KETIKA berjalan kembali ke goa sehabis member–
sihkan tangan dan beberapa bagian tubuhnya Wiro
tersentak kaget. Telinganya yang tajam mendengar
suara ribut-ribut seperti suara orang berkelahi yang
diselingi suara tertawa gelak-gelak! Tanpa membuang
waktu dia berlari cepat. Begitu sampai di depan goa,
terkejutlah murid Eyang Sinto Gendeng ini!
Dilihatnya Permani tengah bertempur melawan seorang
laki-laki berjubah kuning yang tangannya cuma satu. Sebe–
narnya tak bisa dikatakan pertempuran. Lebih tepat kalau
dikatakan bahwa Si Jubah Kuning bertangan buntung itu
tengah mempermain-mainkan Permani serta kurang ajar
dan sambil tertawa-tawa. Setiap kali dia bergerak tangan
kanannya meraba ke bagian-bagian tubuh Permani yang
terlarang hingga gadis ini mengamuk penuh amarah. Tapi
semua serangannya luput!
Tak jauh dari tempat terjadinya perkelahian tegak
berdiri orang kedua, juga berjubah kuning dan cuma punya
satu mata alias picak! Dia menyaksikan perkelahian itu
dengan gelak tawa gembira.
"Ayo Sumplung! Robek saja pakaiannyal Biar mataku
yang cuma satu ini bisa lihat kebagusan tubuhnya! Ah...!
Sudah lama mataku tak melihat tubuh telanjang! Ha... ha...
ha!"
Di samping si mata picak ini, tersandar ke sebatang
pohon, kelihatan sebuah lukisan perempuan telanjang.
Lukisan itu sudah agak kotor dan kayu pigura bagian
bawahnya ada bekas sambungan! Seperti kawannya,
diapun memelihara berewok. Kalau tadi Wiro sudah
demikian terkejutnya melihat pertempuran antara Permani
dan si tangan buntung maka melihat lukisan telanjang itu
puluhan kali dia lebih terkejut!
Tak bisa tidak kedua manusia berjubah kuning ini
adalah Sepasang Elmaut Kuning yang telah membunuh Si
Pelukis Aneh dan mencuri lukisan perempuan telanjang itu!
Ditambah dengan menyaksikan apa yang diperbuat si
tangan buntung terhadap Permani maka menggemuruhlah
amarah Wiro Sableng.
"Iblis-iblis kesasar! Dicari-cari tidak ketemu! Sekarang
tahu-tahu kalian muncul di depan hidungku!" Serentak
dengan itu Wiro Sableng segera melompat ke hadapan si
tangan buntung!
Kedua manusia berjubah kuning itu memang bukan lain
dari Sepasang Elmaut Kuning adanya. Bagaimana mereka
bisa sampai ke tempat itu?
Seperti telah diceritakan sebelumnya, mereka diam di
sebuah goa yang terletak di lembah berbatu-batu. Karena
sebegitu jauh mereka belum juga bisa membongkar
rahasia yang tersembunyi di dalam lukisan perempuan
telanjang maka keduanya akhirnya memutuskan untuk
pergi ke kampung tempat kediaman calon murid Si Pelukis
Aneh yaitu Wira Prakarsa. Mereka menduga anak itu pasti
mengetahui rahasia tersebut dan kemudian memaksanya
untuk memberi keterangan! Di samping itu, diam lama-
lama di lembah batu sudah terasa tidak aman bagi
Sepasang Elmaut Kuning. Anak-anak murid Perguruan
Seberang Kidul dan Si Katai Bisu telah mengetahui tempat
persembunyian mereka tersebut. Meski orang-orang itu
telah berhasil mereka kirim ke akhirat namun bukan tak
mustahil banyak lagi tokoh-tokoh silat akan mendatangi
mereka untuk menuntut balas ataupun mencuri lukisan
yang ada di tangan mereka. Maka keduanyapun berang–
katlah meninggalkan lembah batu. Dalam perjalanan
mereka melewati tempat di mana Permani berada dan
yang saat itu tengah berdiri di depan makam Panuluh dan
ayahnya. Melihat gadis cantik di tengah daerah liar begitu
rupa, tentu saja Sepasang Elmaut Kuning jadi tertarik.
