Chereads / wiro sableng 212 " rahasia lukisan telanjang " / Chapter 21 - RAHASIA LUKISAN TELANJANG 15

Chapter 21 - RAHASIA LUKISAN TELANJANG 15

KETIKA berjalan kembali ke goa sehabis member–

sihkan tangan dan beberapa bagian tubuhnya Wiro

tersentak kaget. Telinganya yang tajam mendengar

suara ribut-ribut seperti suara orang berkelahi yang

diselingi suara tertawa gelak-gelak! Tanpa membuang

waktu dia berlari cepat. Begitu sampai di depan goa,

terkejutlah murid Eyang Sinto Gendeng ini!

Dilihatnya Permani tengah bertempur melawan seorang

laki-laki berjubah kuning yang tangannya cuma satu. Sebe–

narnya tak bisa dikatakan pertempuran. Lebih tepat kalau

dikatakan bahwa Si Jubah Kuning bertangan buntung itu

tengah mempermain-mainkan Permani serta kurang ajar

dan sambil tertawa-tawa. Setiap kali dia bergerak tangan

kanannya meraba ke bagian-bagian tubuh Permani yang

terlarang hingga gadis ini mengamuk penuh amarah. Tapi

semua serangannya luput!

Tak jauh dari tempat terjadinya perkelahian tegak

berdiri orang kedua, juga berjubah kuning dan cuma punya

satu mata alias picak! Dia menyaksikan perkelahian itu

dengan gelak tawa gembira.

"Ayo Sumplung! Robek saja pakaiannyal Biar mataku

yang cuma satu ini bisa lihat kebagusan tubuhnya! Ah...!

Sudah lama mataku tak melihat tubuh telanjang! Ha... ha...

ha!"

Di samping si mata picak ini, tersandar ke sebatang

pohon, kelihatan sebuah lukisan perempuan telanjang.

Lukisan itu sudah agak kotor dan kayu pigura bagian

bawahnya ada bekas sambungan! Seperti kawannya,

diapun memelihara berewok. Kalau tadi Wiro sudah

demikian terkejutnya melihat pertempuran antara Permani

dan si tangan buntung maka melihat lukisan telanjang itu

puluhan kali dia lebih terkejut!

Tak bisa tidak kedua manusia berjubah kuning ini

adalah Sepasang Elmaut Kuning yang telah membunuh Si

Pelukis Aneh dan mencuri lukisan perempuan telanjang itu!

Ditambah dengan menyaksikan apa yang diperbuat si

tangan buntung terhadap Permani maka menggemuruhlah

amarah Wiro Sableng.

"Iblis-iblis kesasar! Dicari-cari tidak ketemu! Sekarang

tahu-tahu kalian muncul di depan hidungku!" Serentak

dengan itu Wiro Sableng segera melompat ke hadapan si

tangan buntung!

Kedua manusia berjubah kuning itu memang bukan lain

dari Sepasang Elmaut Kuning adanya. Bagaimana mereka

bisa sampai ke tempat itu?

Seperti telah diceritakan sebelumnya, mereka diam di

sebuah goa yang terletak di lembah berbatu-batu. Karena

sebegitu jauh mereka belum juga bisa membongkar

rahasia yang tersembunyi di dalam lukisan perempuan

telanjang maka keduanya akhirnya memutuskan untuk

pergi ke kampung tempat kediaman calon murid Si Pelukis

Aneh yaitu Wira Prakarsa. Mereka menduga anak itu pasti

mengetahui rahasia tersebut dan kemudian memaksanya

untuk memberi keterangan! Di samping itu, diam lama-

lama di lembah batu sudah terasa tidak aman bagi

Sepasang Elmaut Kuning. Anak-anak murid Perguruan

Seberang Kidul dan Si Katai Bisu telah mengetahui tempat

persembunyian mereka tersebut. Meski orang-orang itu

telah berhasil mereka kirim ke akhirat namun bukan tak

mustahil banyak lagi tokoh-tokoh silat akan mendatangi

mereka untuk menuntut balas ataupun mencuri lukisan

yang ada di tangan mereka. Maka keduanyapun berang–

katlah meninggalkan lembah batu. Dalam perjalanan

mereka melewati tempat di mana Permani berada dan

yang saat itu tengah berdiri di depan makam Panuluh dan

ayahnya. Melihat gadis cantik di tengah daerah liar begitu

rupa, tentu saja Sepasang Elmaut Kuning jadi tertarik.

