WIRO Sableng terkejut melihat datangnya serangan
dua tangan yang mencengkeram dengan dahsyat
itu. Buru-buru dia melompat ke belakang dan
kiblatkan tombak batu hitam di tangan kanannya mema–
pasi serangan lawan!
Kini Manik Tunggul-lah yang terkejut!
Serangan yang dilancarkannya tadi adalah jurus
Sepuluh Jari Sakti Menggarap Gunung, merupakan satu
jurus serangan yang lihai dari ilmu silatnya. Tapi si jubah
biru mengelakkannya dengan cepat bahkan kalau dia tidak
cepat menarik pulang kedua tangannya pastilah akan
dihantam oleh tombak batu di tangan si jubah biru!
Wiro tertawa mengekeh.
"Manusia sombong dan kotor hendak melawan titisan
dewa?I" ejeknya. "Kau akan tahu rasa!"
Malu bercampur amarah yang meluap Manik Tunggul
siap menyerang kembali. Tapi di saat itu sesosok tubuh
melompat ke depan dan satu seruan terdengar, "Ketua
Perguruan Garuda Sakti, biar aku calon mantumu tunjuk–
kan bakti padamu! Biar aku yang ringkus manusia kentut
dewa itu!"
Sreet!
Sokananta, anak Ketua Perguruan Merapi, si pengantin
laki-laki yang akan jadi suami Permani cabut pedangnya
lalu tanpa tedeng aling-aling menyerbu kirimkan satu
tusukan satu babatan!
Pendekar 212 tertawa gelak-gelak dan elakkan
serangan pedang dengan satu putaran tombak batu.
Dengan penasaran Sokananta susul dua tusukan kilat dan
dua tebasan sekaligus!
Wiro putar lagi tombak hitamnya dalam jurus Titiran
Terbang Ke Langit.
Melihat gerakan lawan yang memapasi mentah-mentah
serangannya bukan main dongkolnya Sokananta. Dia ambil
keputusan untuk adu senjata dan adu tenaga dalam
sekaligus!
Trang! Trak!
Tombak batu hitam di tangan kanan Wiro Sableng
patah dua. Sebaliknya pedang di tangan Sokananta terle–
pas mental, tangannya tergetar hebat dan pedas membuat
dia mengerenyit kesakitan. Di lain kejap ketika dia hendak
melompat menyambar pedangnya terkejutlah putera Ketua
Perguruan Merapi ini. Pedangnya yang tadi terlepas mental
ternyata sudah berada di tangan lawannya! Gelaplah muka
Sokananta ditelan rasa malu dan kegeraman yang
menyala!
Bogananta mungkin orang yang paling terkejut di antara
semua orang! Sokananta adalah anak kandung gem–
blengannya sendiri. Meski tenaga dalamnya masih belum
mencapai tingkat kesempurnaannya tapi tak bisa dianggap
ringan, dan di samping itu seluruh ilmu silatnya telah
dikuasai oleh Sokananta! Bagaimana kini dia bisa
dipecundangi dalam satu gebrakan itu aja? Untuk tidak
membuat anaknya kehilangan muka maka Bogananta
berseru memerintahkan anak-anak buahnya nenyerang si
jubah biru. Di lain pihak Manik Tunggul segera pula
memerintahkan anak-anak buahnya. Enam belas orang
bertomba ke depan podium bukan saja mengurung Wiro
tapi dengan serentak menyerangnya!
Pendekar 212 tertawa dan keluarkan suara bersiul.
Begitu gelombang serangan datang menggempurnya,
pemuda ini melompat ke udara dan sewaktu menukik
turun, kembali terdengar jerit empat orang pengeroyok.
Keempatnya menggelinding ke tanah dalam keadaan
pingsan. Dan di depan podium, empat orang lainnya berdiri
mematung karena di totok oleh Wiro dengan bagian
belakang yang tumpul dari patahan tombak batu hitamnya!
Melihat ini baik Bogananta maupun Manik Tunggul
segera maklum bahwa si jubah biru bukanlah tandingan
anak-anak murid mereka. Bahkan ketinggian ilmu silatnya
belum tentu berada di bawah mereka!