Nafsu bejat merangsang keduanya dan Elmaut Kuning
Kuping Sumplung 'turun tangan' lebih dulu hingga akhirnya
terjadilah pertempuran!
Sepasang Elmaut Kuning bukan kepalang terkejut
mereka sewaktu mendengar bentak memaki Wiro Sableng.
Lebih-lebih Kuping Sumplung yang saat itu tengah
menjamahi tubuh Permani sambil tertawa mengekeh! Dia
dengan cepat menyurut mundur sewaktu merasa satu
angin mendorongnya dengan hebat hingga kalau saja dia
tidak lekas-lekas kerahkan tenaga dalamnya pastilah akan
dibuat mencelat mental!
"Pemuda gondrong hina dina!" bentak Kuping
Sumplung. "Siapa kau?!"
"Kau dan kambratmu yang bermata satu itu pastilah
Sepasang Elmaut Kuning!"
"Hem... matamu cukup tajam untuk mengenali kami.
Lekas terangkan siapa kau dan apakah mau mencari
mampus sengaja membuat kericuhan di sini?!"
Wiro tertawa mengejek. "Mataku bukan cuma cukup
tajam mengenali tampang-tampang kalian, tapi juga
mengetahui bahwa kalianlah bangsat-bangsatnya yang
telah membunuh Si Pelukis Aneh lalu melarikan lukisan
perempuan telanjang itu! Dan kini kau yang berkuping
sumplung bertangan buntung berani bikin kurang ajar
terhadap kawanku!"
"Ho... ho, jadi kau adalah kawannya si cantik ini?! Kalau
begitu biar kau kubikin mampus lebih dulu agar kami
berdua tak banyak rintangan untuk menikmati tubuhnya
nanti!"
Elmaut Kuning Kuping Sumplung tutup ucapannya
dengan serangan tangan kanan yang hebat dan ber–
kekuatan sepertiga tenaga dalamnya. Satu kali pukul dia
berharap akan dapat membuat pemuda itu menemui
ajalnya, sekurang-kurangnya luka parah dan cacat seumur
hidup!
Tapi bukan main kejut Kuping Sumplung ketika melihat
bagaimana pemuda itu bukan saja berhasil
mengelakkannya tapi juga ganti membalas dengan satu
serangan yang ganas!
Elmaut Kuning Kuping Sumplung melompat ke
samping. Tangan kanannya kirimkan jotosan angin keras
sedang kaki kanan serentak dengan itu menendang ke
pinggang. Inilah jurus yang dinamakan Dua Palu Sakti
Melanda Mega. Angin serangannya saja hebatnya bukan
olah-olah!
Pendekar 212 Wiro Sableng melompat satu setengah
tombak ke udara. Tendangan maut lawan lewat, sebaliknya
dengan tangan kirinya Wiro sengaja memapasi lengan
lawan. Elmaut Kuning Kuping Sumplung kertakkan rahang!
Seluruh tenaga dalamnya dialirkan ke tangan kanan!
Sebagai seorang tokoh silat yang ditakuti di delapan
penjuru angin, Kuping Sumplung merasa bahwa tenaga
dalamnya jauh lebih tinggi dari lawan. Dia sengaja
mengambil keputusan untuk bentrokan lengan dengan
lengan dan memastikan lengan lawannya akan patah! Di
lain pihak memang bentrokan inilah yang dikehendaki Wiro
Sableng!
Sekejap kemudian lengan kedua orang yang bertempur
itupun beradu!
Wiro Sableng mengerenyit. Lengannya tergetar sakit.
Kulitnya keriputan dengan serta merta. Sebaliknya dari
mulut Elmaut Kuning Kuping Sumplung terdengar suara
pekik setinggi langit.
Dia melompat dua tombak ke belakang. Lengannya
yang beradu kelihatan terkulai bergoyang-goyang! Ternyata
tulang lengannya telah patah! Untung daging lengan itu
hanya sebagian saja yang hancur, kalau tidak pasti di saat
itu juga lengan kanan Kuping Sumplung akan putus dua!
Namun demikian keadaan Kuping Sumplung adalah parah
sekali! Tak mungkin baginya untuk meneruskan pertem–
puran! Bahkan mungkin lengannya itu tak bisa diper–
gunakan lagi untuk selama-lamanya! Dengan menggigit
bibir menahan rasa sakit, Kuping Sumplung totok beberapa
urat di pangkal bahunya. Rasa sakitpun hilang.
