Chereads / Cinta Sang Monster / Chapter 2 - MALAM HARI (2)

Chapter 2 - MALAM HARI (2)

Scary cry, fearful face covered with loam

Surrounding the place were many beastly creatures

The place looked haunted with grave yard nearby

All creatures enclosed me, I gave a shout

-A Scary Night, by: Kavitha Krishnamurthy

***

Sweater yang dikenakan oleh pria itu telah terkoyak sementara rambut hitam panjangnya berkibar di belakangnya.

Raine merintih ketakutan ketika tangan berdarah pria itu mencengkeram bagian belakang baju piyamanya dan menarik tubuhnya dengan cepat, keluar dari kamar.

Pria itu menyeret sang gadis kecil di sepanjang koridor dekat kamar tidurnya. Raine berteriak sekali lagi dengan sangat kenjang, memanggil ayah dan ibunya. Namun, tidak ada respon dari mereka.

Tidak mungkin…

Pria mengerikan ini baru saja berjalan melewati kamar tidur orang tua Raine, seharusnya mereka bisa mendengar suara jeritannya, tidak peduli betapa lelapnya mereka tertidur.

Raine menangis dan mencoba untuk melarikan diri dari cengkeraman erat pria ini.

Raine menancapkan kuku jarinya ke tangan pria tersebut, tapi kulitnya begitu keras seperti sebuah batu. Raine mencoba untuk menendang kakinya, tapi dia bahkan tidak terlihat seperti menyadari usaha yang dilakukan oleh gadis kecil itu.

Terakhir, Raine menggigit tangan yang mencengkeram baju piyamanya.

Pria itu berhenti berjalan seraya mengangkat Raine menggunakan tangan kirinya. Usaha gadis kecil ini untuk melarikan diri membuatnya sebal.

Dengan suara menggeram yang rendah dia mendorong Raine ke arah lemari pajangan yang terbuat dari kaca, dimana ayahnya meletakkan miniature- miniature menara dari berbagai tempat yang pernah dia kunjungi.

Kaca tersebut hancur berkeping- keping ketika tubuhnya beradu dengan lemari panjangan dan tanpa menunggu lama, pecahan- pecahan kecil kaca tersebut menusuk kulit Raine di beberapa bagian tubuhnya yang menyebabkan gadis kecil itu menjerit kesakitan.

Serpihan- serpihan kaca yang hancur berhamburan di atas lantai.

"Mama… papa…" Raine menangis ketika kepingan tajam menyayat kakinya saat dia mencoba untuk berdiri.

Namun, rasa takut pada pria di hadapannya membuat Raine menjadi mati rasa. Raine kemudian berlari dari pria tersebut ke arah pintu yang terbuka di ruang keluarga.

Selagi Raine berlari sekuat tenaga menuju pintu keluar, dari sudut matanya dia menangkap dua sosok tubuh yang tidak bergerak, terbaring di atas lantai. Darah mengalir keluar dari luka menganga terbuka.

Raine mengenal mereka!

"MAMA! PAPA!" Raine menjerit dalam kengeriannya. Pemandangan ini begitu menakutkan baginya.

Raine kemudian jatuh ke lantai saat suara teriakan yang memekakkan telinga terlepas dari bibirnya. Dia gemetar dan terisak tanpa terkendali.

Menutupi matanya dengan kedua tangan, sementara itu, pria tadi mendatanginya dan menariknya dengan sangat kasar dari lantai.

Raine berteriak ketika dia merasakan tubuhnya melayang di udara dan menabrak jendela. Rasa sakit yang mendera setelahnya hampir tidak tertahankan.

Namun, bukan hanya Raine yang berteriak kesakitan, tapi pria tersebut juga mengeluarkan jeritan bernada tinggi dan mengumpat dengan kata- kata kasar.

Raine menurunkan tangannya dari wajahnya dan secara perlahan mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya terhadap pria itu yang menyebabkan dia menjerit penuh kesakitan.

Pria itu memegang tangan kanannya seraya urat- urat nadinya yang menonjol dapat terlihat dengan jelas. Itu menunjukkan betapa menyakitkan rasa sakit yang harus diderita olehnya pada saat ini.

Melihat kesempatan untuk melarikan diri, gadis kecil itu menyeret tubuhnya yang penuh luka menuju pintu, yang mana menghubungkan ruangan ini langsung ke pekarangan rumah mereka.

Raine akan pergi ke paman James yang tinggal tepat di sebelah rumahnya untuk meminta bantuan.

Dengan rencana sederhana itu, Raine memaksa dirinya sendiri untuk mengabaikan rasa sakit dari kakinya yang telah berdarah ketika dia bergerak secepat yang kakinya bisa gerakkan.

Cepat… cepat…

Raine berkata pada dirinya sendiri ketika dia berlari melewati pintu rumah dan mendarat dengan kaki telanjangnya di atas rumput.

Embun yang menggantung di rerumputan membuat rasa sakit di kakinya semakin memburu, seolah Raine tengah berjalan di atas jutaan jarum, tapi gadis kecil itu tidak berani berhenti dan mengeluh.

Ketika dia sudah berlari setengah jalan melewati pekarangan rumahnya dan hampir meraih gerbang utama, sesuatu menghantam keras punggung Raine.

Raine mendengking dan membungkukkan badannya karena rasa sakit yang mendera.

Nafas Raine tersentak ketika kuku panjang dan tajam dari pria tadi menghunjam kulit pundaknya.

"Berhenti atau aku akan membunuhmu!" Pria itu berteriak tepat di depan wajah Raine.

Namun, ancamannya sama sekali tidak menghentikan usaha gadis kecil itu untuk balas melawannya, Raine terus berupaya mencari cara agar dapat membebaskan dirinya.

Kemudian tangan Raine yang berdarah menyentuh lengan bagian atas pria tersebut.

Segera saja, pria menakutkan itu berteriak kesakitan sekali lagi dan mengendurkan cengkeramannya pada bahu Raine.

Seketika itu juga, Raine memahami sesuatu, seraya dia melihat bolak balik antara tangannya yang berdarah dan ekspresi menderita yang terlukis di wajah pria di atasnya.

Tampaknya, darahnya adalah sumber dari rasa sakit pria tersebut.

Tanpa berpikir dua kali, Raine kemudian meletakkan tangannya yang berdarah ke dada telanjang pria tersebut dan ketika kulit mereka bersentuhan dia kembali menjerit kesakitan.

"Brengsek!"

Sebelum pria itu dapat memukul Raine, gadis kecil itu sudah menggerakkan tubuhnya menjauh untuk kabur darinya.

Raine segera berdiri dan menarik pintu pagar terbuka, setelah itu dia berlari dengan tergesa- gesa ke arah pekarangan rumah paman James.

Pria menakutkan itu tidak lagi mengikuti Raine dan dia tidak memiliki keberanian lebih untuk mencari tahu kenapa.

Raine berlari melintasi jalanan yang sepi menuju rumah putih di sebelah rumahnya. Beruntungnya, paman James tidak pernah mengunci gerbang, kalau tidak, Raine tidak akan mungkin bisa memasuki rumahnya.

Pada saat Raine sampai di teras, gadis kecil itu memekik sekuat tenaga untuk memanggil paman James.

Namun, tidak ada suara yang bisa di dengar, dia mencoba beberapa kali tapi tidak berhasil juga. Frustasi. Raine memukulkan kepalan tangannya yang kecil ke pintu kayu dan menendangnya dengan keras.

Menendang, memukul, lagi dan lagi sampai keributan yang Raine buat ini membuat beberapa orang di dalam rumah terbangun.