POV. Ailee
Di apartemen Reo
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sepanjang penglihatanku hal tak baik telah banyak merubah kepribadian kakak kembarku itu. Reo sangat dekat denganku. kami selalu bersama sejak kecil. Aku selalu mengekor kemana dia bermain. Bahkan saat dengan gadis jalang tadi. Aku begitu sayang padanya. Fiuh, rasanya sangat kecewa. Saat ini sosoknya berubah drastis
Ya kak Reo sudah berubah!
Pagi itu aku memaksa meminta penerbangan pagi. Pada akhirnya aku tetap harus pulang dengan helikopter punya pemerintah daerah. Aku tidak ingin satu mobil dengan mereka. Melihat wajah wanita itu membuatku ingin muntah. Aku meninggalkan proyek iklan itu setelah melihat daftar nama Fika disana. Cih, menjijikan!
Aku membuang waktu santai bahkan lupa melepas masker hanya untuk mengkhawatirkan mereka. Mengingat itu semua membuatku kian muak
Aku mencuri lirik Bey dari sofa depan. Temanku itu sedang sibuk di dapur. Dia sedang membuatkan sesuatu untuk kami santap. Sudah sejak pagi aku menemaninya di apartement Reo. Sedangkan dia! Si kakak ku yang brengsek itu! Aku bahkan kehilangan kata kata saat Bey menanyakan kabarnya
Duh, aku bisa pastikan dia masih bersama dengan wanita jalang itu. Pasti kerusakan mobilnya lumayan parah. Kenapa tak wajah itu saja yang juga harus luka parah. Bayangan wajah mereka membuat amarah ku kembali naik. Dengan alasan menunggu mobilnya beres bisa membuat mereka tinggal lebih lama di sana. Bisa menghabiskan waktu bersama lebih lama, dasar GILA!!
Mengingat mereka membuat amarah ku naik hingga mengepulkan asap di atas kepala. Aku beranjak dari duduk menghampiri Bey yang sibuk di dapur. Kuraih paper bag kecil yang sudah ku persiapkan
"Waah wangiii... pasti enak deh" puji ku dengan senyum lebar. Ah aku tak bisa membayangkan betapa kecewanya saat Bey tau apa yang kakak lakukan di belakang punggungnya. Bey tersenyum sekilas lalu sibuk lagi mengaduk isi wajan
"Kapan Reo akan pulang?" tanyanya dengan nada santai. Kau tak bisa berkata santai seperti itu Bey, andai kau tau semuanya
"Ah, ka, kakak... emmm... mungkin lusa sudah pulang.." Aku terbata-bata, rasanya berat untuk berbohong pada Bey. Aku sangat mengerti betapa buruknya dibohongi orang lain. Apalagi oleh teman dekat
Pagi itu Aku bertemu Bey di lobby depan. Aku dengan wajah cemas hendak memberi tahu kan kebusuk kan Reo dan Bey yang berjalan pelan dengan wajahnya yang lesu. Matanya yang sembab dan luka lecet di punggung kakinya,
mulutku yang siap mengumpat tiba-tiba hanya menjadi diam. Aku tak bisa berkata- kata lagi melihat kegamangan ipar ku itu
"Ailee apa Reo menanyakan ku. Apa dia makan tepat waktu. Apa dia tidur dengan baik?"
Aku hanya bisa mematung dengan pandangan penuh harap temanku ini. Bibirnya yang gemetar menggoyang goyang bahuku. Ah aku melamun tadi. Membuat wajah Bey terlihat heran dan bingung. Aku berusaha membuat garis senyum. Wajah penuh harap ini, bagaimana aku harus mengatakan semuanya. Aku menggigit bibir. Bagaimana aku akan memulai cerita ini. Aku tak mau Bey terus berharap pada Reo. Ish dia sangat brengsek! tapi aku tak tahu harus mulai darimana menjelaskan semuanya. Semua ini membuat perasaanku kian tak menentu. Aku tahu, semua terlihat jelas di raut wajahnya yang takut dan cemas. Dia sungguh berharap denganmu kak. Kau tega sekali.
