"Tuan Gu..." Kebaikan Gu Jinchen untuk mengingatkan Chen Youran ternyata sama sekali tidak membuatnya mengucapkan terima kasih. Dia malah mengerucutkan bibirnya dan membentuk lengkungan sarkastik di sudut mulutnya.
"Gunakan saja waktu luangmu untuk urusan bisnis dan jangan ikut campur dengan kehidupanku. Kehidupanku tidak ada hubungannya denganmu," ucap Chen Youran dengan ketus.
Perkataan Chen Youran yang memanggil Gu Jinchen dengan sebutan 'Tuan Gu' terasa seperti pukulan yang sangat keras baginya. Seketika wajahnya berubah menjadi pucat, lalu berkata, "Kamu memanggilku dengan sebutan Tuan Gu?"
"Aku harus memanggilmu apa? Kakak ipar? Atau putra ketiga keluarga Gu?" ujar Chen Youran sambil tersenyum sinis dan nada bicaranya terdengar sangat dingin.
Wajah Gu Jinchen semakin pucat, perlahan-lahan dia mengerutkan bibirnya. Setelah beberapa saat terjadi keheningan di antara keduanya, dia berkata dengan pelan, "Terserah kamu saja."
Suasana di ruang tamu menjadi mencekam dan tidak nyaman. Pelayan di rumah itu menyadari bahwa Chen Youran dan Gu Jinchen sedang berada di dalam suasana hati yang tidak baik. Jadi, dia tidak berani mendekati keduanya sama sekali.
"Jinchen, sepertinya Yiyi…" Suara cemas Chen Shuna tiba-tiba memecah keheningan.
Chen Shuna memasuki ruang tamu dan melihat sikap aneh Chen Youran dan Gu Jinchen yang berada di meja makan. Dia tampak sangat cemas, kemudian bertanya, "Youran, kamu sudah bangun?"
Chen Youran melihat ke arah ruang tamu dan dia harus mengakui bahwa Chen Shuna sangat cocok mengenakan cheongsam. Dia memiliki alis dan mata yang indah, tubuhnya tinggi dan langsing. Dia kini terlihat seperti wanita di masa Republik Tiongkok. Sikapnya benar-benar tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Dia tampak seperti seorang wanita dari keluarga bangsawan ketika dia berdiri di sana.
Mata Chen Youran tiba-tiba terasa membeku dan pandangannya jatuh ke lengan Chen Shuna. Wajahnya seketika berubah menjadi pucat pasi.
Chen Shuna menggendong seorang bayi di tangannya. Bayi itu mengenakan pakaian berwarna merah muda, lengan kecilnya yang masih kemerahan tampak memegang kerah baju kakaknya itu.
Kemudian, Chen Shuna yang melihat pandangan Chen Youran terus mengarah ke lengannya berkata, "Youran, ini Gu Yiyi. Dia baru berusia 1 tahun lebih 2 bulan."
Saat Chen Shuna menikah dengan Gu Jinchen tiga tahun yang lalu, Chen Youran merasa dunianya runtuh. Dan pada saat ini, saat melihat bayi digendongan kakaknya, dia merasa dunianya benar-benar mati.
Chen Youran menarik kembali pandangannya ke arah sudut meja. Dia mencoba menutupi keanehan sikapnya dan memaksa dirinya untuk tetap tenang. Dia seharusnya sudah bisa mengetahui itu. Chen Shuna dan Gu Jinchen sudah menikah selama tiga tahun, bagaimana mungkin mereka tidak memiliki anak? batinnya.
Suatu hari, dua orang meringkuk bersama bermimpi tentang masa depan di taman halaman belakang rumah keluarga Gu. Sang gadis suka berbaring di lengan sang pria dan bermain dengan jari-jari putih dan rampingnya.
"Jinchen, apa yang ingin kamu lakukan setelah lulus dari universitas?" tanya sang gadis.
Pria yang bernama Jinchen itu berpikir dengan serius dan menjawab, "Bekerja keras mengumpulkan uang, lalu menikah denganmu."
Setelah mendengar apa yang dikatakan sang pria, mata gadis itu tampak memantulkan sinar cahaya bintang-bintang. Gadis itu kembali bertanya, "Lalu apa lagi?"
"Lalu, kamu harus memenuhi kewajibanmu sebagai istri untuk melahirkan anak. Akan lebih baik jika itu anak perempuan, yang sama pintar dan menawannya denganmu. Dan aku akan selalu membelai kalian berdua." Nada bicara pria itu terdengar biasa saja, tetapi tatapan matanya sangat serius.
Bunga-bunga bermekaran di dalam hati sang gadis, tetapi tampak dari luar dia mencoba bersikap biasa saja. Wajah merah kecilnya memelintir lengan sang pria dan memarahinya, "Menjijikkan."
Pada saat itu, seluruh pikiran sang gadis hanyalah menikah dengan Gu Jinchen setelah lulus. "Kalau begitu, kamu harus mencari nama putrimu terlebih dahulu," kata sang gadis.
"Panggil saja dia Gu Yiyi," jawab sang pria.
Sang gadis mengerutkan kening dan berkata, "Itu sangat vulgar. Kamu juga seorang siswa top di sekolah C. Jangan asal sembarangan memberikan nama kepada putrimu. Berhati-hatilah karena dia bisa saja tidak mengenalimu ketika tumbuh dewasa."
"Aku memberinya nama itu karena kamu dan dia akan menjadi satu-satunya milikku." ujar sang pria.
Sang pria memang tidak pandai dalam berbicara soal cinta. Akan tetapi, kata-katanya barusan berhasil membuat telinga sang gadis memerah. Gadis itu memeluk leher sang pria dengan penuh kegembiraan dan mencium pipinya.
"Oke setuju, Yiyi hanya bisa menjadi nama kecilnya. Jadi, kamu harus memberinya nama baru lagi ketika dia tumbuh dewasa. Jika tidak, aku takut dia akan menyalahkan kita ketika dia sudah tumbuh dewasa."
Chen Youran tiba-tiba tersenyum. Ada lapisan kabut tipis di bawah matanya, lapisan itu mati-matian ditekannya agar kembali. Seperti sedang mencibir dirinya sendiri, dia berbisik, "Aku adalah bibinya, itu tidak buruk."