"Bangsat!" bentak Bogananta marah. "Rupanya kau
sengaja datang mengacau ke sini! Lekas berlutut atau aku
akan urus jalan ke akhirat bagimu!"
Wiro tertawa gelak-gelak.
"Terhadap titisan dewa kau berani main perintah
seenaknya! Makan pukulanku ini!" bentak Wiro pura-pura
marah lalu lancarkan satu pukulan yang sebenarnya hanya
satu kepura-puraan saja. Dia tiada permusuhan dengan
semua orang di situ, karenanya dia tak punya niat untuk
turun tangan jahat!
Maklum bahwa tenaga dalam lawan hebat luar biasa,
Bogananta cepat-cepat menghindar sewaktu angin pukulan
menyambar ke arahnya dan dengan jurus Naga
Menyelinap Dari Balik Rimba Belantara, Ketua Perguruan
Merapi ini kembali menyerbu! Wiro tak melihat gerakan
lawan tahu-tahu tubuhnya sudah berada dekat sekali dan
tinju kiri kanan sudah berada di depan hidung!
Hanya sedetik Pendekar 212 terkesiap melihat jurus
serangan yang tak terduga dari lawan. Sekejap kemudian
tangan kirinya sudah bergerak dan pecahan kaca rias
bersudut-sudut runcing melesat ke arah tenggorokan
Bogananta!
"Keparat!" maki Bogananta. Dia pergunakan tangan
kanan memukul kaca itu hingga hancur lebur, sebaliknya
tinju kiri diteruskannya ke arah muka lawan! Namun
serangan ini telah berkurang kecepatannya karena
gerakan yang dibuatnya waktu memukul hancur kaca tadi!
Dan dengan sendirinya tangan kiri Bogananta menjadi
makanan yang empuk bagi Pendekar 212. Namun karena
dia tak punya niat turun tangan jahat maka Wiro cuma tarik
lengan laki-laki itu, memuntirnya dengan cepat! Begitu
tubuh Bogananta terputar, Wiro segera menotok punggungnya.
Keluh kesakitan yang hendak keluar dari
mulutnya Bogananta sirna di tenggorokannya karena
tubuhnya keburu kaku dilanda totokan Pendekar212!
Tercekatlah hati Manik Tunggul. Ilmu silat dan
kepandaian calon besannya itu dua tingkat lebih tinggi dari
dia! Berarti adalah mencari konyol kalau dia coba pula
turun tangan! Tapi agar tidak dicap pengecut, Ketua
Perguruan Garuda Sakti ini segera lompat ke depan Wiro.
Begitu menyerang dia keluarkan jurus ilmu silatnya yang
paling hebat yaitu Seribu Garuda Mengamuk!
Kedua tangan Manik Tunggul terkembang ke samping
laksana sayap burung garuda. Sekali tubuh kena terpukul
pasti hancur remuk! Dari mulutnya keluar suara berkuik-
kuik macam suara garuda sedang di samping memukul,
kedua tangannya secepat kilat bisa berobah menceng–
keram setiap bagian tubuh lawan!
Satu jurus Pendekar 212 kena dirangsak ke sudut
panggung dekat para tamu duduk. Tapi memasuki jurus
kedua sekali berkelebat terdengarlah keluhan Ketua
Perguruan Garuda Sakti itu. Tubuhnya terhuyung-huyung ke
muka. Sepasang kakinya laksana tiada bertulang. Tubuh–
nya tergelimpang di panggung. Wiro telah menotok kedua
urat kakinya sekaligus sehingga Manik Tunggul laksana
lumpuh tak sanggup berdiri!
Wiro memandang berkeliling dengan tawa berderai.
Tamu-tamu dilihatnya dicekam oleh rasa kejut dan takut.
Inilah saatnya untuk melarikan Permani, pikir Wiro. Segera
dia hendak melompat ke tempat sang dara.
Namun dari panggung sebelah timur melesat sesosok
tubuh berjubah hitam. Lesatannya sangat ringan luar biasa
dan tanpa suara tahu-tahu dia sudah di atas panggung
kayu jati!
