Chereads / DAYS WITH MY UNEXPECTED BOSS / Chapter 18 - Absent [Part A]

Chapter 18 - Absent [Part A]

Kembali lagi ke hari Senin. Jangan tanyakan aku tentang Lisa dan sisa hariku bersamanya kemarin, Paman Simon dan Bibi Emily sudah membawa pulang monster kecil itu jam delapan tadi. Aku sudah bisa bersorak ria sekarang.

Pagi ini aku sudah berada di balik mejaku, menanti kedatangan si Bos yang belum terlihat batang hidungnya sejak satu jam waktu kerja dimulai.

"Ck, kenapa dia belum datang..." aku bermonolog di depan arlojiku. Konyol sekali, aku sebagai asistennya tidak mengetahui keberadaan bosku di hari Senin.

Kemudian, aku mengecek ponselku kesekian kalinya, apakah ada pesan masuk atau tidak. Sayangnya tidak ada.

Aku beralih pada buku agenda yang berisi jadwal-jadwal harian Adam, dan kutemukan ia memiliki janji temu dengan dua orang, dan satu rapat di jam setelah makan siang.

Janji temu pertamanya satu jam lagi.

Aku termenung sesaat, mencoba mengingat apakah Adam pernah berkata dia akan libur di hari Senin.

Nihil. Tak ada ingatan seperti itu, tidak saat terakhir aku bertemu dengannya di Mix and Grill Restaurant.

Sial, langsung saja kutelepon daripada miskin klu seperti ini.

Detik-detik awal panggilannya tersambung, tapi tidak juga diangkat olehnya. Kucoba kembali hingga ketiga kalinya, dan hasilnya tetap sama.

Mungkin ia sibuk dengan alasan yang lebih genting?

Aarrgghhh, jabatanku tidak berguna sekali.

Aku tidak mau menelponnya berkali-kali, jadi usahaku yang keempat adalah mengirim pesan padanya.

Sembari menunggu, lebih baik aku mulai bekerja melanjutkan pekerjaan jumat lalu. Jika Adam tidak membalas pesanku, aku akan keluar ruangan dan membombardir Allan. Karena keduanya terlihat sangat akrab, ia pasti tahu alasan Adam tidak datang di hari Senin ini. Entah tidak akan datang atau terlambat datang.

Aku duduk dengan gelisah, kakiku tak henti mengetuk-ketuk lantai yang bunyinya menjadi temanku di ruang besar ini. Sudah tiga puluh dua menit berlalu sejak pesan yang kukirim, dan belum muncul notifikasi pesan balasan dari Adam. Itu tandanya, jadwal temu Adam dengan orang pertama hari ini tersisa setengah jam.

Haruskah aku menghubungi orang itu dan berkata kalau Adam menghilang?!

"Um, Halo, Allan."

"Halo Jessy~" ia menyahut cepat dengan menadakan namaku.

Yah, pada akhirnya aku memang harus bertanya pada Allan.

"Ad-

Maksudku, Bos, dia belum datang. Apa kau tahu mengapa? Atau di mana ia sekarang?" Tidak perlu basa-basi, aku diburu waktu!

"Hei, bagaimana bisa kau tidak tahu, Jessy? Bukankah kau asistennya?"

Mungkin setelah ini akan ada berita dari kepala HRD kalau asisten CEO terkena 'trust issue' dari bosnya sendiri. Haruskah, aku merapikan barang-barangku sekarang?

"Kalau aku tahu, aku tidak akan menelponmu sekarang." Dasar Idiot!

"Kau sudah menghubunginya?"

"Sudah. Tiga panggilanku tidak dijawab dan satu pesanku tidak dibalas. Sebentar lagi ia ada jadwal temu dengan seseorang."

"Oh, batalkan saja."

Bajingan, enak sekali ia berbicara.

"Kau ser-"

"Iya, aku serius. Kau tidak ingin dimaki olehnya karena kabar dadakan itu, bukan?"

Hm, Allan benar. Aku harus membatalkannya segera sebelum orang itu datang. Aku tidak mau kena protesannya.

"Baiklah, akan kulakukan seperti itu. Terima kasih."

"Santai saja. Aku akan membantu mencari Adam."

Oh, bosku terdengar memang benar-benar hilang.

"Oke, sampai jumpa."

Panggilanku dengan Allan terputus. Aku beralih ke panggilan baru, Tuan Lee Joon dari Korea. Aku juga berharap ia belum di perjalanan menuju ke sini.

"Halo? Siapa di sana?" suaranya terdengar seperto orang tua setengah abad.

"Selamat siang, Tuan Lee. Saya Jessica selaku asisten dari Tuan Adam, saya ingin memberi kabar bahwa Tuan Adam tidak ada di tempat. Saya meminta maaf untuk kabar mendadak seperti ini, jadwal temu dengan Tuan Adam sepertinya batal untuk hari ini."

Apa cara bicaraku sudah cukup bagus untuk tidak menimbulkan keributan?

"Kau baru memberi kabar ketika aku sudah di lobi lantai 23?!"

Habis kau Jessy!

"A-apa? Anda sudah di lobi 23?" Tiba-tiba aku merasa keringat dingin.

