Chereads / wiro sableng 212 " rahasia lukisan telanjang " / Chapter 10 - RAHASIA LUKISAN TELANJANG

Chapter 10 - RAHASIA LUKISAN TELANJANG

PEREMPUAN iblis!" teriak ketua Partai Angin Timur

yang menggeletak di lantai pondok. "Kalian bunuhlah

kami! Biar kami bisa jadi setan dan mencekik batang

leher kalian!"

Nenek Rambut Hitam tertawa mengekeh.

"Nyalimu boleh juga, kunyuk sialan! Kalian minta

mampus cepat-cepat, baiklah! Kalian memang tidak ber–

guna hidup lebih lama!"

Nenek Rambut Hitam pegang kedua kaki Ketua Partai

Angin Timur dan Jaliwarsa. Sekali kedua tangannya berge–

rak maka mencelatlah tubuh kedua orang laki-laki itu ke

atas atap. Serentak dengan itu si nenek berseru, "Tukang-

tukang intip keparat, terima ini!"

Pendekar 212 Wiro Sableng terkejut bukan main. Tak

sangka kalau si nenek begitu lihai sehingga sudah

mengetahui kehadirannya bersama Dewa Tuak di atas

atap! Wiro dan Dewa Tuak cepat melompat ke samping.

Pada saat itu pula atap pondok bobol dihantam dua tubuh

yang dilemparkan Nenek Rambut Hitam! Tubuh Ketua

Partai Angin Timur menghantam sebuah pohon,

pinggangnya hancur dan jatuh ke tanah tanpa nyawa!

Kawannya menyangsang sebentar di sebuah pohon lain,

lalu jatuh bergedebuk di tanah dengan kepala pecah!

Maklum kalau tiga perempuan tua berbadan bungkuk

itu sudah mengetahui kedatangannya bersama Wiro, maka

Dewa Tuak segera melompat turun, masuk ke dalam

pondok lewat atap yang bobol. Wiro menyusul dan berdiri di

sampingnya. Kelima orang itu saling menyapu dengan

pandangan mata masing-masing. Diam-diam ketiga nenek

itu mengagumi kegagahan tampang Wiro Sableng

meskipun kegagahan itu agak dibayangi oleh mimik

ketololan! Sedang masing-masing mereka sama kerenyi–

tkan kening sewaktu melihat Dewa Tuak membawa dua

buah bumbung bambu yang agaknya berisi cairan. Cairan

apa mereka tak bisa menduga.

"Siapa kau?!" tanya Nenek Rambut Hitam. "Dan kau

juga?!" katanya sambil goyangkan kepala pada Wiro

Sableng.

Dewa Tuak tak segera menjawab melainkan meng–

angkat salah satu dari bumbung bambu dan meneguk

isinya beberapa kali. Perlu diketahui kedua bumbung itu

tidak ditutup. Meski dibawa berlari bagaimanapun ken–

cangnya atau dibawa melompat namun satu tetes pun tuak

itu tidak tumpah. Ini adalah berkat kehebatan tenaga

dalam Dewa Tuak yang sudah mencapai tingkat kesem–

purnaannya!

Nenek Rambut Hitam merasa gusar sekali karena

pertanyaannya tak segera dijawab. Tapi karena maklum

bahwa si orang tua berjanggut itu bukan seorang yang bisa

dianggap remeh maka dia cuma memandang saja dengan

mata mendelik!

"Sobat-sobatku," kata Dewa Tuak kepada tiga orang

nenek, "Sebelum kita bicara-bicara apakah tidak lebih

bagus kalau kalian mencicipi tuakku ini dulu?"

Nenek Rambut Hitam terkesiap seketika. Diperhati–

kannya orang tua di hadapannya lebih teliti. Kemudian,

"Kalau aku tak salah duga, apakah kau manusia yang

bergelar Dewa Tuak?!"

Dewa Tuak usut-usut janggutnya yang panjang sampai

ke dada lalu tertawa dan meneguk lagi tuaknya beberapa

kali.

"Aku memang doyan tuak, tapi aku bukan dewa!"

"Sejak puluhan tahun belakangan ini kau lenyap dari

dunia persilatan! Tahu-tahu kini muncul unjukkan

tampang! Tentu ada yang menyebabkannya! Apakah kau

yang sudah tua karatan ini telah terlibat pula dalam urusan

mencari lukisan perempuan telanjang itu?!"

Dewa Tuak tertawa gelak-gelak.

"Rupanya di dalam otakmu hanya lukisan itu saja yang

teringat nenek bangkotan! Kita yang sudah tua-tua begini

bukan tempatnya lagi mengurus segala macam persoalan

duniawi!"

"Lantas perlu apa kau datang ke sini dan mengintip tak

tahu adat?! Dan cecunguk hijau ini apamu?!"

Wiro Sableng keluarkan suara bersiul sewaktu dirinya

disebul cecunguk hijau lalu tertawa geli!

"Orang muda! Nyalimu cukup besar untuk berani

tertawa di hadapanku!"

"Tertawa saja apa susahnya?!" ujar Wiro lalu tertawa

lagi lebih keras hingga pondok itu terdengar hebat!

Kagetlah Nenek Rambut Hitam dan kedua anak

buahnya. Tiada dinyana kalau si anak muda memiliki

tenaga dalam yang sehebat itu!

"Kau tanyakan dia?" ujar Dewa Tuak seraya tuding Wiro

dengan ibu jarinya. "Dia adalah calon mantuku yang tidak

jadi!" Lalu orang tua ini tertawa bekakakan sampai kedua

matanya berair.

Wiro cuma cengar-cengir mendengar ucapan Si Dewa

Tuak.