Aku tak mampu mengumpat di hadapan wajah yang sendu saat itu
"Ya. tentu" jawab ku singkat tanpa ekspresi. Melihat wajahmu ini membuat ku teringat lagi. Walau sudah berlalu. Bayangan pagi itu terus saja menghantui pikiranku. Seorang istri yang mencemaskan suami brengseknya. kau sungguh keterlaluan Reo. Aku sungguh malu menjadi adikmu
Kau bahkan tidak sadar memiliki adik perempuan. Tega sekali kau melakukan pada Bey! Kau tidak hanya menyakiti hati orang lain. Aku pun sakit hati dan gadis ular itu! tega tega nya dia. Mereka sungguh cocok ! tanpa sadar Aku memasang wajah tegang. Bey memperhatikan perubahan air wajahku, membuat dahinya berkerut
"kenapa Ailee" Aku cepat menggeleng. aku tak ingin menambah masalah dalam hidupnya. Seketika aku teringat akan sesuatu. Aku menyerahkan paper bag pada Bey. Dia menerimanya dengan wajah bingung
"Apa ini"
"Hadiah untuk mu" jawabku dengan wajah pura- pura gembira. Bey membuka isinya. Sebuah handphone merk ternama edisi terbaru. Wajah Bey terlihat amat senang membuatku ingin segera memeluknya hangat
"Apa ini Ailee. Handphone, wah terimakasih" Bey membalas pelukan hangatku. Aku mengelus pundaknya. Ah rasanya gadis ini semakin kurus saja, membuat hatiku bergetar cemas
"Apa Reo yang memintamu memberikannya padaku?" tanya Bey dengan tersenyum senang. Aku mengendurkan senyum di bibir dengan segera. Kau salah mengharapkan orang Bey, dia tak pantas untukmu
"Aaah, itu hadiah untukmu dari Rio. Dia memintaku membelikannya untuk mu" jawabku menjelaskan. Bey mengerutkan dahi sambil tersenyum bingung.
"Jadi dia serius?" Aku mengangguk
"Kartunya masih denganku. Apa kita pergi shopping" Selorohku membuat Bey menepuk pelan pundakku. Dia tersenyum kini. Wajah cantik ini kembali tersenyum. Aku sangat senang. Bey kau cantik sekali saat tersenyum. Aku menatap wajahnya dalam
"Sampaikan terima kasih ku pada Rio. Dia kemana sekarang?"
"Dia sedang melakukan hal tak penting. Rio sulit di tebak"
"Oh ya. Aku rasa dia pemuda yang baik"
"Dia menyebalkan" Aku gak setuju dengan pujian Bey pada Rio. Kami tak dekat. Kak Rio menghabiskan waktunya di rumah nenek. Gayanya yang kebule bulean membuat ku ilfeel. Aku juga tak menyukai pertengkarannya. Dia selalu membantah dan membuat keributan di dalam keluarga. Baiklah lupakan dulu Rio! Aku harus menyelesaikan sesuatu terlebih dahulu.
"Bey.. apa aku boleh mengatakan sesuatu"
Matanya menatapku sekilas lalu kembali bersiap membuka kotak handphone yang aku berikan. Aku mencoba mencari waktu yang baik untuk bisa mengatakan apa yang ada di dalam pikiranku
"Bey.. aku bertemu Mario di Bangkok"
Kalimatku jelas membuatnya kaget. Tangan sibuknya seketika berhenti beraktivitas, walau wajahnya masih terpaku pada objek di tangannya. Dia berhenti sesaat dan melanjutkan merobek sealer box handphone itu. Jelas dia bisa mendengar kalimatku barusan. Aku menarik nafas mencoba membuang banyak kecemasan dalam dadaku. Aku akan jujur hari ini, pikir ku mantap
"Hari itu aku yang membalas emailmu, berawal dari sana aku menghubunginya. Kami akhirnya bertemu.." Bey menoleh ke arahku. Sorot matanya menyelidik, membuat kalimat ku terputus
"Kalian bertemu?" Tanyanya pelan, aku mengangguk perlahan. Sorot matanya tajam seperti menusuk perasaanku. Aku menelan ludah memastikan diri melanjutkan kalimatku
"Iyaaa.. kau tahu aku bahkan menghabiskan banyak waktu bersamanya di Bangkok" Tatapan mata Bey semakin nanar. Dia sepertinya tak percaya pada kalimatku
"Kalian menghabiskan waktu bersama?" tanyanya ragu. Aku mengangguk lagi menjawab keraguannya. Wajahnya menegang. Ya aku tahu. Kesalahan yang ku perbuat bukan main.