Manusia berjubah hitam ini ternyata seorang perem–
puan separuh baya yang berparas cantik sekali. Namun
sekali melihat sinar matanya, Wiro segera maklum bahwa
manusia ini di samping tinggi ilmu silatnya juga mempunyai
hati jahat!
Tiba-tiba jubah hitam menunjuk cepat-cepat ke arah
Wiro Sableng!
"Manusia yang mengaku titisan dewa, harap datang ke
hadapanku!" Suara perempuan ini besar parau dan
menggetarkan liang telinga. Wiro mengagumi kehebatan
tenaga dalam perempuan ini. Siapakah dia pikir Wiro dan
tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang yang tak
boleh dibuat main-main, Pendekar 212 segera melompat
ke panggung kayu jati! Semua mata kini ditujukan ke
panggung, pada kedua orang itu!
"Aku tak suka bikin urusan dengan manusia yang
sembunyikan tampangnya di balik penyamaran! Lekas
perlihatkan mukamu yang sebenarnya dan buka jubah biru
itu!"
Wiro kaget namun dia tertawa.
"Kupuji ketajaman matamu! Tapi harap kau suka
terangkan siapa kau dan apa maksudmu jual lagak di atas
panggung ini!"
Tentu saja Si Jubah Hitam marah sekali. Dia tahan
kemarahannya dan berkata datar, "Ketahuilah, aku datang
untuk menagih hutang jiwa!"
"Ohh... kukira kau berdiri di sini hendak membela
kedua ketua perguruan itu."
"Aku tak ada sangkut paut dengan mereka! Aku adalah
kakak seperguruan Dewi Kala Hijau yang kau bunuh
beberapa tahun yang lalu!" (Tentang siapa adanya Dewi
Kala Hijau harap baca serial Wiro Sableng yang berjudul
Neraka Lembah Tengkorak).
Kaget Wiro Sableng bukan alang kepalang!
Dewi Kala Hijau yang pernah dibunuhnya tempo hari
ilmunya tinggi luar biasa. Dan kini kakak seperguruannya
datang menuntut balas! Tentu ilmunya lebih hebat lagi!
Tapi meskipun demikian mana pemuda ini merasa jerih.
Malah dia tertawa dan berkata, "Kau datang kurang cocok
waktunya, perempuan gagah. Sekarang bukan saatnya
menagih segala macam hutang, apalagi hutang jiwa!"
Dengan acuh tak acuh Wiro bertindak mendekati
Permani, tapi dari samping Sokananta telah memapasi. Di
tangannya kiri-kanan kini tergenggam dua bilah pedang
mustika yang berkilauan ditimpa sinar matahari! Begitu
memapas begitu anak Ketua Perguruan Merapi ini
kiblatkan kedua senjatanya. Wiro yang maklum bahwa dua
batang pedang itu bukan pedang biasa tak mau bertindak
ceroboh. Anginnya saja sudah memerihkan kulitnya. Dia
melompat mundur mengelak dan pada saat dia berada
dekat Bogananta secepat kilat Wiro mencabut pedang yang
tergantung di pinggang kiri Ketua Perguruan Merapi itu!
Kini sibuklah Sokananta. Dia terdesak hebat ketika
salah satu pedangnya dibikin mental. Muka pemuda
berambut jarang ini pucat lesu sewaktu ujung pedang
ayahnya yang di tangan Wiro menyambar laksana kilat dan
merobek besar pakaian di bagian dadanya! Dalam dia
terkesiap kaget dan kecut itu, Wiro lepaskan pukulan
tangan kosong. Tak sempat mengelak tahu-tahu Soka–
nanta telah merasakan tubuhnya kaku tegang tak bisa
bergerak lagi!
"Sudah cukup aku melihat pertunjukanmu!" kata satu
suara di samping Wiro. "Sekarang kau hadapi Si Jubah
Hitam." Sekali mengusap mukanya maka semua orangpun
gegerlah. Muka yang tadi cantik menawan hati itu kini
berubah menjadi muka tengkorak yang membuat bulu
kuduk menggerinding!