Nafsu bejat merangsang keduanya dan Elmaut Kuning

Kuping Sumplung 'turun tangan' lebih dulu hingga akhirnya

terjadilah pertempuran!

Sepasang Elmaut Kuning bukan kepalang terkejut

mereka sewaktu mendengar bentak memaki Wiro Sableng.

Lebih-lebih Kuping Sumplung yang saat itu tengah

menjamahi tubuh Permani sambil tertawa mengekeh! Dia

dengan cepat menyurut mundur sewaktu merasa satu

angin mendorongnya dengan hebat hingga kalau saja dia

tidak lekas-lekas kerahkan tenaga dalamnya pastilah akan

dibuat mencelat mental!

"Pemuda gondrong hina dina!" bentak Kuping

Sumplung. "Siapa kau?!"

"Kau dan kambratmu yang bermata satu itu pastilah

Sepasang Elmaut Kuning!"

"Hem... matamu cukup tajam untuk mengenali kami.

Lekas terangkan siapa kau dan apakah mau mencari

mampus sengaja membuat kericuhan di sini?!"

Wiro tertawa mengejek. "Mataku bukan cuma cukup

tajam mengenali tampang-tampang kalian, tapi juga

mengetahui bahwa kalianlah bangsat-bangsatnya yang

telah membunuh Si Pelukis Aneh lalu melarikan lukisan

perempuan telanjang itu! Dan kini kau yang berkuping

sumplung bertangan buntung berani bikin kurang ajar

terhadap kawanku!"

"Ho... ho, jadi kau adalah kawannya si cantik ini?! Kalau

begitu biar kau kubikin mampus lebih dulu agar kami

berdua tak banyak rintangan untuk menikmati tubuhnya

nanti!"

Elmaut Kuning Kuping Sumplung tutup ucapannya

dengan serangan tangan kanan yang hebat dan ber–

kekuatan sepertiga tenaga dalamnya. Satu kali pukul dia

berharap akan dapat membuat pemuda itu menemui

ajalnya, sekurang-kurangnya luka parah dan cacat seumur

hidup!

Tapi bukan main kejut Kuping Sumplung ketika melihat

bagaimana pemuda itu bukan saja berhasil

mengelakkannya tapi juga ganti membalas dengan satu

serangan yang ganas!

Elmaut Kuning Kuping Sumplung melompat ke

samping. Tangan kanannya kirimkan jotosan angin keras

sedang kaki kanan serentak dengan itu menendang ke

pinggang. Inilah jurus yang dinamakan Dua Palu Sakti

Melanda Mega. Angin serangannya saja hebatnya bukan

olah-olah!

Pendekar 212 Wiro Sableng melompat satu setengah

tombak ke udara. Tendangan maut lawan lewat, sebaliknya

dengan tangan kirinya Wiro sengaja memapasi lengan

lawan. Elmaut Kuning Kuping Sumplung kertakkan rahang!

Seluruh tenaga dalamnya dialirkan ke tangan kanan!

Sebagai seorang tokoh silat yang ditakuti di delapan

penjuru angin, Kuping Sumplung merasa bahwa tenaga

dalamnya jauh lebih tinggi dari lawan. Dia sengaja

mengambil keputusan untuk bentrokan lengan dengan

lengan dan memastikan lengan lawannya akan patah! Di

lain pihak memang bentrokan inilah yang dikehendaki Wiro

Sableng!

Sekejap kemudian lengan kedua orang yang bertempur

itupun beradu!

Wiro Sableng mengerenyit. Lengannya tergetar sakit.

Kulitnya keriputan dengan serta merta. Sebaliknya dari

mulut Elmaut Kuning Kuping Sumplung terdengar suara

pekik setinggi langit.

Dia melompat dua tombak ke belakang. Lengannya

yang beradu kelihatan terkulai bergoyang-goyang! Ternyata

tulang lengannya telah patah! Untung daging lengan itu

hanya sebagian saja yang hancur, kalau tidak pasti di saat

itu juga lengan kanan Kuping Sumplung akan putus dua!