Melihat kambratnya dibikin demikian rupa marahlah
Elmaut Kuning Mata Picak! Berewoknya meranggas kaku
karena luapan amarah itu! Di samping marah dia juga
terkejut karena tidak menyangka bahwa pemuda
bertampang tolol itu berkepandaian sedemikian tingginya!
Dengan langkah-langkah besar Mata Picak maju ke
hadapan Pendekar 212 Wiro Sableng!
"Budak anjing hina dina!" bentaknya, "Aku tak begitu
senang membunuh manusia yang aku tidak tahu siapa
adanya! Lekas terangkan namamu!"
Wiro tertawa bergelak dan bertolak pinggang. "Bicara–
mu keren sekali, Mata Picak," sahut Wiro. Dia melirik pada
Elmaut Kuning Kuping Sumplung yang duduk menjelepok
di tanah sambil berusaha mengobati lengannya yang
patah. "Namaku kau tak perlu tahu. Tapi apakah kau kenal
dengan tiga buah angka ini?!" Habis berkata begitu Wiro
pukulkan telapak tangan kanannya ke arah dada Mata
Picak. Selarik angin menyambar panas!
"Kurang ajar!" maki Mata Picak seraya menyingkir ke
samping. Dia terkejut ketika mendengar suara jeritan di
belakangnya. Sewaktu berpaling dilihatnya Kuping Sum–
plung yang menjelepok di tanah terjerongkang ke
belakang, menggeletak di tanah tanpa bergerak lagi! Dan
di keningnya yang saat itu menjadi hitam jelas kelihatan
tiga buah angka putih 212!
Tergetarlah hati Elmaut Kuning Mata Picak! Sejak
hampir satu tahun belakangan ini dia telah mendengar
tentang munculnya seorang pendekar yang berjuluk Pen–
dekar Kapak Maut Naga Geni 212! Belasan tokoh silat
golongan hitam menemui ajal di tangannya! Bahkan
banyak pula partai-partai silat yang hancur diobrak-abrik
Pendekar 212! Pendekar itu sudah merupakan momok
paling ditakuti oleh tokoh-tokoh silat golongan hitam. Dan
kini tiada dinyana dia sendiri berhadap-hadapan dengan
Pendekar 212 itu! Lebih tidak dinyana lagi ialah bahwa
Pendekar 212 itu adalah seorang pemuda belia bertampang tolol!
Dan telah merampas jiwa kawannya, di
depan mata kepalanya sendiri!
Mata Picak yang berotak cerdik dan tahu bahwa
pemuda itu bukan lawan enteng serta mengkhawatirkan
pula akan lukisan perempuan telanjang, sambil tertawa
dan berbatuk-batuk berkata, "Ah... ah... dengan seorang
gagah! Nama besarmu sudah sejak lama kudengar,
Pendekar 212!" Lalu dengan rangkapkan tangan di muka
dada dia meneruskan, "Sebenarnya antara kita tak ada
permusuhan, tak ada silang sengketa bahkan di hari ini
baru bertemu muka. Gerangan apakah yang membuatmu
sampai demikian tega merampas nyawa sahabatku?!"
Wiro tertawa gelak-gelak.
"Kalau tak ada hujan masakan ada geledek!" kata Wiro.
"Kambratmu itu telah berani berlaku kurang ajar terhadap
sahabatku..."
"Hem...," Mata Picak menggumam dan tarik nafas
panjang. "Sahabatku itu memang ceriwis dan tak boleh
lihat perempuan cantik! Tapi kurasa dia sudah menebus
kekurangajarannya itu dengan nyawanya sendiri? Sekarang
antara kita tak ada apa-apa lagi. Aku akan pergi dan di lain
hari kuharap bisa bertemu dengan kau lagi!"
"Mana bisa kau pergi seenaknya!"
Terkejutlah Mata Picak mendengar ucapan Wiro. "Kau
telah membunuh Si Pelukis Aneh dan mencuri lukisan yang
tersandar di pohon itu! Untuk itu kau patut menerima
hukuman!"
Paras Mata Picak berubah membesi.
"Agaknya kau punya sangkut paut dan hubungan
tertentu dengan Si Pelukis Aneh..."
