Raine menyelipkan rambutnya ke balik telinga dan berjongkok tepat di depan pintu tersebut, dia memfokuskan perhatiannya pada gema sura di dalam ruangan, tapi tidak bisa menangkap satu katapun akan apa yang tengah mereka perbincangkan.
Yang Raine dengar hanyalah suara bergaung yang tidak berarti apa- apa. Raine ingin tahu apakah dirinya dan apa maksud dari kata- kata yang Belinda lontarkan.
Namun, dia tidak bisa meminta Torak untuk membiarkannya masuk, Raine masih tidak berani meminta apapun dari pria itu.
Tapi, rasa penasarannya lebih kuat. Dan disinilah dia sekarang, tengkurap di atas lantai yang dingin hanya untuk mendengar sesuatu dari dalam.
Sangat disayangkan untuk gadis yang penasaran ini, pintu yang begitu tebal ini tidak bisa memberikan informasi apapun padanya.
Untuk saat ini, Raine sudah berada di posisi yang sama selama lima belas menit dengan rambutnya yang panjang tergerai di sekitar wajah dan lantai.
Pada saat dia merasa kakinya menjadi kebas dan lehernya kaku, Raine memutuskan untuk menyerah ketika tiba- tiba pintu tersebut menjeblak terbuka.
Raine dapat merasakan darah yang terkuras dari kepala turun ke ujung- ujung kakinya dan membuat wajahnya menjadi lebih pucat daripada seharusnya.
Dari belakang pintu, Raphael berdiri sambil menunduk, menatap Raine dengan sorot mata penasaran. "Raine, apa yang sedang kamu lakukan?" dia bertanya setelah beberapa saat kesunyian menyapa.
Raine tertangkap basah. Dia sangatlah takut sampai lupa untuk berdiri, matanya menyiratkan rasa bersalah sambil menatap sepatu Raphael.
Beberapa saat kemudian, Torak berjongkok di depan Raine dan lalu menggendongnya.
"Kita akan membahas masalah ini nanti," Torak berkata seraya berjalan masuk ke dalam ruangannya kembali.
Raphael, Calleb dan Belinda berjalan keluar, meninggalkan mereka berdua di balik pintu yang tertutup.
Ini merupakan kedua kalinya, Raine berada di dalam ruang kerja Torak, seperti kebanyakan bagian di lantai ini, ruangan ini juga memiliki gradasi warna yang sama, putih dan keemasan.
Torak duduk di atas kursi kulitnya dengan Raine berada di pangkuannya, gadis ini bahkan terlalu takut untuk merebahkan kepalanya di dada Torak seperti yang biasa dia lakukan, tubuhnya kaku dalam dekapan Torak.
"Apakah kamu baru saja menguping, my love?"
Suara Torak tidak terdengar marah dan kata- kata lembut masih terdengar dari bibirnya, yang mana membuat Raine jadi berani untuk mengangkat kepalanya dan melirik Torak dari bulu matanya yang panjang.
Perasaan bersalah menyebar keseluruh tubuh Raine, bahkan sensasi sentuhan yang Torak berikan dimana dia mengusap punggungnya, tidak membantu sama sekali.
Ketika Raine melihat Torak, yang wajahnya masih tetap sangat tenang seperti biasanya dan di penuhi rasa khawatir padanya, Raine mengangguk.
"Aku tidak akan bilang kalau aku setuju dengan apa yang kamu lakukan." Torak mengangkat dagu Raine, sehingga mata mereka bisa saling bertemu. "Tapi, aku lebih memilih kalau dirimu mengatakan apa yang kamu inginkan daripada melakukan hal ini dibelakangku."
Torak mencintai Raine dan itu merupakan kenyataan mutlak, tapi dia tetaplah seorang Alpha dan mengetahui seseorang tengah berusaha untuk menguping pembicaraannya, tentu saja hal ini tidak membuatnya senang.
Torak sudah terbiasa dengan Raine yang berada di sekitarnya dan sejak dirinya sampai di mansion ini, lantai ini telah dipenuhi dengan aroma tubuhnya.
Torak sudah pasti akan tahu kalau ada seseorang lain yang menguping pembicaraannya dari aroma asing yang tidak pada tempatnya, tapi karena ini adalah Raine, Torak tidak menyadarinya.
"Okay?" kalau ini adalah orang lain, Torak tidak akan segan- segan untuk menghukum mereka dengan sangat sadis.
Namun, Raine adalah hal yang berbeda, gadis ini adalah pasangannya. Tidak peduli apapun yang dia lakukan, Torak tidak mampu, bahkan, untuk memarahinya. Apalagi untuk menyakitinya.
Raine mengangguk, dia tahu kalau dirinya aman bersama Torak, tapi otoritas yang sangat terasa dari Torak membuat Raine gemetar.
Kehadiran Torak sendiri sudah mampu membuat orang lain merasa terdominasi.
"My love…" Torak memanggil Raine dengan sangat lembut seraya menghapus air mata yang jatuh ke pipinya yang memerah. "Aku tidak marah padamu…" Torak kemudian mencondongkan tubuhnya dan mencium air matanya.
Melihat Raine yang menangis, Torak merasakan jantungnya seolah berhenti. Sifatnya yang terbiasa mendominasi runtuh bersamaan dengan air mata yang jatuh di pipi Raine.
Raine meraih ponsel Torak dari saku jaketnya dan mengetikkan sesuatu.
[Aku minta maaf.]
"Aku tahu… kemarilah." Torak meletakkan kedua tangannya di punggung dan bahunya, menarik Raine lebih dekat lagi padanya.
Torak bernafas dalam aroma tubuh Raine yang unik dan gadis itu merebahkan kepalanya di lekukan leher pria tersebut, Raine terisak tanpa suara.
"My love… apakah kamu mau melakukan sesuatu untukku?" Torak bertanya setelah dia merasa Raine telah berhenti menangis.