Ilmu Silat Delapan Kaki Delapan Tangan memang patut dikagumi.
Nyatanya selama lima jurus Wiro Sableng dibikin
bingung dan musti berhati-hati. Meski ilmu meringankan
tubuh serta tenaga dalamnya jauh di atas si nenek namun
gerakan lawan yang tiada terduga-duga itu mematahkan
pertahanannya! Dan dua jurus di muka satu hantaman
telapak tangan si nenek berhasil mampir di dada Pendekar
212!
Wiro merasakan dadanya sakit dan nafasnya sesak. Dia
maklum kalau saja dia tidak lebih tinggi tenaga dalamnya
dari si nenek pastilah dia akan mendapat luka di dalam
yang amat berbahaya!
Di lain pihak Nenek Rambut Hitam tidak kepalang
tanggung. Dia menyerbu lagi dengan lebih gencar! Tangan
dan kakinya laksana bertambah menjadi beberapa pasang
lagi! Dan kembali Wiro Sableng terdesak! Dewa Tuak
kerenyitkan kening. Hanya sebegitukah kehebatan Pende–
kar 212 sehingga menghadapi ilmu silat si nenek dia
sudah dibikin kewalahan demikian rupa?! Si nenek sendiri
juga tiada menyangka bahwa dia akan berhasil memukul
lawannya. Diam-diam dia merasa berada di atas angin kini!
Tiba-tiba Wiro menyurut sejauh satu tombak.
"Ha... ha! Apakah nyalimu sudah lumer orang muda?!"
ejek Nenek Rambut Hitam.
"Ah, jangan lekas-lekas berbesar hati sobat tua! Kau
rasakan dulu pukulanku ini!" sahut Wiro. Serentak dengan
itu dia sudah alirkan sebagian tenaga dalamnya ke ujung
tangan kanan. Tangan itu dikepal dan diangkat ke atas.
Didahului oleh satu bentakan nyaring, Wiro Sableng
pukulkan tangannya ke arah si nenek. Begitu memukul
begitu jari-jari tangan yang mengepal membuka kembali!
Inilah Pukulan Kunyuk Melempar Buah yang tak asing lagi!
Nenek Rambut Hitam terkejut sekali sewaktu
merasakan gelombang angin keras laksana batu besar
melanda ke arahnya. Sambil pukulkan kedua tangannya
sekaligus untuk menangkis dia cepat-cepat jungkir balik
lalu membuang diri ke samping!
Braaak!
Dinding pondok di belakang si nenek pecah dan
berhamburan! Tergetarlah hati Nenek Rambut Hitam
melihat kehebatan pukulan itu. Setelah tenangkan hatinya
dia maju menghadapi lawannya kembali. Dan pada saat itu
untuk pertama kalinya Wiro Sableng membuka jurus
pertempuran dengan menyerang lebih dahulu! Si nenek
dibikin gelagapan kini. Serangannya selalu mengenai
tempat kosong sedang pertahanannya saat demi saat
semakin mengendur. Bila dia tidak kuat lagi menghadapi
pemuda itu maka tanpa malu-malu Nenek Rambut Hitam
lepaskan setagen dan cabut tusuk konde emas dari
rambutnya! Dengan kedua senjata itu dia menyerang Wiro
Sableng.
Setelah bertempur dua jurus maka Wiro segera
mengetahui bahwa tusuk konde yang kecil di tangan kanan
si nenek jauh lebih berbahaya daripada setagen di tangan
kanannya! Semakin lama pertempuran semakin seru. Tiba-
tiba si nenek hentikan gerakannya dan memandang
bingung karena lawannya lenyap seperti ditelan bumi!
"Aku di sini, Rambut Hitam!" Terdengar suara Wiro di
belakangnya!
Nenek Rambut Hitam kertakkan geraham dan secepat
kilat membalikkan tubuh. Tapi begitu tubuhnya membalik
maka, plaaak...! Telapak tangan kanan Wiro Sableng
menghantam keningnya! Perempuan tua itu melengking
kesakitan. Tubuhnya mencelat menghantam dinding pon–
dok. Pemandangannya gelap, kepalanya terasa pening
sedang keningnya sakit bukan main!
Kedua anak buah Nenek Rambut Hitam terkejut! Belum
pernah mereka melihat pemimpin mereka dihajar demikian
rupa! Selama ini tak pernah seorang pun yang sanggup
menghadapi Nenek Rambut Hitam tanpa mendapat celaka!
Dan yang membuat mereka lebih terkejut lagi ialah
sewaktu melihat kening pemimpin mereka.
"Pemimpin, keningmu!" seru Nenek Rambut Biru.
Nenek Rambut Hitam usap keningnya. Kening itu sakit
sekali dan panas, tapi tidak terluka. Namun apakah yang
menyebabkan Rambut Biru demikian terkejutnya? Tak lain
karena akibat pukulan telapak tangan kanan Wiro tadi kini
di kening Nenek Rambut Hitam tertera tiga deretan angka
yaitu 212!
Dewa Tuak tertawa gelak-gelak dan cegluk... cegluk...
cegluk, dia lalu teguk tuaknya.