Namun demikian keadaan Kuping Sumplung adalah parah

sekali! Tak mungkin baginya untuk meneruskan pertem–

puran! Bahkan mungkin lengannya itu tak bisa diper–

gunakan lagi untuk selama-lamanya! Dengan menggigit

bibir menahan rasa sakit, Kuping Sumplung totok beberapa

urat di pangkal bahunya. Rasa sakitpun hilang.

Melihat kambratnya dibikin demikian rupa marahlah

Elmaut Kuning Mata Picak! Berewoknya meranggas kaku

karena luapan amarah itu! Di samping marah dia juga

terkejut karena tidak menyangka bahwa pemuda

bertampang tolol itu berkepandaian sedemikian tingginya!

Dengan langkah-langkah besar Mata Picak maju ke

hadapan Pendekar 212 Wiro Sableng!

"Budak anjing hina dina!" bentaknya, "Aku tak begitu

senang membunuh manusia yang aku tidak tahu siapa

adanya! Lekas terangkan namamu!"

Wiro tertawa bergelak dan bertolak pinggang. "Bicara–

mu keren sekali, Mata Picak," sahut Wiro. Dia melirik pada

Elmaut Kuning Kuping Sumplung yang duduk menjelepok

di tanah sambil berusaha mengobati lengannya yang

patah. "Namaku kau tak perlu tahu. Tapi apakah kau kenal

dengan tiga buah angka ini?!" Habis berkata begitu Wiro

pukulkan telapak tangan kanannya ke arah dada Mata

Picak. Selarik angin menyambar panas!

"Kurang ajar!" maki Mata Picak seraya menyingkir ke

samping. Dia terkejut ketika mendengar suara jeritan di

belakangnya. Sewaktu berpaling dilihatnya Kuping Sum–

plung yang menjelepok di tanah terjerongkang ke

belakang, menggeletak di tanah tanpa bergerak lagi! Dan

di keningnya yang saat itu menjadi hitam jelas kelihatan

tiga buah angka putih 212!

Tergetarlah hati Elmaut Kuning Mata Picak! Sejak

hampir satu tahun belakangan ini dia telah mendengar

tentang munculnya seorang pendekar yang berjuluk Pen–

dekar Kapak Maut Naga Geni 212! Belasan tokoh silat

golongan hitam menemui ajal di tangannya! Bahkan

banyak pula partai-partai silat yang hancur diobrak-abrik

Pendekar 212! Pendekar itu sudah merupakan momok

paling ditakuti oleh tokoh-tokoh silat golongan hitam. Dan

kini tiada dinyana dia sendiri berhadap-hadapan dengan

Pendekar 212 itu! Lebih tidak dinyana lagi ialah bahwa

Pendekar 212 itu adalah seorang pemuda belia bertampang tolol!

Dan telah merampas jiwa kawannya, di

depan mata kepalanya sendiri!

Mata Picak yang berotak cerdik dan tahu bahwa

pemuda itu bukan lawan enteng serta mengkhawatirkan

pula akan lukisan perempuan telanjang, sambil tertawa

dan berbatuk-batuk berkata, "Ah... ah... dengan seorang

gagah! Nama besarmu sudah sejak lama kudengar,

Pendekar 212!" Lalu dengan rangkapkan tangan di muka

dada dia meneruskan, "Sebenarnya antara kita tak ada

permusuhan, tak ada silang sengketa bahkan di hari ini

baru bertemu muka. Gerangan apakah yang membuatmu

sampai demikian tega merampas nyawa sahabatku?!"

Wiro tertawa gelak-gelak.

"Kalau tak ada hujan masakan ada geledek!" kata Wiro.

"Kambratmu itu telah berani berlaku kurang ajar terhadap

sahabatku..."

"Hem...," Mata Picak menggumam dan tarik nafas

panjang. "Sahabatku itu memang ceriwis dan tak boleh

lihat perempuan cantik! Tapi kurasa dia sudah menebus

kekurangajarannya itu dengan nyawanya sendiri? Sekarang

antara kita tak ada apa-apa lagi. Aku akan pergi dan di lain

hari kuharap bisa bertemu dengan kau lagi!"

"Mana bisa kau pergi seenaknya!"

Terkejutlah Mata Picak mendengar ucapan Wiro. "Kau

telah membunuh Si Pelukis Aneh dan mencuri lukisan yang

tersandar di pohon itu! Untuk itu kau patut menerima

hukuman!"