"Cepat terangkan mengapa kau berada di daerah ini?!"

Saat itu untuk pertama kalinya Nenek Baju Biru buka

suara, "Pemimpin, bukan tak mungkin bangsat-bangsat ini

tengah mencuri dengar percakapan kita tadi dengan Ketua

Partai Angin Timur dan Jaliwarsa. Disangkanya mereka

akan dapat diam-diam mencuri dengar keterangan sarang

Sepasang Elmaut Kuning!"

Nenek Rambut Putih menimpali, "Bukan tak mungkin

pula mereka tahu banyak tentang soal lukisan itu,

pemimpin!"

Ucapan-ucapan anak buahnya itu termakan oleh Nenek

Rambut Hitam. Maka segera dia memerintah, "Rambut

Biru! Kau ringkus si tua bangka itu! Dan kau Rambut Putih,

bekuk cecunguk hijau itu!"

Nenek Rambut Biru memang lebih tinggi

kepandaiannya dari Rambut Putih maka dia disuruh

meringkus Dewa Tuak.

"Perempuan-perempuan keriputan! Kalian betul-betul

tidak tahu adat!" gerutu Dewa Tuak lalu cepat-cepal

menyingkir ke samping kanan, mengelakkan totokan yang

dilancarkan Nenek Rambut Biru! Sambil mengelak Dewa

Tuak angkat bumbung bambunya hingga ujungnya dengan

tiada terduga menyerang ke arah pinggang lawan!

Tapi Nenek Rambut Biru tidak berkepandaian rendah!

Penasaran melihat totokannya lewat, dengan satu jeritan

keras dia menyerang kembali! Maka terjadilah pertem–

puran yang hebat.

Nenek Rambut Putih di lain pihak maju menghadapi

Wiro Sableng. Dengan memandang enteng dia lakukan

serangan dan sekali menyerang dia yakin akan sanggup

meringkus si pemuda hidup-hidup. Tapi alangkah terkejut–

nya ketika sambil tertawa lawannya berkelit dengan mudah

bahkan berkata mengejek, "Ah, jurus seperti ini telah

kulihat kau pergunakan untuk menyerang Si Pelukis Aneh!"

"Bocah hijau! Ada hubungan apa kau dengan Si Pelukis

Aneh?!" tanya Nenek Rambut Putih.

Wiro tertawa. Bukan dia menjawab pertanyaan si nenek

malah berkata, "Orang tua semacammu ini sepantasnya

banyak bikin ibadat dan sucikan diri! Bukannya malang

melintang bikin kejahatan dan ikut campur segala macam

urusan duniawi!"

"Kentut ingusan. Atas nasihatmu itu aku akan

hadiahkan jurus Ekor Naga Mematuk Cakar Garuda

Berkiblat! Terimalah!"

Gerakan si nenek sebat sekali. Tubuhnya tinggal

bayangan dan tahu-tahu tiga jari tangan kanannya

menotok ke dada, sedang lima jari kiri mencakar ke arah

muka. Cakaran yang datangnya lebih dulu itu sebenarnya

hanya tipuan belaka karena serangan yang sebenarnya

ialah totokan pada dada! Bila lawan coba hindarkan

mukanya dari cakaran maka kecepatan totokan tangan

akan ditambah dua kali lipat!

Dan celakanya Pendekar 212 kini kena tertipu!

Begitu melihat lima jari mencakar di depan hidung dia

segera buang kepala ke belakang dan kaki kanan menderu

ke arah si nenek. Namun di saat itu si nenek sudah

melesat ke samping, sedang tiga jari tangannya dengan

kecepatan luar biasa menderu ke arah dada Wiro Sableng!

Penasaran sekali karena dia tahu bahwa totokan yang

lihai itu tak mungkin dikelit maka Wiro hantamkan tangan

kanannya dari atas ke bawah! Dua lengan pun beradu! Si

nenek berseru keras. Dia tersurut sampai dua tombak,

mukanya pucat bahkan terkejut.

Nenek Rambut Hitam segera maklum bahwa tenaga

dalam anak buahnya itu jauh rendahnya dari si pemuda. Ini

adalah satu hal yang tak pernah disangkanya. Dan ketika

dia memandang ke lengan Si Rambut Putih, lengan nenek-

nenek itu kelihatan bengkak membiru sedang lengan Wiro

Sableng hanya berbekas merah sedikit! Kemudian

dilihatnya pula pertempuran si rambut biru dengan Dewa

Tuak. Anak buahnya itu tengah dibikin sibuk bahkan

dipermainkan malah! Gusarlah Nenek Rambut Hitam.

Segera dia berseru, "Kalian berdua jangan bikin malu aku!

Kuberi kesempatan tiga jurus lagi! Jika kalian tak bisa

meringkus kunyuk-kunyuk itu, kalian akan tahu rasa!"

Mendengar seruan Si Rambut Hitam, Rambut Putih dan

Rambut Biru jadi takut sekali. Keduanya segera loloskan

setagen yang melilit di pinggang masing-masing lalu

menyerang dengan lebih sebat!

Dua setagen yang merupakan senjata ampuh itu tak

ubahnya laksana dua ekor ular besar yang meliuk-liuk

sebat kian kemari, kadang-kadang bergerak cepat mem–

belit pinggang, kadang-kadang menotok jalan darah

bahkan kadang-kadang mematuk ke arah kedua mata!

Dan semua itu terjadi bertubi-tubi laksana kilat. Betapapun

Wiro dan Dewa Tuak percepat gerakan silat mereka,

namun tetap saja keduanya dibikin terdesak dan tak sang–

gup ke luar dari gulungan setagen lawan!