"Rambut Hitam, sobatku telah hadiahkan tiga buah
angka di keningmu! Apakah kau masih belum mau meng–
aku kalah?!"
Berubahlah paras Nenek Rambut Hitam! Dia maklum
apa yang telah terjadi kini. Pukulan 212 yang menggurat–
kan angka telah menimpa keningnya. Tiga deretan angka
itu tak akan bisa dihilangkan seumur hidupnya! Nenek
Rambut Hitam menggerutu macam singa lapar!
"Anak haram jadah mampuslah!" lengking si nenek.
Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas dan
mulutnya berkomat-kamit. Seluruh pondok itu dengan tiba-
tiba dilanda hawa yang amat dingin menyembilu. Wiro
sendiri yang tak mengerti apa yang tengah terjadi sampai-
sampai bergeletar tubuhnya dilanda hawa dingin itu.
Geraham-gerahamnya bergemeletukan.
Melihat ada kelainan ini secepat kilat Dewa Tuak
berseru, "Wiro cepat menghindar! Bangsat keriput ini mau
lepaskan pukulan Salju Kematian!"
Habis berteriak begitu Dewa Tuak secepat kilat
meneguk tuaknya. Dalam pada itu Nenek Rambut Hitam
melengking nyaring dan hantamkan tangan kanannya ke
arah Wiro dan Dewa Tuak!
Satu gelombang benda putih yang bentuknya putih
seperti salju, menderu amat dingin ke arah kedua orang
itu. Dewa Tuak runcingkan mulutnya yang menggembung
lalu menyembur ke muka! Terdengar suara laksana air bah
sewaktu semburan tuak dan pukulan salju kematian saling
beradu. Bumi seperti mau kiamat. Dewa Tuak cepat tarik
lengan Wiro Sableng lalu melompat ke atas atap
menerobos melewati lobang besar. Dari sebuah cabang
pohon kemudian Wiro melihat bagaimana pondok itu
hancur lebur dan setengahnya tertimbun oleh lapisan salju
putih!
Wiro memandang berkeliling dengan cepat. Ketiga
nenek itu tidak kelihatan. Pendekar 212 lalu putar kepala
ke cabang di samping. Dia terkejut sewaktu melihat Dewa
Tuak duduk bersila di atas cabang dengan pejamkan mata.
Wajah orang tua ini pucat sekali. Rupanya bentrokan ilmu
pukulan tadi telah membuat si orang tua menderita luka di
dalam yang parah juga. Lama Dewa Tuak bersila seperti
itu. Sewaktu dia buka kedua matanya kembali, cepat-cepat
diambilnya sebutir pil dan ditelannya. Sesaat kemudian
wajahnya yang pucat telah normal lagi seperti biasa!
Dewa Tuak tarik nafas panjang, geleng-gelengkan
kepala dan leletkan lidah sewaktu memandang ke pondok
yang kini tertimbun salju kematian itu!
"Ternyata benar perempuan busuk itu telah mendapat–
kan ilmu Pukulan Salju Kematian!" kata Dewa Tuak
seakan-akan pada dirinya sendiri. "Kelihatannya masih
kurang sempurna. Tapi sudah demikian luar biasa...!"
Wiro sendiri diam-diam bergidik juga melihat pukulan
yang bernama Salju Kematian itu. Tenaga dalam Dewa
Tuak berada jauh di atas Nenek Rambut Hitam, tapi
pukulan Salju Kematian yang dilepaskan si nenek
membuat Dewa Tuak menderita luka yang cukup hebat!
"Meski seseorang memiliki tenaga dalam yang sepuluh
kali lebih tinggi, tapi jangan coba-coba berani adu kekuatan
dengan pukulan salju kematian itu." Dewa Tuak geleng-
geleng kepala kembali. "Aku tak mengerti, bagaimana
keparat betina itu berhasil memiliki ilmu Salju Kematian.
Itu adalah salah satu dari beberapa ilmu pukulan yang
pernah menggetarkan dunia persilatan dan menjadi raja-
raja ilmu pukulan!"
"Jika ilmu semacam itu dipergunakan untuk kejahatan
bisa berbahaya," kata Wiro pula.
"Itulah yang aku kuatirkan," desis Dewa Tuak.
Diam-diam Wiro ingin sekali menghadapi Nenek
Rambut Hitam itu kembali. Apakah ilmu pukulan Sinar
Matahari-nya sanggup menghadapi ilmu pukulan Salju
Kematian itu?
"Dewa Tuak, apa yang kita buat sekarang?" tanya Wiro.
"Aku bermaksud meneruskan perjalanan mencari lukisan
telanjang itu..."
Tak ada jawaban.
Wiro berpaling.
Astaga!
Dewa Tuak tak ada lagi di sampingnya. Dia mencari-cari
tapi orang tua itu tiada kelihatan.
"Dewa Tuak! Di mana kau?!" teriak Wiro memanggil.
Tetap tak ada jawaban.
Wiro hendak melompat turun. Tapi tiba-tiba pada
batang pohon di mana dia berada dilihatnya sebaris tulisan
'Pergilah ke Utara!'.
Pasti itu adalah tulisan Dewa Tuak. Maka tanpa
menunggu lebih lama Wiro segera melompat dari atas
pohon.