Paras Mata Picak berubah membesi.

"Agaknya kau punya sangkut paut dan hubungan

tertentu dengan Si Pelukis Aneh..."

"Ada hubungan atau tidak, kau tak usah ambil perduli.

Yang penting kau musti serahkan lukisan itu kepadaku!

Sedang sebagai hukuman karena telah membunuh Si

Pelukis Aneh, kau harus cungkil biji matamu yang tinggal

satu itu!"

Elmaut Kuning Mata Picak tertawa terbahak-bahak.

"Aku sudah relakan kematian sobatku. Sekarang kau minta

barang yang bukan milikmu. Menyuruh aku mencungkil

mataku sendiri! Sungguh keterlaluan! Nama besarmu

terpaksa kulenyapkan dari muka bumi hari ini juga!"

Begitu selesai bicara Mata Picak menggembor dan

menerjang ke muka. Dalam sekejap saja kedua orang ini

sudah terlibat dalam satu pertempuran dahsyat. Gerakan

Mata Picak hebat sekali, tubuhnya lenyap. Hanya bayangan

sinar kuning jubahnya saja yang kelihatan menelikung

mengurung tubuh Pendekar 212!

Di lain pihak begitu diserang lawan Wiro segera maklum

bahwa Mata Picak ilmu silat dan kesaktiannya lebih tinggi

dari Kuping Sumplung. Karenanya dengan berhati-hati Wiro

melayani lawannya ini. Dalam tempo yang singkat sepuluh

jurus sudah berlalu!

Elmaut Kuning Mata Picak membentak nyaring dan

tukar permainan silatnya dengan jurus-jurus yang disebut

Elmaut Menggila. Untuk lima jurus lamanya Wiro Sableng

bertahan mati-matian. Lima jurus kemudian Pendekar 212

mulai terdesak! Sambil keluarkan suara bersiul Wiro per–

cepat gerakannya tapi dia terkejut ketika di sekelilingnya

terdengar suara, wutt... wutt... wutt... wutt! Selarik sinar

hijau melingkarinya dan mengeluarkan angin dingin yang

menyembilu sekujur tubuh Pendekar 212!

Wiro tak tahu senjata apa yang di tangan lawan, karena

gerakan yang dibuat Mata Picak sangat cepat luar biasa!

Dalam pada itu detik demi detik kekuatan tubuhnya sema–

kin mengendur sedang setiap serangannya senantiasa

terbendung oleh lingkaran sinar hijau!

Breet!

Wiro merasa dadanya laksana dipalu! Dia melompat

mundur. Parasnya berubah. Pakaian putih di bagian dada–

nya robek besar. Belum sempat dia berbuat sesuatu apa,

tiba-tiba Mata Picak sudah menyerangnya lagi. Meski

sekilas tapi Wiro berhasil melihat senjata-senjata di tangan

lawannya. Senjata itu ternyata adalah sebuah kebutan

yang terbuat dari bulu-bulu halus berwarna hijau!

Wuuut!

Kebutan itu menderu lagi dengan hebatnya.

Dua tiga kali Wiro lepaskan pukulan yang mengandung

tenaga dalam hebat tapi senjata sakti di tangan lawan

benar-benar mematikan dan membuyarkan pukulan-puku–

lan tangguhnya itu. Wiro mulai memaki-maki dalam hati.

Suara siulan mengumandang aneh dari sela bibirnya!

Tangan kanan menyelinap datar kian kemari. Tiba-tiba jari-

jari tangan itu telah berubah menjadi putih dan kuku-

kukunya laksana kilauan perak mendidih!

"Mata Picak ayo tangkis pukulan Sinar Matahari-ku ini!"

teriak Wiro Sableng.

Mendengar nama pukulan itu, Elmaut Kuning Mata

Picak lipat gandakan tenaga dalamnya dan mendahului

menyerang. Tapi di saat itu pula Wiro sudah turunkan

tangan kanannya!

Wuss!

Mata Picak terpekik!

Kebutan di tangannya mental dan hancur bertaburan

sedang tangan kanannya hangus hitam laksana terbakar!

Buru-buru manusia ini alirkan tenaga dalamnya ke tangan

yang terluka, telan sebutir pil dan atur jalan darah! Untuk

menolak racun pukulan dia kemudian menotok urat besar

di bahunya!