Didahului oleh satu lengkingan dahsyat, Si Jubah Hitam
pukulkan tangan kanannya ke depan. Gelombang angin
keras melanda Pendekar 212. Wiro bersuit nyaring dan
berkelebat dengan cepat tapi dari samping Si Jubah Hitam
susul dengan pukulan tangan kiri! Pendekar 212 terkurung
di antara dua angin pukulan sekaligus!
"Sialan!" maki Wiro. Dengan serta merta pendekar ini
angkat kedua tangannya dan dorongkan ke muka dalam
jurus pukulan yang bernama Benteng Topan Melanda
Samudera! Dua pukulan dahsyat yang mengandung tenaga
dalam hebat luar biasa saling bergulat tindih menindih!
Semua orang yang menyaksikan adu kekuatan tenaga
dalam ini menahan nafas dengan tegang. Jarang sekali
pertempuran yang begini hebat mereka saksikan!
Si Jubah Hitam kernyitkan kening tengkoraknya.
Di kening Wiro sebaliknya kelihatan butiran-butiran
keringat.
Braak!
Lantai kayu jati yang diinjak oleh Pendekar 212 hancur
roboh!
"Celaka!" keluh Pendekar 212. Ternyata tenaga dalam
lawan tidak berada di bawahnya, malah satu dua tingkat
berada di atasnya!
Dengan bersuit nyaring Wiro melompat mundur sejauh
dua tombak lalu jungkir balik sampai tiga kali berturut-turut
dan jatuhkan diri di lantai dan seterusnya berguling cepat!
Dengan demikian baru dia berhasil menolak dan melebur
serangan tenaga dalam Si Jubah Hitam yang sangat
dahsyat itu!
"Gila betul!" maki Wiro dalam hati. Kalau dihadapi terus
manusia bermuka tengkorak ini meski belum tentu dia bisa
dikalahkan dengan mudah tapi bisa berabe! Maka dengan
cepat Wiro melompat menyambar tubuh Permani!
Tapi celaka, begitu tubuh sang dara berada di atas
bahu kirinya, enam orang telah mengurungnya. Mereka
adalah tokoh-tokoh silat yang menjadi tamu dan bersaha–
bat baik dengan kedua Ketua Perguruan yang kini berada
dalam keadaan ditotok tak berdaya! Dengan demikian
manusia yang mengeroyok Wiro berjumlah tujuh ditambah
dengan Si Jubah Hitam!
Si Jubah Hitam tertawa panjang.
"Enam manusia tak tahu diri! Kalian mundur semua!
Nyawa pemuda itu hak milikku!"
"Perempuan muka tengkorak!" jawab seorang di antara
yang enam sambil melintangkan senjatanya yaitu sebuah
ruyung perak. "Urusanmu, urusanmu! Kami juga punya
kewajiban untuk membunuh manusia yang hendak
menculik anak gadis sahabat kami!"
"Di hadapan Iblis Tengkorak kalian berani jual tampang
petantang petenteng! Pergilah semua!"
Si Jubah Hitam yang mengaku bergelar Iblis Tengkorak
dorongkan kedua tangannya ke muka! Gelombang angin
yang dahsyat menyambar. Laksana daun-daun kering
keenam tokoh silat itu terpelanting ke luar panggung! Dua
orang muntah darah. Empat lainnya melingkar pingsan di
tanah!
Sewaktu orang-orang itu bertengkar mulut dan sewaktu
Iblis Tengkorak menggempur keenam tokoh silat, maka
kesempatan ini dipergunakan oleh Wiro untuk berlalu
dengan cepat. Tapi lebih cepat lagi, tahu-tahu Si Jubah
Hitam Iblis Tengkorak sudah berada di depannya! Dan
sekaligus lancarkan sejurus serangan ganas! Wiro berkelit
gesit dan selundupkan satu tendangan ke perut lawan!
Tapi dengan sigap Iblis Tengkorak hantamkan tangan
kanannya ke bawah. Karena tenaga dalam lawan lebih
tinggi, Wiro terpaksa tarik pulang tendangannya dan seba–
gai gantinya kirimkan serangan Kunyuk Melempar Buah.
