga akan menjalankan amanah almarhum untuk merawat dan mendidik Ayu hingga kuliah dan menikahkannya menurut pilihannya. Ayu kan bagian dari keluarga kami, sudah aku anggap sebagai anak sendiri. Iya kan Ayu?".
Ayu merasa dunianya hancur karena tidak dapat segera pergi meninggalkan bibinya, ia melamun membayangkan bagaimana nasibnya nanti. Waktu pamannya masih hidup saja, perilaku bibi dan sepupunya sudah begitu, bagaimana nanti setelah pamannya tiada? Pasti akan menjadi-jadi. Mungkin kisah hidupnya akan seperti Cinderella.
Tiba-tiba perut Ayu disikut oleh Liza, "Aw sakit" keluh Ayu. "Makanya jangan ngelamun aja. Mamah nanya tuh" sewot Liza. "Iya, ada apa Bi?" ujar Ayu. "Ayu betah kan disini? Bibi kan sayang sama Ayu seperti anak sendiri, pasti bibi akan merawat dan mendidik Ayu jadi orang yang sukses. Jadi Ayu tidak keberatan kan tinggal bersama kami?" ucap bibinya. Ayu menjawab "Eh iya bi, Ayu betah. Tapi..". Bibinya berkata "Tapi kenapa? Ko ada tapi-tapinya sih. Kalau Ayu tidak betah tinggal dirumah ini yang ukurannya memang kecil dibandingkan dengan rumah Ayu, pasti selama ini merasa tersiksa ya? Maklumlah rumah ini dibandingkan dengan rumah Ayu, bagaikan gubuk dengan istana. Pastilah tidak betah. Sebenarnya Bibi tidak keberatan Ayu pulang. Tapi kan didalam surat wasiat berisi bahwa Ayu harus tinggal bersama kami. Jadi supaya Ayu bisa pulang kerumahnya, kami pun jadi ikut tinggal disana sampai masa usia Ayu 21 tahun. Jadi bagaimana pengacara? Bisa kan hal ini dilakukan?".
Mendengar hal tersebut, pengacara berkomentar "Boleh, hal ini tidak menentang isi surat wasiat asalkan ahli waris bersedia. Jadi bagaimana nona Ayu?". Dengan berat hati Ayu menjawab "Eh.. boleh bibi tinggal disana". Akhirnya terpaksa ia setuju karena surat wasiat pamannya sudah berlandaskan hukum, jadi ia harus tinggal dimanapun bibinya berada. Walaupun keberatan tapi demi dapat kembali tinggal dirumahnya yang lama penuh dengan kenangan indah sewaktu ia kecil dulu, jadi mau tidak mau ia harus mengikuti perkataan bibinya.
Pengacara mencatat hal ini, dan berkata "Berdasarkan keingininan dan persetujuan ahli waris nona Ayu untuk pindah rumah, maka nyonya Lusi dan tuan Zainal beserta nona Liza akan ikut tinggal di rumah peninggalan almarhum Tuan Hendra Suryanto di Jakarta. Maka saya sebagai pengacara keluarga, akan mengurus semua surat-surat perpindahan sekolah sesuai dengan keinginan, minat kemampuan masing-masing. Jadi bagaima pendapat tuan Zainal dan nona Liza mengenai hal ini?".
Liza segera menjawab "Yah walaupun aku sudah betah sekolah disini, tapi demi memenuhi surat wasiat ayah dan keinginan Ayu yang ingin pindah, maka aku sih gak keberatan untuk ikut juga dan pindah sekolah". Zainal pun berkomentar "Gue sih oke-oke aja".
Maka selanjutnya pengacarapun mengurusi urusan perpindahan mereka.