Diam-diam Wiro memuji kehebatan daya tahan manusia

ini. Seseorang yang tersambar pukulan Sinar Matahari

biasanya tak ada ampun lagi, pasti akan menggeletak mati!

"Anjing hina dina! Bersiaplah untuk mampus!" teriak

Mata Picak. Mulutnya berkomat-kamit, kedua tangan

diangkat ke atas dan memancarkan sinar kekuning-

kuningan. Melihat ini Wiro segera cabut Kapak Maut Naga

Geni 212.

Lalu Elmaut Kuning Mata Picak pukulkan kedua

tangannya ke muka. Terdengar suara menderu laksana

topan prahara. Dua gelombang sinar kuning melesat.

Puluhan Paku Emas Beracun bertaburan menyambar ke

arah tubuh Pendekar 212 Wiro Sableng!

Kapak Naga Geni 212 berkiblat membuat gerakan setengah lingkaran!

Sinar putih menyilaukan menggebu ke

muka memapasi dua gelombang sinar kuning yang

melesatkan puluhan paku-paku emas beracun. Laksana

daun kering dihembus angin puting beliung demikianlah

bermentalannya senjata rahasia sakti Elmaut Kuning Mata

Picak itu!

Mata Picak tersirat kaget. Mukanya pucat laksana

mayat! Selama sepuluh tahun ini tak satu kekuatan

lawanpun yang sanggup menumbangkan pukulan Paku

Emas Beracunnya itu demikian hebatnya! Apalagi serangan

itu tadi dengan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya!

Melihat ini dan memaklumi bahwa naga-naganya dia

akan mencari penyakit jika meneruskan pertempuran

maka tak ayal lagi Mata Picak segera melompat mundur,

menyambar lukisan perempuan telanjang dan larikan diri

dengan cepat!

"Hai! Jalan ke neraka bukan ke situ Mata Picak!" seru

Wiro Sableng. Dia mengejar dengan sebat. Enam langkah

di belakang lawan Wiro buat gerakan Burung Walet

Menembus Awan. Tubuhnya melesat di udara dan ketika

turun tahu-tahu sudah menghadang larinya Mata Picak!

"Keparat! Mampuslah!" hardik Mata Picak dan

lepaskan pukulan Paku Emas Beracun dengan tangan

kirinya!

Tapi sekali ini dia terlambat! Belum lagi paku-paku itu

berlesatan, Kapak Naga Geni 212 sudah membabat dan,

cras! Putuslah lengan kiri Mata Picak! Manusia ini meraung

kesakitan. Tubuhnya terasa panas. Dari buntungan

tangannya mengalir hawa aneh yang menggidikkan bulu

kuduknya. Pasti racun Kapak Naga Geni 212 telah mulai

menggerayangi tubuhnya! Dengan kalap Mata Picak

hantamkan lukisan perempuan telanjang ke kepala Wiro

Sableng.

Wiro menangkis.

Braak!

Kayu lukisan itu hancur berantakan. Bagian bawah dari

lukisan robek sepanjang setengah jengkal!

Mata Picak makin penasaran dan kirimkan satu

tendangan kilat ke bawah perut lawan! Kapak Naga Geni

menderu turun.

Untuk kedua kalinya terdengar suara cras!

Untuk kedua kalinya pula terdengar raungan Mata

Picak. Betisnya telah terbabat putus. Tak ampun lagi

tubuhnya tergelimpang ke tanah. Beberapa saat lamanya

dia menggelepar-gelepar macam ikan meregang nyawa.

Kemudian tubuhnya tak bergerak lagi tanda rohnya

melayang sudah!

Wiro Sableng usap-usap lengannya yang dihantam

pigura lukisan. Lengan itu lecet dan bengkak, tapi tidak

mengkhawatirkan. Diambilnya lukisan yang terhampar di

tanah dan kembali ke depan goa.

Permani tak kelihatan di situ. Tentu di dalam goa, pikir

Wiro. Dia masuk ke dalam. Tapi sang dara juga tak

kelihatan. Diperhatikannya Sokananta yang terbelenggu di

dinding. Sekujur tubuhnya bergelimang darah. Mukanya

hancur. Ketika didekati dan diperhatikan oleh Wiro,

ternyata manusia itu sudah tak bernafas lagi! Pembalasan

yang setimpal telah didapatnya!

