POV. Bey
Kembali ke apartemen Reo
Sepanjang malam aku menanti tapi Reo tak kunjung pulang. Aku tak bisa bertanya pada siapapun karena ponsel ku tak ada. Aku tidak bisa menghubunginya. Aku tak bisa menanyakan apa yang terjadi. Ponsel ku tidak ada. Aku harus bagaimana, gusarku bingung sendiri
Aku menyalakan tv, mencari saluran berita. Jika suatu hal buruk menimpa suamiku pasti akan dikabarkan di tv bukan? Aku mencoba mengganti - ganti channel berita tapi tak satupun yang penting di sana. Rasa takut di dadaku kian menjadi. Aku takut suatu hal buruk terjadi pada suamiku.
pukul Dua Malam
Kerisauanku semakin menjadi. Aku tidak bisa hanya berdiam diri. Aku harus melakukan sesuatu. Suamiku sudah dua hari menghilang. Bahkan kini Ailee juga menghilang. Mereka kompak tanpa berita. Keduanya tak memberikan kabar apapun. Aku disini resah menanti kabar mereka. Menanti kabar suamiku. Sesuatu terjadi padanya? Siapapun tolong beritahu aku. Katakan bahwa Reo baik-baik saja. Aku takut.
Tanpa berpikir lagi kuraih jaket ku. Dengan langkah cepat dan wajah panik segera ku kunci apartment. Aku berniat mencari Reo. Tidak tahu harus kemana. Yang penting harus keluar dulu dari sini pikirku
***
Di luar gedung apartemen.
Bey melangkah kan kaki dengan cepat. Sesekali dia menoleh ke sekitarnya. Mencari tahu arah mana kira- kira bisa menjumpai Reo. Konyol. Dia bahkan tak tahu harus mencari kemana. Dia bahkan tak tahu apakah harus pergi ke kantor suaminya. Sekarang sudah tengah malam. Bukan hanya perkantoran hampir semua gedung sudah menutup aktivitasnya. Bey terus berlari.
Udara dingin terus merasuk menyentuh kulitnya. dia memakai jaket di atas dress selututnya. Bahkan dia lupa mengganti sendal rumahnya. Bey terlalu mencemaskan suami nya.
Gelap malam terasa mulai bertambah sunyi. Bey merapatkan jaketnya. tangannya dilipat di dada. Dia mencoba menghalau hawa dingin yang bisa membuatnya membeku seperti perasaannya saat ini. Gadis itu melirik jam tangan
Pukul 03.00 pagi
Langkah cepatnya perlahan melaju pelan. Semangat nya kian menurun tapi ketakutan dan kecemasan dalam hatinya kian bertambah. Gadis itu berjalan dalam gelap malam tanpa peduli arah
Dia merasa saat ini suaminya dalam masalah. Begitulah perasaan nya sebagai istri, Bey bisa merasakan kecemasan dan rasa takut akan hal buruk yang benar terjadi. Dadanya bergetar berusaha membuang pikiran negatif nya
Tanpa sadar Bey telah berada di depan toko keluarganya
"Aaah.. aku berjalan sejauh ini, pantas saja kakiku pegal" gumamnya dengan senyum getir
Gadis itu menyisipkan kedua telapak tangannya ke saku jaket. Dia terpaku menatap toko rotinya yang temaram, air matanya mulai berjatuhan mengalir di kedua pipi mulusnya yang memerah
"Aku sangat merindukan kalian" isak Bey yang membayangkan wajah bahagia kedua orangtuanya. Kakinya yang telah berjalan jauh seperti gemetar dan lemas. Bey berlutut di hadapan tokonya. Tangisnya pecah dalam gelap malam. Rasa sesak dan sakit bercampur cemas dan takut semua menjadi satu. Menangis adalah salah satu cara melepaskan semua beban walau hanya sedikit.
Gadis itu terus terisak. Dia termehek-mehek. Sesekali terdengar suara cegukkan pertanda betapa dalam tangisannya. udara dingin kian terasa. Rintik hujan mulai turun seakan mengerti akan ke gamang-an yang dialami olehnya
Air mata Bey masih terus turun walau kini tangisannya sudah tidak bersuara. Wajahnya tertunduk lesu. Dia tak memiliki tenaga lagi untuk menumpahkan sisa- sisa perasaannya saat ini. Rintik hujan yang mulai membasahi tubuh Bey seolah mengganti air mata yang sudah mulai mengering. Rambut panjangnya mulai meneteskan bulir bulir hujan yang singgah. Semilir angin menambah dingin yang menggigit kulit. Gadis itu masih enggan beranjak
Mario meraih payung hitamnya. Dia berlari menyebrangi jalanan yang sepi. Dengan dada yang bergemuruh langkah kakinya secepat mungkin dia kayuh. Mario menatap punggung Bey yang bergetar. Dia memberi waktu wanitanya menumpahkan semua emosi yang ada. Saat itu rintik hujan mulai turun
Tangan Mario seperti kaku. Dia hanya terpaku melihat gadisnya yang terisak sendu. Angin semilir dan dingin malam tak bisa memadamkan rasa panas yang siap membakar jiwanya. Mario tak sanggup melihat gadisnya seperti ini
Pria itu menepis air di sudut matanya. Dia mengembangkan payung di tangannya. Dengan sekuat tenaga pria itu mencoba merakit senyum ketika dirasa pas dengan memasang senyuman dia mendekati Bey
Dia memayungi Bey yang masih berlutut di sisinya. Untuk sesaat mereka hanya diam. Keduanya seolah memberi ruang untuk menikmati gelap dan dinginnya malam ini. Angin masih terus berlarian kesana kemari. Menerbangkan sisa debu yang tertahan oleh lembabnya gerimis