"Ada hubungan atau tidak, kau tak usah ambil perduli.
Yang penting kau musti serahkan lukisan itu kepadaku!
Sedang sebagai hukuman karena telah membunuh Si
Pelukis Aneh, kau harus cungkil biji matamu yang tinggal
satu itu!"
Elmaut Kuning Mata Picak tertawa terbahak-bahak.
"Aku sudah relakan kematian sobatku. Sekarang kau minta
barang yang bukan milikmu. Menyuruh aku mencungkil
mataku sendiri! Sungguh keterlaluan! Nama besarmu
terpaksa kulenyapkan dari muka bumi hari ini juga!"
Begitu selesai bicara Mata Picak menggembor dan
menerjang ke muka. Dalam sekejap saja kedua orang ini
sudah terlibat dalam satu pertempuran dahsyat. Gerakan
Mata Picak hebat sekali, tubuhnya lenyap. Hanya bayangan
sinar kuning jubahnya saja yang kelihatan menelikung
mengurung tubuh Pendekar 212!
Di lain pihak begitu diserang lawan Wiro segera maklum
bahwa Mata Picak ilmu silat dan kesaktiannya lebih tinggi
dari Kuping Sumplung. Karenanya dengan berhati-hati Wiro
melayani lawannya ini. Dalam tempo yang singkat sepuluh
jurus sudah berlalu!
Elmaut Kuning Mata Picak membentak nyaring dan
tukar permainan silatnya dengan jurus-jurus yang disebut
Elmaut Menggila. Untuk lima jurus lamanya Wiro Sableng
bertahan mati-matian. Lima jurus kemudian Pendekar 212
mulai terdesak! Sambil keluarkan suara bersiul Wiro per–
cepat gerakannya tapi dia terkejut ketika di sekelilingnya
terdengar suara, wutt... wutt... wutt... wutt! Selarik sinar
hijau melingkarinya dan mengeluarkan angin dingin yang
menyembilu sekujur tubuh Pendekar 212!
Wiro tak tahu senjata apa yang di tangan lawan, karena
gerakan yang dibuat Mata Picak sangat cepat luar biasa!
Dalam pada itu detik demi detik kekuatan tubuhnya sema–
kin mengendur sedang setiap serangannya senantiasa
terbendung oleh lingkaran sinar hijau!
Breet!
Wiro merasa dadanya laksana dipalu! Dia melompat
mundur. Parasnya berubah. Pakaian putih di bagian dada–
nya robek besar. Belum sempat dia berbuat sesuatu apa,
tiba-tiba Mata Picak sudah menyerangnya lagi. Meski
sekilas tapi Wiro berhasil melihat senjata-senjata di tangan
lawannya. Senjata itu ternyata adalah sebuah kebutan
yang terbuat dari bulu-bulu halus berwarna hijau!
Wuuut!
Kebutan itu menderu lagi dengan hebatnya.
Dua tiga kali Wiro lepaskan pukulan yang mengandung
tenaga dalam hebat tapi senjata sakti di tangan lawan
benar-benar mematikan dan membuyarkan pukulan-puku–
lan tangguhnya itu. Wiro mulai memaki-maki dalam hati.
Suara siulan mengumandang aneh dari sela bibirnya!
Tangan kanan menyelinap datar kian kemari. Tiba-tiba jari-
jari tangan itu telah berubah menjadi putih dan kuku-
kukunya laksana kilauan perak mendidih!
"Mata Picak ayo tangkis pukulan Sinar Matahari-ku ini!"
teriak Wiro Sableng.
Mendengar nama pukulan itu, Elmaut Kuning Mata
Picak lipat gandakan tenaga dalamnya dan mendahului
menyerang. Tapi di saat itu pula Wiro sudah turunkan
tangan kanannya!
Wuss!
Mata Picak terpekik!
Kebutan di tangannya mental dan hancur bertaburan
sedang tangan kanannya hangus hitam laksana terbakar!
Buru-buru manusia ini alirkan tenaga dalamnya ke tangan
yang terluka, telan sebutir pil dan atur jalan darah! Untuk
menolak racun pukulan dia kemudian menotok urat besar
di bahunya!