Wiro keluar dari goa dan berseru memanggil Permani.

Tak ada jawaban. Dia memandang kian kemari. Pada saat

itulah dilihatnya sederet tulisan di atas tanah. Wiro terkejut

dan membacanya: "Permani berjodoh untuk jadi muridku,

pengganti Anggini. Sampai jumpa, Dewa Tuak."

Membaca tulisan di atas tanah itu, legalah hati Wiro

Sableng. Dia bersyukur Dewa Tuak melakukan hal itu.

Bukan saja Permani kelak bakal mendapat pelajaran ilmu

silat dan ilmu kesaktian yang tinggi, tapi yang lebih penting

bagi Wiro ialah bahwa gadis itu tak jadi meneruskan

niatnya untuk hidup sebagai pertapa!

Wiro mendongak ke langit. Matahari telah tinggi, hampir

mencapai titik kulminasinya. Wiro kemudian memper–

hatikan lukisan di tangan kirinya. Kayu piguranya telah

hancur bagian bawah. Wiro berpikir, apakah perlu dia

memperbaiki kayu pigura yang hancur itu dan menjahit

bagian lukisan yang robek, kemudian baru membawanya

ke tempat kediaman Wira Prakarsa, calon murid Si Pelukis

Aneh itu? Dia menimbang-nimbang. Lukisan itu selama dua

bulan belakangan ini telah diperebutkan oleh belasan

tokoh silat dan beberapa buah partai serta perguruan.

Membawanya secara terang-terangan pastilah akan

mencari kesulitan karena lukisan diincar oleh hampir

semua tokoh-tokoh silat, terutama mereka dari golongan

hitam! Pendekar 212 garuk-garuk kepala.

Akhirnya Wiro Sableng mendapat akal. Dibukanya

keempat sisi kayu pigura lukisan itu satu demi satu.

Dengan menggulung lukisan itu dan menyimpannya di balik

pakaian pasti akan aman dalam perjalanan. Ketika kayu

pigura sudah dilepaskan, ketika Wiro hendak menggulung

lukisan itu, jari-jari tangannya merasakan kain lukisan itu

bergeser-geser. Diperhatikannya dengan teliti. Ternyata di

bawah kain lukisan perempuan telanjang itu, terdapat lagi

sebuah kain lain yang putih bersih. Tentunya ini sebagai

alas saja pikir Wiro. Tapi tak sengaja tiba-tiba kain putih di

bagian bawah itu menjulai ke bawah dan tersingkap.

Terkesiaplah Wiro Sableng sewaktu melihat bagian

pada kain yang disangkanya cuma sebagai alas itu ternyata

terdapat tulisan-tulisan banyak sekali dan juga gambar-

gambar orang bermain silat! Dan ketika diteliti ternyata

semua tulisan dan gambar-gambar itu adalah sebuah ilmu

silat aneh yang mengandung jurus-jurus luar biasa

hebatnya!

Wiro geleng-gelengkan kepala. Rupanya inilah rahasia

besar yang disembunyikan Si Pelukis Aneh dalam lukisan

perempuan telanjang itu. Pantas saja Si Pelukis Aneh tak

mau menjualnya tempo hari pada Adipati Pamekasan

meskipun sudah ditawar duaratus ringgit. Sungguh cerdik

sekali orang tua itu menyembunyikan ilmu silat yang

hendak diwariskannya pada calon muridnya! Wiro meneliti

lagi pelajaran silat yang tertulis di kain putih itu. Si Pelukis

Aneh menamakan ilmu silatnya itu Ilmu Silat Selusin Jurus

Aneh. Sesuai dengan namanya, maka seluruh pelajaran

berjumlah dua belas jurus tapi bisa dipecah-pecah sampai

puluhan anak jurus! Wiro harus mengakui kehebatan ilmu

silat yang ditulis oleh Si Pelukis Aneh itu. Tak dapat tidak,

siapa yang mempelajarinya pasti akan menjadi seorang

tokoh besar yang dikagumi dalam dunia persilatan!

Sebagai seorang pendekar berhati polos jujur, Wiro tak

mau mencuri mempelajari ilmu silat itu. Perlahan-lahan

digulungnya kedua kain itu sekaligus. Sesaat kemudian

diapun sudah berlalu dari situ.

*TAMAT*