"Iya, saat itu dia lumpuh.." kalimat terakhirku membuat box handphone ditangan Bey terjatuh. Wajahnya tak percaya, sorot matanya yang tajam semakin membulat. Aku berjongkok meraih kotak di lantai. Menaruh perlahan di atas meja makan. Temanku itu masih mematung, tatapannya berubah kosong
"Apa yang terjadi, kenapa Mario lumpuh" Aku menggeleng, tak mampu menjawab pertanyaan Bey. Aku pun tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi saat itu, yang aku tahu pria itu berjuang keras untuk kesehatannya
"Baru kali itu aku melihat seorang pria begitu fragile, dia seperti gelas kaca yang mudah hancur, aku melihatnya menangis, putus asa bahkan ingin menyerah.."
Bey mendengar kalimat lanjutanku dengan serius
"Aku tak percaya ada orang seperti itu Bey, kau tahu, walau hanya sesaat aku disana, dengan mimpi-mimpinya, keinginannya yang besar untuk bertemu dengan cintanya, mempertahankan orang yang dia cintai, melihat kebahagiaan gadis yang dia sukai membuat semangatnya yang lemah perlahan menjadi besaaaaar .. seperti sepotong arang yang menghidupkan api unggun !! "
Wajah Bey seketika berubah, tatapan kagetnya menjadi datar. dia menahan perasaannya, kulihat dia menggigit bibir. Perasaan yang juga aku rasakan, rasa kalut yang membuat tak bisa berkata- kata lagi
"Bey.. dia sangat mencintaimu tapi aku menghalangi pertemuan kalian. Aku berbohong padamu, aku menemuinya di belakangmu, aku menjauhkan kalian. Aku menyesal Bey.. " ucapku lirih penuh sesal
Seandainya kali ini Bey akan berteriak marah, kecewa, aku bisa mengerti. Bahkan jika dia akan menampar sekalipun aku akan menerima karena rasa seperti itupun aku rasakan. Rasanya kemarin ingin ku tampar wajah kedua sejoli yang menjijikkan itu
Tapi..
Bey hanya terdiam sesaat lalu mencoba membuat senyum untukku. Dia meraih pundakku, memeluk ku erat, dia menyembunyikan semua kekesalan dan kecemasannya, dia menyimpan untuk dirinya sendiri itu membuat hatiku semakin teriris perih
Kau boleh menangis Bey, kau berhak marah dan kecewa. Kau tak pantas menerima kesakitan ini sendirian !!
"Ailee.. mungkin ini sudah takdir.."
Bisikannya membuat air mataku tak terbendung, kenapa aku yang menangis sedih. Kenapa aku yang kesal dan marah, kenapa aku yang mendapat pelukan dan tepukan, supaya aku lebih tenang? kau lebih membutuhkannya Bey !!
Huhuhu.. aku tak bisa meredakan isakku
***************
Mario baru saja menuruni minibus yang membawanya, dia membuka bagasi mobil mempersiapkan beberapa alat yang dia butuhkan
seseorang sedang asyik merias diri di depan sana. Seorang model dengan beberapa asistennya, Mario mencuri lirik sekilas.
"Sayang gimana, muka aku udah mendingan kan?"
Dari balik kaca mobil pria itu bisa menyimak dialog gadis cantik itu bersama seorang lelaki dihadapannya
"Kamu tetap cantik kok, ga usah khawatir. Tinggal pemotretan kan. Selesai ini kita langsung ke dokter estetika" Suara pria itu membalas kalimat sang gadis. Jarinya menjangkau lembut pipi sang gadis dengan goresan luka kecil yang hampir tak tampak
Mata Mario sedikit memicing menyadari itu adalah suara dari sosok Reo dan
Wanita itu lagi!
Mario tertawa kecil penuh arti, dengan wajah menahan kesal dia bergumam sendiri
"Cih, si brengsek itu malah ada di sini!" Tangannya mengepal.