"Apakah tak ada ilmu pukulanmu yang lebih berguna?!"
ejek Iblis Tengkorak. Dan sekali dia kebutkan lengan jubah
hitamnya maka buyarlah serangan Wiro Sableng yang
berkekuatan dua per tiga tenaga dalamnya itu!
"Hebat sekali iblis betina ini!" rutuk Wiro. Tubuh
Permani diturunkannya, kemudian diiringi oleh satu
bentakan nyaring dia menyerbu ke muka. Tubuhnya hanya
merupakan bayang-bayang! Dua gelombang angin pukulan
melanda Iblis Tengkorak, masing-masing pukulan Orang
Gila Mengebut Lalat dan pukulan Angin Es.
Angin besar menderu-deru, mengibarkan jubah hitam
Iblis Tengkorak. Sedang udara mendadak sontak menjadi
dingin luar biasa. Semua orang menggigil bergemeletukan
geraham mereka!
Tapi Iblis Tengkorak ganda tertawa.
Dua tangan memukul ke muka. Dua larik sinar hitam
menggebu! Wiro meraung! Tubuhnya mental sampai empat
tombak, pakaiannya robek hampir di setiap bagian sedang
dari hidung dan sela bibirnya kelihatan darah ke luar!
Tak ayal lagi Wiro segera telan dua butir pil. Matanya
beringas galak. Dan sewaktu Iblis Tengkorak datang
mendekat dengan tertawa, Pendekar 212 segera sambut
dengan pukulan Sinar Matahari.
"Aha! Pukulan Sinar Matahari!" seru Iblis Tengkorak.
"Inilah yang kutunggu!"
Tangan kanannya bergerak membuat lingkaran, kemu–
dian laksana kilat dihantamkan ke muka! Terdengar suara
laksana guntur! Satu gelombang angin hitam bergerak
berputar bergulung-gulung lalu menghantam ke muka
laksana topan prahara!
Sinar putih perak pukulan Sinar Matahari yang
dilepaskan Pendekar 212 tiada berdaya dan terbuntal
dalam gelungan-gelungan angin hitam pukulan lawan
untuk kemudian melesat kembali menyerang dirinya
sendiri, sekaligus bersama serangan angin pukulan lawan!
Itulah pukulan Raja Angin Mengamuk yang telah dilepas–
kan oleh Iblis Tengkorak!
"Tobat." keluh Pendekar 212! Tangan kanannya
bergerak sebat! Selarik sinar putih yang menyilaukan mata
berkiblat dan, ...
Buum!
Satu letusan yang luar biasa kerasnya terdengar!
Puncak Gunung Merapi bergetar!
Suara letusan yang dipantulkan kembali oleh dasar
kawah tak kalah hebatnya sehingga semua orang di situ
merasakan dunia laksana mau kiamat!
Iblis Tengkorak terkejut besar.
Jantungnya mendenyut sakit sedang kedua lututnya
agak tertekuk! Ketika dia memandang ke depan dilihatnya
pemuda itu berdiri dengan tubuh bergetar, muka pucat
pasi dan sepasang mata merah sedang di tangan kanan–
nya tergenggam sebuah kapak bermata dua, yang gagang–
nya terbuat dari gading dan berbentuk kepala naga-
nagaan!
Terkesiaplah Iblis Tengkorak melihat kehebatan senjata
lawan! Kapak Maut Naga Geni 212 nyatanya bukan senjata
kosong belaka! Pukulan Raja Angin Mengamuk yang
dilepaskan tadi adalah pukulan paling hebat dan ganas
yang dimilikinya! Selama sepuluh tahun memiliki ilmu
pukulan itu tak satu lawan gagahpun yang sanggup
menghadapinya! Tapi kini seorang lawan berusia muda
sekali dengan Kapak Naga Geni 212 berhasil memusnah–
kan pukulannya itu!
Kedua mata Pendekar 212 terbuka perlahan. Satu
seringai maut tersungging di bibirnya. Parasnya yang
selama ini macam paras anak-anak dan tolol kini berubah
total menggidikkan! Sinar matanya laksana menembus
tembok baja!
"Iblis Tengkorak!" desis Wiro Sableng. "Kalau hari ini
aku tak sanggup memisahkan kepala dan badanmu,
biarlah aku mengundurkan diri dari dunia persilatan
selama-lamanya!"