Diam-diam Wiro memuji kehebatan daya tahan manusia
ini. Seseorang yang tersambar pukulan Sinar Matahari
biasanya tak ada ampun lagi, pasti akan menggeletak mati!
"Anjing hina dina! Bersiaplah untuk mampus!" teriak
Mata Picak. Mulutnya berkomat-kamit, kedua tangan
diangkat ke atas dan memancarkan sinar kekuning-
kuningan. Melihat ini Wiro segera cabut Kapak Maut Naga
Geni 212.
Lalu Elmaut Kuning Mata Picak pukulkan kedua
tangannya ke muka. Terdengar suara menderu laksana
topan prahara. Dua gelombang sinar kuning melesat.
Puluhan Paku Emas Beracun bertaburan menyambar ke
arah tubuh Pendekar 212 Wiro Sableng!
Kapak Naga Geni 212 berkiblat membuat gerakan setengah lingkaran!
Sinar putih menyilaukan menggebu ke
muka memapasi dua gelombang sinar kuning yang
melesatkan puluhan paku-paku emas beracun. Laksana
daun kering dihembus angin puting beliung demikianlah
bermentalannya senjata rahasia sakti Elmaut Kuning Mata
Picak itu!
Mata Picak tersirat kaget. Mukanya pucat laksana
mayat! Selama sepuluh tahun ini tak satu kekuatan
lawanpun yang sanggup menumbangkan pukulan Paku
Emas Beracunnya itu demikian hebatnya! Apalagi serangan
itu tadi dengan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya!
Melihat ini dan memaklumi bahwa naga-naganya dia
akan mencari penyakit jika meneruskan pertempuran
maka tak ayal lagi Mata Picak segera melompat mundur,
menyambar lukisan perempuan telanjang dan larikan diri
dengan cepat!
"Hai! Jalan ke neraka bukan ke situ Mata Picak!" seru
Wiro Sableng. Dia mengejar dengan sebat. Enam langkah
di belakang lawan Wiro buat gerakan Burung Walet
Menembus Awan. Tubuhnya melesat di udara dan ketika
turun tahu-tahu sudah menghadang larinya Mata Picak!
"Keparat! Mampuslah!" hardik Mata Picak dan
lepaskan pukulan Paku Emas Beracun dengan tangan
kirinya!
Tapi sekali ini dia terlambat! Belum lagi paku-paku itu
berlesatan, Kapak Naga Geni 212 sudah membabat dan,
cras! Putuslah lengan kiri Mata Picak! Manusia ini meraung
kesakitan. Tubuhnya terasa panas. Dari buntungan
tangannya mengalir hawa aneh yang menggidikkan bulu
kuduknya. Pasti racun Kapak Naga Geni 212 telah mulai
menggerayangi tubuhnya! Dengan kalap Mata Picak
hantamkan lukisan perempuan telanjang ke kepala Wiro
Sableng.
Wiro menangkis.
Braak!
Kayu lukisan itu hancur berantakan. Bagian bawah dari
lukisan robek sepanjang setengah jengkal!
Mata Picak makin penasaran dan kirimkan satu
tendangan kilat ke bawah perut lawan! Kapak Naga Geni
menderu turun.
Untuk kedua kalinya terdengar suara cras!
Untuk kedua kalinya pula terdengar raungan Mata
Picak. Betisnya telah terbabat putus. Tak ampun lagi
tubuhnya tergelimpang ke tanah. Beberapa saat lamanya
dia menggelepar-gelepar macam ikan meregang nyawa.
Kemudian tubuhnya tak bergerak lagi tanda rohnya
melayang sudah!
Wiro Sableng usap-usap lengannya yang dihantam
pigura lukisan. Lengan itu lecet dan bengkak, tapi tidak
mengkhawatirkan. Diambilnya lukisan yang terhampar di
tanah dan kembali ke depan goa.
Permani tak kelihatan di situ. Tentu di dalam goa, pikir
Wiro. Dia masuk ke dalam. Tapi sang dara juga tak
kelihatan. Diperhatikannya Sokananta yang terbelenggu di
dinding. Sekujur tubuhnya bergelimang darah. Mukanya
hancur. Ketika didekati dan diperhatikan oleh Wiro,
ternyata manusia itu sudah tak bernafas lagi! Pembalasan
yang setimpal telah didapatnya!