Gerimis masih terus berjatuhan perlahan seperti permainan piano dengan nada sendu yang menyayat hati. Dua insan yang berdampingan tapi terasa jauh. Perasaan yang sama tapi di jalur yang sudah berbeda. Mario ragu menyentuh pundak Bey walau hanya sekedar ingin menenangkan
Bey tak mampu mengangkat kepalanya padahal dia butuh tempat mengadu. Pandangannya masih saja tertunduk dalam. Maka biarlah angin dan rintik hujan yang bertemu seolah berusaha menemani dan menghibur keduanya walau perasaan cinta mereka tak bisa bersatu saat ini
****
Reo menarik tangan Ailee menepi di sudut kamar. Dia bisa melihat kekecewaan dalam di sorot mata adiknya. Ailee mencoba menuruti langkah kaki Reo walau dalam hatinya siap mengerang
Dia menepis kasar melepaskan pergelangan tangannya dari cengkeraman kakaknya. Tatapan matanya tajam seperti menguliti perasaan Reo. Pria itu berusaha menenangkan diri
"Ailee..." panggilnya dengan nada pelan. Dia terdiam belum mampu merangkai kalimat yang pas untuk bisa membuat adiknya itu mengerti. Ailee melipat tangan, bahasa tubuhnya terlihat angkuh
"Apa maksudnya semua ini" ujurnya datar dan dalam. Reo memandang wajah Ailee sekilas, dia membuang pandangannya cepat
"APA MAKSUDNYA KAK!!" Teriakan Ailee membuat Reo berusaha menenangkan adiknya itu. Fika hanya menatap mereka sekilas. Ketika mata Ailee menangkap tatapan Fika, gadis itu melengos. Tatapan tajam Ailee membuatnya sedikit gentar
"Kenapa kakak bersama Fika. Apa yang kakak lakukan kak! Aku ga nyangka kakak jadi seperti ini. Kakak bisa melakukan semua ini ka. Dimana hati nurani kakak" Ailee mengingat wajah sendu Bey. Semua bayangan itu membuat mata Ailee panas. Dia menghakimi Reo tanpa memberi sedikitpun ruang pada Reo untuk membalas ucapannya
"Kakak pikir aku ini apa! Bey itu apa! Lalu... apa kabar keluarga kita kak!" Ucapan Ailee membuat Reo tersentak. Dadanya seperti ada rasa getir. Ah... dia larut dalam cinta yang sesat membuatnya melupakan banyak hal
"Kakak sadar ga apa yang kakak lakukan ini. Aku menyesal ada di pihak kakak selama ini, kakak jahat!!" Ailee berusaha menahan rasa kecewanya dengan tidak menangis tapi semua sudah terasa melewati batas. Akhirnya dia tetap terisak juga. Batinnya terlalu kecewa melihat kelakuan kakaknya
"Ailee, dengarkan kakak dulu..." Reo mencari rangkaian kalimat pembenaran
"Kakak tidak akan seperti ini seandainya Bey setia sama kakak, dia yang duluan berkhianat, percayalah sama kakak..." wajah Reo terlihat memelas, dia berusaha meyakinkan adiknya
"Oooh... jadi aku harus percaya sama kakak. Kakak pikir aku ini bocah kecil yang masih bisa kakak sogok dengan permen!" Hardik Ailee kesal, dia menampik kedua tangan Reo yang memegang pangkal lengannya
"Aku menyesal sudah membantu kakak selama ini! dasar jahat!!" Maki Ailee hendak meninggalkan ruangan itu. Sebelum membanting pintu, matanya menatap tajam kedua bola mata Fika. Kakinya melangkah mendekati selingkuhan kakaknya itu
"Aku tau kau ular berbisa, mungkin kakakku mampu kau lumpuhkan tapi sampai kapanpun aku tak akan membiarkanmu masuk ke dalam keluargaku!" Ancam Ailee membuat wajah Fika dan Reo menegang. Mereka tak bisa membalas ancaman gadis kecil yang dulu selalu bergelayut manja di antara mereka. Bahkan saat kecil dulu Reo dan Fika bisa menyogok Ailee hanya dengan permen dan coklat. Apapun yang mereka lakukan pasti selalu didukung oleh bocah itu tapi berbeda untuk saat ini
Amarah Ailee membuat wajah polos nya lenyap. Yang tersisa hanya amarah dan kekecewaan yang memuncak
"Kakak harus menentukan pilihan sampai papa dan mama pulang. Aku tak mau reputasi Artadiningrat hancur. Jika tidak, aku akan menyerahkan suaraku untuk Rio! kau akan kalah olehnya!" tegasnya sambil membanting pintu.Kedua bola mata Reo terbelalak. Mengapa nama kembarannya masuk diantara percakapan mereka. Reo jelas kesal
Reo berjalan pelan menuju Fika walau batinnya gentar tapi dia berusaha memperlihatkan senyum untuk menenangkan wanitanya. Fika membalas dengan wajah memelas dan manja
"Gapapa sayang, aku akan menyelesaikan semuanya" ucap Reo
"Tapi kamu ga akan ninggalin aku kan" pinta Fika dengan godaan matanya. Reo mengangguk pelan menjawab pinta gadis itu. Giginya bersuara menahan kesal menatap pintu yang tadi di banting Ailee. Rio tak akan bisa menggantikan posisinya. Tidak Rio. Tidak Mario dan sekarang Ailee. Reo merasa musuhnya kian bertambah saja. Dia benci kalah. Dia tak ingin kalah. Pria itu lupa jika Fika telah menjeratnya. Kekalahannya kian dekat kini. Padahal bukan ini rencana awalnya