Sebenarnya pemuda ini sudah terluka di dalam. Tapi
begitu Kapak Naga Geni 212 berada di tangannya satu
aliran sejuk keluar dari gagang kapak dan memberi
kekuatan baru padanya meskipun luka di dalam yang
dideritanya tidak bisa dikatakan sembuh!
Perempuan muka tengkorak tertawa dingin.
"Keluarkan semua ilmu simpananmu. Kalau kau punya
sepuluh senjata cabut sekaligus agar tidak mati penasa–
ran! Sekali Iblis Tengkorak inginkan nyawa seseorang pasti
tak bisa lepas. Tak perduli apakah kau punya tiga kepala
enam tangan!"
"Manusia sombong! Kalaupun aku mampus di tangan–
mu tapi kejahatan tak akan sanggup menumbangkan
kebenaran!"
"Jangan mengigau di siang bolong! Hari ini gelar
Pendekar Kapak Maut Geni 212 akan kuhapus dari dunia
persilatan!"
Iblis Tengkorak menggembor macam kerbau marah.
Tubuhnya lenyap dan tahu-tahu dua belas serangan telah
menyerbu Wiro Sableng!
Yang diserang tak tinggal diam. Begitu Kapak Naga
Geni 212 berkiblat maka suara menderu laksana suara
ribuan tawon merangsang telinga! Sedang dari mulut sang
pendekar melengking suara siutan nyaring yang tak
menentu dan menusuk gendang-gendang telinga!
Kejut Iblis Tengkorak bukan alang kepalang.
Putaran angin kapak tak sanggup diterobos oleh
pukulan-pukulan yang dilancarkannya. Sebaliknya angin
kapak itu memerihkan mata serta kulitnya. Dan ditambah
pula oleh suara mengaung serta siulan yang tiada henti-
hentinya menusuk liang telinganya, membuat gerakan-
gerakannya kacau balau!
Dengan penasaran dan kalap, dalam jarak sedekat itu
Iblis Tengkorak lepaskan pukulan Raja Angin Mengamuk.
Tapi cepat-cepat dia tarik pulang tangan kanannya karena
jurus putaran kapak yang bernama Pecut Sakti Menabas
Tugu yang dilancarkan oleh Pendekar 212 hampir saja
membuat tangan kanannya terbabat putus!
Semua orang yang menyaksikan tak dapat lagi melihat
wujud tubuh kedua manusia yang bertempur itu. Menyak–
sikan lama-lama mata mereka menjadi sakit dan kepala
masing-masing menjadi pusing!
Telah dua kali Iblis Tengkorak tukar ilmu silatnya
namun tetap saja dia kena didesak! Tubuhnya telah mandi
keringat dingin. Tiba-tiba dengan licik manusia muka
tengkorak ini menyelundup ke belakang tubuh Pendekar
212 dan dari belakang ini lancarkan satu serangan maut
yang ganas!
Tapi Wiro sudah lebih dahulu rasakan datangnya angin
serangan yang dingin di punggungnya. Dengan lancarkan
jurus Di Balik Gunung Memukul Halilintar Wiro balikkan
badan!
Iblis Tengkorak tak mengira lawannya akan mengetahui
posisinya dan bisa menyerang secepat itu. Dengan gugup
dia mengelak. Wiro susul dengan jurus Membuka Jendela
Memanah Rembulan yang tak asing lagi. Tangan kirinya
membabat ke pinggang lawan. Jubah hitam masih bisa
berkelit tapi serangan yang lebih ganas tak dapat dihindarkannya yaitu serangan kapak yang laksana anak panah
melesat menyambar ke arah batang lehernya!
Craas!
Darah memancur.
Tubuh Iblis Tengkorak roboh ke lantai panggung. Kepa–
lanya menggelinding mengerikan!
Semua orang menjadi gempar!
Dan ketika mereka memandang lagi ke atas panggung,
Wiro Sableng sudah tak ada. Bahkan kemudian mereka
menyadari bahwa Permani pun tak ada lagi di hadapan
podium! Untuk kedua kalinya semua orang menjadi
gempar!