Wiro keluar dari goa dan berseru memanggil Permani.
Tak ada jawaban. Dia memandang kian kemari. Pada saat
itulah dilihatnya sederet tulisan di atas tanah. Wiro terkejut
dan membacanya: "Permani berjodoh untuk jadi muridku,
pengganti Anggini. Sampai jumpa, Dewa Tuak."
Membaca tulisan di atas tanah itu, legalah hati Wiro
Sableng. Dia bersyukur Dewa Tuak melakukan hal itu.
Bukan saja Permani kelak bakal mendapat pelajaran ilmu
silat dan ilmu kesaktian yang tinggi, tapi yang lebih penting
bagi Wiro ialah bahwa gadis itu tak jadi meneruskan
niatnya untuk hidup sebagai pertapa!
Wiro mendongak ke langit. Matahari telah tinggi, hampir
mencapai titik kulminasinya. Wiro kemudian memper–
hatikan lukisan di tangan kirinya. Kayu piguranya telah
hancur bagian bawah. Wiro berpikir, apakah perlu dia
memperbaiki kayu pigura yang hancur itu dan menjahit
bagian lukisan yang robek, kemudian baru membawanya
ke tempat kediaman Wira Prakarsa, calon murid Si Pelukis
Aneh itu? Dia menimbang-nimbang. Lukisan itu selama dua
bulan belakangan ini telah diperebutkan oleh belasan
tokoh silat dan beberapa buah partai serta perguruan.
Membawanya secara terang-terangan pastilah akan
mencari kesulitan karena lukisan diincar oleh hampir
semua tokoh-tokoh silat, terutama mereka dari golongan
hitam! Pendekar 212 garuk-garuk kepala.
Akhirnya Wiro Sableng mendapat akal. Dibukanya
keempat sisi kayu pigura lukisan itu satu demi satu.
Dengan menggulung lukisan itu dan menyimpannya di balik
pakaian pasti akan aman dalam perjalanan. Ketika kayu
pigura sudah dilepaskan, ketika Wiro hendak menggulung
lukisan itu, jari-jari tangannya merasakan kain lukisan itu
bergeser-geser. Diperhatikannya dengan teliti. Ternyata di
bawah kain lukisan perempuan telanjang itu, terdapat lagi
sebuah kain lain yang putih bersih. Tentunya ini sebagai
alas saja pikir Wiro. Tapi tak sengaja tiba-tiba kain putih di
bagian bawah itu menjulai ke bawah dan tersingkap.
Terkesiaplah Wiro Sableng sewaktu melihat bagian
pada kain yang disangkanya cuma sebagai alas itu ternyata
terdapat tulisan-tulisan banyak sekali dan juga gambar-
gambar orang bermain silat! Dan ketika diteliti ternyata
semua tulisan dan gambar-gambar itu adalah sebuah ilmu
silat aneh yang mengandung jurus-jurus luar biasa
hebatnya!
Wiro geleng-gelengkan kepala. Rupanya inilah rahasia
besar yang disembunyikan Si Pelukis Aneh dalam lukisan
perempuan telanjang itu. Pantas saja Si Pelukis Aneh tak
mau menjualnya tempo hari pada Adipati Pamekasan
meskipun sudah ditawar duaratus ringgit. Sungguh cerdik
sekali orang tua itu menyembunyikan ilmu silat yang
hendak diwariskannya pada calon muridnya! Wiro meneliti
lagi pelajaran silat yang tertulis di kain putih itu. Si Pelukis
Aneh menamakan ilmu silatnya itu Ilmu Silat Selusin Jurus
Aneh. Sesuai dengan namanya, maka seluruh pelajaran
berjumlah dua belas jurus tapi bisa dipecah-pecah sampai
puluhan anak jurus! Wiro harus mengakui kehebatan ilmu
silat yang ditulis oleh Si Pelukis Aneh itu. Tak dapat tidak,
siapa yang mempelajarinya pasti akan menjadi seorang
tokoh besar yang dikagumi dalam dunia persilatan!
Sebagai seorang pendekar berhati polos jujur, Wiro tak
mau mencuri mempelajari ilmu silat itu. Perlahan-lahan
digulungnya kedua kain itu sekaligus. Sesaat kemudian
diapun sudah berlalu dari situ.
*TAMAT*