"Apa aku perlu mengulang?"

"Ti-tidak, Tuan. Baiklah, s-saya akan menyusul Anda."

Mengapa juga aku berkata akan menemuinya, bodoh?!

Kalau sudah begini, mau tidak mau aku harus maju atau aku akan mencoret wajah tampan Adam. Lagipula aku tak boleh takut, Jessy itu kuat.

Kepalaku mengintip keluar pintu, memastikan tak banyak pekerja berkeliaran. Aku tidak boleh terlalu lama, Tuan Lee bisa semakin kesal.

Napas kutahan saat berjalan menuju lobi, pipi kutepuk-tepuk untuk menciptakan rona merah demi terlihat manis yang mendukung keramahtamahan.

"Permisi, Tuan Lee." Aku tidak lupa pamer senyuman.

"Kau wanita itu? yang menelponku tadi?" alisnya mengerut dan nada bicaranya terdengar tak suka.

"Betul, Tuan," aku mengangguk kalem.

"Kau membuatku membuang-buang waktu."

Aku membatu dengan senyum kaku. Suaranya naik satu oktaf, mampu membuat seorang wanita di meja lobi melayangkan pandangan kepada kami.

"Seharusnya kau memberi kabar lebih pagi atau satu hari sebelumnya. Kau mau bertanggung jawab atas waktuku yang terbuang percuma?"

Cih, siapa mau.

"Maafkan saya, Tuan Lee. Tuan Adam mendapat urusan yang begitu mendadak, ia pergi tepat sebelum saya menghubungi Anda untuk membatalkan jadwal temu."

Aku ingin cari aman. Pokoknya aku ingin cari aman.

"Alasan saja." Telapak tangannya membuat gestur menepis udara. Sudut bibirku sesaat berkedut. Pria tua ini benar-benar tidak pengertian, aku bertanya-tanya kenapa Adam mau bekerja dengan tua bangka temperamen ini.

"Tidak seperti itu, Tuan Lee. Maafkan saya atas kejadian ini, saya mohon pengertian Anda." Aku mengemis padanya demi Adam.

"Sudahlah. Berbicara denganmu semakin membuang waktuku."

Ya. Sana kau angkat pantofelmu dari sini, Kakek Tua!

"Sekali lagi saya memohon maaf." Aku membungkukkan tubuh sebagai tanda permintaan tulus, namun berbeda dengan raut wajahku.

Tuan Lee tidak terdengar berbicara lagi, dan kulihat kakinya bergerak pergi ke arah lift. Aku kembali menegakkan tubuh dan bernapas lega. Kulihat beberapa pasang mata masih menatapku, atau sekadar curi-curi pandang. Namun, ketika mata mereka bertemu pandang denganku, mereka segera melengos dan kembali ke aktivitas mereka. Tidak mau semakin mempermalukan diri, aku segera berbalik menuju ruanganku. Citraku jelek sebelum aku ada dua minggu di perusahaan ini. Sial, bagus sekali. Mommy pasti akan kaget dengan pencapaianku ini.

Aku kembali duduk di kursiku, menopang dagu sambil menatap ke arah meja Adam. Jika ia tidak datang hari ini, aku bisa bosan di tempat. Pekerjaanku tidak akan banyak selain memeriksa laporan yang masuk ke ruangannya atau mencatat agenda yang tiba-tiba datang.

Hahhh, mental support-ku hilang hari ini. Rasanya seperti kesialan di hari Sabtu masih berlanjut. Allan juga masih belum memberi kabar apapun.

Biasanya saat-saat seperti ini aku sibuk bekerja sembari curi-curi pandang ke arah Adam di meja kebesarannya, memuji ketampanannya dalam hati yang menjerit.

"Hoammm~"

Aku lapar. Tapi, jika ketahuan aku memesan makanan di jam kerja, aku bisa diusir. Sialnya makan siang masih sekitar dua jam lagi, alhasil aku hanya bisa memakan angin pendingin ruangan. Wah, sekejab membuatku kenyang.

Kedua lengan kulipat di atas meja, lalu kutidurkan kepalaku di sana. Kalau curi-curi waktu tidur, tak apa, bukan? Lagipula aku sedang di waktu senggang setelah selesai dengan pekerjaan Jumat lalu.

Aku nyaris, nyaris saja melayang ke alam mimpi jika suatu ingatan tidak menyerang otakku.

"?!" Aku tersentak, menegakkan tubuhku kembali. Teringat kembali dengan Tuan Lee yang belum lama memarahiku di lobi.

Aku tidak ingin mengalami hal yang sama, jadi aku harus segera memberi kabar pembatalan agenda hari ini pada satu orang lagi dan para peserta rapat nanti. Bisa gila aku kalau membuat mereka bengar seperti Tuan Lee. Itu bukan hanya akan mencoret wajah Adam, tapi juga seperti menelanjangi Adam.

Serius. Aku belum ingin dipecat. Aku masih butuh uang dan Adam.

Uppss. Tidak salah.

'Drrrttt.' Saat aku sedang sibuk mengirim pesan untuk orang-orang maha penting, pesan balasan dari Allan muncul yang langsung membuat mataku melebar.

'Adam di rumah sakit.'